Opini

NKRI Perlu Kesimbangan Baru

1558711_733618859983706_1810547940_n

Oleh Ahmad Gazali

Membangun dari pinggiran bisa diartikan secara luas membangun dari bawah, dari tepi pantai luar, dari perbatasan dengan negara lain, dari masyarakat yang selama ini memang tak terhiraukan atau termarginalkan ke titik tengah agar mencapai keseimbangan baru.

Dengan landasan demikian diharapkan kita bisa memulai membangun peradaban baru dengan tantangan yang baru sama sekali. Kita tidak bisa lagi hanya berpangku tangan, mungkin ini salah satu bagian revolusi mental.

Tidak lagi terjadi satu persen penduduk menguasai 50 persen aset negara atau menjadi umathan wasyathan (umat tengah). Pertama yang dikerjakan kabinet Jokowi-JK membangun infrastruktur. Jalan tadi bisa ditingkatkan menjadi jalan kabupaten atau provinsi tergantung didaerah itu punya potensi atau tidak, masyarakatnya kreatif atau tidak agar investasi yang dikeluarkan berimbangan dengan kegunaannya.

Infrastruktur di darat, udara dan laut sebagai urat nadi memperkencang laju pertumbuhan dan pemerataan ekonomi untuk memajukan kesejahteraan umum. Indonesia memerlukan dana sangat besar dan oleh karena itu mesti berpandai-pandai dalam mencari pemasukan untuk negara dan penggunaannya agar mencapai target yang benar. Kita akan melihat nanti multiplayer efeknya sebagai sebuah karya anak bangsa dalam membangun negerinya.

***

Semua kita dipacu untuk bergerak lebih cepat agar tidak ketinggalan kereta waktu. Selama ini lamban, tidur lalu cepat-cepat cuci muka, menutup diri, kini mesti dibuka. Orang tidak memerlukan lagi banyak basa-basi, banyak waktu main domino di lepau-lepau, mahasiswa tak perlu demo di jalanan cukup unjuk kebolehan lewat media sosial atas apa yang diperbuat (unjuk karya) bukan deklarasi diatas kertas atau omong kosong doang.

Penyair Taufik Ismail mengingatkan kita dalam salah satu sajaknya bahwa pulau Jawa sudah kelebihan muatan, kelebihan manusia diam diatasnya kurang lebih 60 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Bila tidak cepat diatasi pulau Jawa segera akan tenggelam. Artinya bagaimana pemerintah sekarang menciptakan sentra-sentra produksi baru di daerah yang masih kosong, masih jarang penduduknya sebagai magnit orang datang dan bermukim ditempat yang baru itu.

Kebijakan Tax Amnesty yang dijalan pemerintah memerlukan tindak lanjut agar uang yang selama ini disimpan di luar negeri bisa ditabung di dalam negeri dan dapat di investasikan untuk hal yang lebih bermanfaat serta memiliki kepastian hukum. Misalnya ada pengusaha ingin membuat Desa/Lurah, Nagari kreatif di lahan yang masih kosong yang belum ada atau jarang penduduknya.

Menggunakan sistem bagi hasil dengan penghuninya. Desa kreatif lengkap dengan sarana prasarana untuk mendukung pengembangan potensi yang akan diusahakan masyarakat sekitar. Misalnya di Kota Payakumbuh atau Kab 50 Kota di Sumatera Barat, kebanyakan produksi pertanian terpadu dari Sumbar dipasarkan di Pekanbaru, Malaysia, Singapura.

Di Payakumbuh atau 50 Kota bisa dibikin Pasar Packing, semua yang akan dikirim keluar Sumbar di packing dulu disini. Tentu jauh sebelum hari sudah disediakan Sumber Daya Manusianya yang mau melakukan secara profesional. Pemerintah Kota Payakumbuh dan Kab 50 Kota sebagai pasilitator.

Ada lagi menjadi Kota Padang sebagai Kota Kreatif. Trade Mark Padang Panjang, daging sapinya lebih mahal ketimbang daging sapi yang dipotong di lain daerah. Harganya lebih mahal Rp 10.000/kg dari pada daging di daerah lain. Departemen Kopetrasi/UMKM akan memberikan bantuan 1.000 ekor sapi perah untuk Padang Panjang. Dari 1.000 ekor sapi perah selain menghasilkan susu, daging bisa dihasilkan pupuk organik 7,5 ton/hari.

Sumatera Barat membutuhkan sapi potong tidak kurang 200.000 ekor/tahun. Bila ini dilakukan disini akan menampung tenaga kerja tidak kurang 200.000 orang dengan penghasilan diatas Rp 2,5 juta/bulan. Akan lahir industri pakan hijauan, industri pakan ikan, industri pakan ternak/ruminansia, industri pupuk organik. Yang akan menyokong pertanian terpadu berbasis teknologi sehat dan halal. Sekali lagi pemerintah sebagai fasilitor dan membiayai pelatihan. Dana bisa datang dari banyak pihak dengan sistem bagi hasil. Asalkan ada kepastian hukum untuk berinvetasi.

***

Bahwa Indonesia itu tidak hanya DKI Jakarta atau pula Jawa. Setahu penulis belum ada kita membangun sebuah kota provinsi kecuali mengikuti peninggalan penjajah Belanda sebut saja Batavia (Jakarta), Bandung, Semarang, Surabaya, Makasar, Medan, Padang, Palembang dst.

Lebih 70 tahun kita merdeka kita punya karya sendiri membangun Ibu Kota Negara dengan rancangan, biaya dan pelaksanaan sendiri. Bisa kita mulai seluruh dana Corporate Social Responsibility (CSR) digunakan untuk itu. Pemerintah sebagai fasilitator agar kita punya kebanggaan sebagai anak bangsa.

Lokasinya tentu agak ditengah yakni di Pulau Kalimantan misalnya. Sehingga NKRI bisa dipantau dari satu titik secara keseluruhan dan sekaligus. Tidak ada lagi Indonesia bagian Timur, Indonesia bagian Barat. Yang ada Indonesia untuk penamaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. [ ]

Penulis adalah Konsultan Pertanian Terpadu Berbasis Teknologi NT 45, Berdomisili di Bogor.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top