Opini

Pilkada di Negeri Para Raja (3)

ag

Oleh AHMAD GAZALI

Sehari setelah proklamasi kemerdekaaan Republik Indonesia, Konstitusi Indonesia sebagai suatu “revolusi Grondwer” telah disyahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI dalam sebuah naskah yang dinamakan Undang Undang Dasar Republik Indonesia yang terdiri dari; (1) Pembukaan UUD 1945, yang terdiri dari 4 alenia. Pada alenia keempat terdapat Pancasila sebagai Dasar Negara; (2) Batang Tubuh UUD 1945 yang terdiri dari 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan dan 2 ayat aturan tambahan. (3) Penjelasan UUD 1945, yang disusun oleh Prof Dr Soepomo, yang merupakan penjelasan resmi UUD 1945.

Undang Undang Dasar Republik Indonesia atau UUD 1945 dikenal sebagai suatu naskah yang singkat dan simple karena hanya memuat hal-hal dan aturan pokok saja yang ditetapkan oleh UUD, sedangkan hal-hal yang perlu untuk penyelenggaraan aturan –aturan pokok itu harus diserahkan pada undang-undang yang lebih rendah. Setelah sidangnya yang ketiga, PPKI bubar dan para anggotanya menjadi anggota KNIP (Komiti Nasional Indonesia Pusat) pada tanggal 29 Agustus 1945.

Sejalan ketentuan UUD, maka sistem pemerintahan RI adalah presidential, yaitu presiden merupakan kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan, tetapi setelah terbentuknya KNIP, maka sistem presidential berubah menjadi sistem parlementer. KNIP betapapun badan ini keberadaannya mutlak berhubung dengan Aturan Peralihan Pasal IV, tetapi tugasnya sekedar membantu presiden.

Perjalanan sejarah membuktikan UUD 1945 telah mengalami perkembangan pesat sejak ia dibuat. Dua bulan perjalanan UUD 1945 terjadilah perubahan praktik ketatanegaraan. Khususnya perubahan terhadap Pasal IV aturan Peralihan. Perubahan ini terjadi dengan dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden Nomor X, yang menetapkan : “Komite Nasional Pusat, sebelum terbentuknya MPR dan DPR diserahi kekuasaan legislatif dan ikut serta menetapkan garis-garis besar haluan Negara”.

“Bahwa pekerjaan KNIP sehari-hari berhubung dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilih antara mereka serta bertanggungjawab kepada KNIP”. Dengan Maklumat ini maka tugas Komite Nasional sesungguhnya dipersiapkan sekaligus diperluas. Dipersempit dalam arti, dulu dalam segala hal tugas MPR, DPR dan DPA yang dikerjakan oleh Presiden menurut Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945.

Diperluas tugas komite adalah dalam bidang legislatif. Maka KNIP tidak lagi berkedudukan sebagai pembantu Presiden (yang dibantu menteri-menteri) untuk pertama membuat Unadng Undang (tugas DPR menurut Pasal 5 UUD 1945) dan kedua menetapkan GBHN (tugas MPR berdasar pasal 3 UUD 1945).

Peristiwa penting berikutnya, dalam penyelenggaraan Negara adalah dikeluarkannya Maklumat Pemerintah pada tanggal 14 Noipember 1945. Maklumat ini sebenarnya, adalah tindakan yang dimaksud akan mengadakan pembaruan terhadap susunan kabinet yang ada. Dengan Maklumat ini diumumkan nama-nama menteri dalam susunan kabinet yang baru. Kalau semula kabinet dibawah pimpinan Presiden, dengan Maklumat ini kabinet tidak lagi dibawah pimpinan Presiden, tetapi merupakan suatu dewan yang diketuai seorang Perdana Menteri yaitu Syahrir.

Demikian dinamika ketatanegaraan dilihat dari sudut internal pelaksanaan konstitusi. Dari sisi eksternal bisa disebut ada campur tangan Pemerintah Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia. Tentu saja sangat berdampak terhadap pelaksanaan UUD 1945 yang baru seumur jagung. Dapat disimak, selama kurun waktu awal UUD 1945, Belanda melakukan aksi penyerangan yang disebut Agresi Militer I pada tanggal 21 Juli 1947 dan Agresi Militer II pada tanggal 19 Desember 1948. Maka revolusi fisikpun terjadi diseantero republik muda ini. Selain perjuangan fisik, para pemimpin melakukan perjuangan diplomasi melalui meja perundingan.

Perundingan bertujuan mengembalikan kedaulatan yaitu Perundingan Linggarjati tanggal 25 Maret 1947, Perundingan Renvil tanggal 17 Desember 1948, Perundingan Rum-Royen tanggal 7 Mei 1949 dan Konferensi Meja Bundar (KMB) tanggal 23 Agustus -2 Nopember 1949.

Dalam perjalanannya bangsa Indonesia pernah mengalami pengalaman pahit, ketika Belanda memaksakan diri untuk menunjukkan kepada dunia bahwa republik Indonesia yang kita proklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 sudah runtuh. Ia tidak lagi memiliki kedaulatan.

Belanda tidak henti-hentinya mengusahakan segala jalan merongrong Republkik Indonesia. Mereka terus membuat “Negara di wilayah RI yang telah diakui secara de facto dalam persetujuan Lingarjati. Selama kurun waktu 1945-1948, Belanda menggunakan politik devide et empire selalu berusaha mengurangi pengaruh RI dan juga berupaya menancapkan kembali kekuasaan dengan mendirikan Negara baru yang dikuasainya yang dipersiapkan bagi pembentukan Negara federal dan Uni Indonesia-Belanda.

Belanda berhasil mendirikan: Negara Indonesia Timur (1946), Negara Sumatera Timur (1947), Negara Pasundan (1948), Negara Sumatera Selatan (1948), Negara Jawa Timur (1948), Negara Madura (1948) dan daerah-daerah lain yang dikuasai sebagai daerah bagian, misalnya; Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Dayak Besar, Banjar, Kalimantan tenggara, Bangka, Belitung, Riau dam Jawa Tengah. Setelah melalui perjuangan fisik dan diplomasi yang panjang, campur tangan PBB untuk menyelesaikan pertikaian Indonesia –Belanda menjadi ujung perjuangan diplomasi dengan digelarnya Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag pada tanggal 23 Agustus- 2 Nopember 1949.

Hadir dalam KMB delegasi Indonesia dipimpin Moh Hatta, delegasi Belanda JB Van Marseven, delegasi BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg- Pertemuan untuk Permusyawaratan Federal) dipimpin oleh Sultan Hamid II dan utusan dari PBB (UNCI), diketuai oleh Critchley. Selama berlangsung KBM telah dibentuk Panitia Ketatanegaraan dan Hukum Tata Negara yang antar lain berugas membahas rancangan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat yang menghasilkan 3 persetujuan pokok; (1) Didirkannya Negara Republik Indonesia Serikat; (2) Penyerahan Kedaulatan (pemulihan) kepada Republik Indonesia Serikat; (3) Didirikannya Uni Republik Indonesia Serikat- Kerajaan Belanda. Hal terpenting bagi Bangsa Indonesia adalah pengakuan kedaulatan atas Negara Indonesia (c.q. RIS) dari Pemerintah Kerajaaan Belanda pada tanggal 27 Desember 1949.

Selain itu pada tanggal 29 Desember 1949 telah ditandatangani piagam persetujuan tentang Konstitusi RIS oleh pihak RI dan BFO, sebagai tanda paraf atas naskah Konstitusi RIS. Kemudian konstitusi mendapat persetujuan dari Komite Nasional Pusat pada tanggal 14 Desember 1949.

Konstitusi RIS ini mulai berlaku bersamaan dengan berdirinya Negara RIS yaitu tanggal 27 Desember 1949, UUD 1945 yang semula berlaku untuk seluruh Indonesia , maka mulai tanggal itu, hanya berlaku dalam wilayah Negara Bagian RI. Apabila ditelaah atas jiwa Konstitusi RIS, maka merupakan hal yang wajar apabila asas federasi (serikat) menjadi dasar bentuk Negara Indonesia, karena; (1) Yang dihadapi oleh delegasi RI adalah delegasi banyak Negara dari BFO, yang sejak semula berpendirian bahwa sebaiknya Negara Indonesia berbentuk federasi (serikat); (2) Maksud pihak Belanda agar Indonesia merdeka menjadi negara lemah, terpecah belah dalam beberapa Negara kecil yang tergabung dalam Negara Federal. Tentu saja mempengaruhi Susana perundingan.

Apalagi perundingan dilakukan di negeri Belanda yang pada saat bersamaam dilangsungkan KMB. Hasil Konstitusi RIS yang secara resmi diundangkan dalam Lembaran Negara tahun 1950 No 3 ini bersifat sementara. Sifat sementara ini dalam dilihat dalam ketentuan Pasal 186 yang menyatakan Konstituante bersama-sama dengan Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Konstitusi RIS.

Bentuk Negara yang dianut adalah Negara federal. Dalam Mukadimah Konstitusi RIS Alinea III yang dalam Pasal 1 ayat 1 menegaskan RIS yang merdeka dan berdaulat suatu Negara hukum yang demokratis dan berbentuk federasi. Sedangkan sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem kabinet parlementer. Pasal 1 ayat 1 menegaskan kedaulatan dalam Negara dilakukan oleh pemerintah bersama-sama DPR dan senat. Menurut Pasal 68 ayat 2, Pemerintah adalah Presiden dengan seorang atau beberapa menteri, atau para menteri. Lebih jauh Pasal 118 mengatur dalam penyelenggaraan pemerintahan, presiden tidak dapat diganggu gugat, tanggungjawab pemerintahan ada pada menteri-menteri. Jadi Konstitusi RIS menganut “sistem pertanggungjawaban menteri“.

Presiden menurut Pasal 68 sebagai Kepala Negara, ia tidak bertanggungjawab atas penyelenggaraan pemerintahan. Sedangkan alat kelengkapan Negara Federal menurut Konstitusi RIS adalah Presiden, Menteri-Menteri, Senat, DPR, MA dan Dewan Pengawas Keuangan. Dengan demikian menurut Konstitusi RIS tidak dikenal Wakil Presiden.

Namun selama berlaku Konstitusi RIS, Sistem Kabinet Parlemter tidak dapat dilaksanakan, sebab DPR yang ada pada waktu itu tidak dibentuk berdasar Pemilihan Umum seperti ketentuan Pasal III Konstitusi RIS, tetapi DPR yang pembentukannya dengan penunjukkan atas dasar ketentuan Pasal 122 Konstitusi RIS. Atas desakan, tuntutan dan kehendak Rakyat negara-negara bagian untuk kembali ke Negara kesatuan, terjadilah penggabungan negera-negara bagian ke dalam Negara RI, sehingga pada akhirnya RIS hanya terdiri dari 3 negara bagian yaitu Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur.

Kemudian diadakan perundingan anatara Pemerintah RIS dan Pemerintah RI yang menghasilkan Piagam Persetujuan kedua pemerintah pada tanggal 19 Mei 1950 dengan isi pokok antar lain persetujuan persetujuan kedua pemerintah untuk dalam waktu yang sesingkat-singkatnya bersama-sama melaksanakan Negera Kesatuan, sebagai penjelmaan dari Negara Republik Indonesia berdasar Proklamasi 17 Agustus 1945. Sebagai tindak lanjut, pemerintah RIS dan Pemerintah RI membentuk panitia bersama yang khususnya bertugas menyelesaikan persetujuan mengenai pembentukan UUD Sementara Negara Kesatuan RI sesuai dengan ketetapan Piagam Persetujuan.

Hasil pekerjaan Pantia Bersama disampaikan kepada Pemerintah RIS dan Pemerintah RI pada tanggal 30 Juni 1950. Dengan beberapa perubahan rancangan UUD yang masih bersifat sementara tersebut diambil alih sebagai rancangan UUDS RI, yang kemudian setelah diterima DPR, Senat RIS dan BP Komite Nasional Pusat, baru menjadi UUD Sementara RI.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top