Opini

Membangun Desa

membangun desa
Wahyu Triono KS

Oleh: Wahyu Triono KS
Wakil Direktur Social Security Development Institute (SSDI) dan Founder Cinta Indonesia Associate (CIA)

Ketika Presiden Indonesia Pertama Ir. Soekarno melakukan jalan-jalan ke sebuah desa dan bertemu dengan seorang petani, Bung Karno bertanya, “Siapa yang memiliki tanah yang sedang dikerjakan?” Si Petani menjawab, “Milik Saya”. “Siapa yang memiliki pacul itu?” “Milik Saya” Katanya lagi. “Siapa yang memiliki alat-alat pertanian itu?” “Milik Saya” Jawab petani sekali lagi, petani itu bernama Marhaen.

Jelas kata Soekarno, Si petani tidak menjual tenaganya pada majikan sebagai seorang proletar. Si petani memiliki alat-alat produksi. Panen adalah panennya sendiri, akan tetapi petani Marhaen itu tetap miskin.
Itulah sekelumit gambaran tentang desa di Indonesia, desa adalah wajah kemiskinan dan tentang orang kecil, atau oleh putri Bung Karno, Megawati Soekarnoputri dipakai terminologi “wong cilik” atau rakyat kecil.

Dimasa orde baru, ketika Presiden Soeharto bangga sebagai seorang anak petani, dan berasal dari desa, memberikan perhatian terhadap desa dengan berbagai program pembangunan di desa, soal petani dan nelayan, soal inpres desa tertinggal, soal swasembada pangan dan lain-lainnya adalah merupakan perjalanan sejarah tentang desa-desa di Indonesia.

Perbincangan tentang bagaimana kita membangun desa adalah merupakan tinjauan secara mendalam atas kebijakan politik pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah terhadap desa, serta apa makna penting desa bagi Indonesia?

Relasi Negara dan Desa
Bila mendengar kata desa, yang muncul dalam pikiran kita adalah tentang kampung halaman, asal mula daerah tempat leluhur atau nenek moyang kita berasal dan tentu saja juga berkaitan dengan masyarakatnya yang memiliki ciri khas yang sederhana, menjunjung tinggi kesopanan, santun dan ramah, memiliki rasa kekeluargaan dan suka bergotongroyong, lugas, menghargai orang lain, demokratis dan religius. Tetapi masyarakat desa juga suka mengingat akan sesuatu yang telah dijanjikan, mudah curiga, merasa minder dengan orang kota dan tertutup dalam hal keuangan.

Perhatian negara kepada desa belakangan mewujud secara nyata, ketika DPR bersama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan pemerintahan Presiden Joko Widodo merealisasikannya melalui program prioritas pemerintah untuk melakukan percepatan pembangunan, dengan tekad pemerintah untuk membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi telah mencanangkan nawakerja prioritas dalam lima tahun. Terdapat sembilan program kerja yang menjadi prioritas. Pertama, peluncuran gerakan desa mandiri di 3500 desa yang akan dimulai pada tahun 2015. Kedua, pendampingan dan penguatan kapasitas kelembagaan dan aparatur pada 3500 desa yang dimulai pada tahun 2015. Ketiga, pembentukan dan pengembangan 5000 BUMDES (Badan Usaha Milik Desa)

Keempat, melakukan revalitasi Pasar desa di 5.000 desa atau kawasan perdesaan. Kelima, pembangunan infrastruktur jalan pendukung pengembangan produk unggulan di 3500 desa mandiri. Keenam, penyiapan Implementasi penyaluran dana desa Rp. 1,4 miliar per desa secara bertahap. Ketujuh, penyaluran modal bagi koperasi atau UMKM di 5.000 desa.Kedelapan, pilot project sistem pelayanan publik jaringan koneksi online di 3.500 desa. Kesembilan, ‘save villages’ desa perbatasan dan pulau-pulau terdepan, terluar dan terpencil menjadi prioritas kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi.

Selanjutnya, bagaimana kita dapat memastikan bahwa lahirnya UU Desa, kebijakan pemerintah secara nyata kepada desa memberikan semangat baru, sebab jalan perubahan menuju desa baru sudah digariskan oleh UU Desa. Redistribusi uang negara (dari APBN dan APBD) kepada desa, yang menjadi hak desa, merupakan isu utama perubahan relasi antara negara dan desa.

Modernisasi Desa

Upaya modernisasi desa tidak dimaksudkan sebagai bentuk pembangunan desa menjadi seperti kota, dengan gemerlap lampu, gedung-gedung mewah dan megah, akan tetapi lebih pada upaya membangun manusia modern di desa tanpa merubah suasana desa yang damai, sejuk dan kaya dengan khazanah budaya, dan kearifan lokal yang khas Indonesia.

Modernisasi desa adalah wajah manusia Indonesia modern yang dengan amat menawan sosiolog Universitas Indonesia Tamrin Amal Tomagola mengemukakan pemikiran Inkeles dan Smith tentang ciri-ciri manusia modern: (1) keinginan mempunyai pengalaman baru; (2) selalu siap dan tanggap terhadap hal-hal baru; (3) dapat mentolerir keragaman pendapat; (4) sangat haus akan informasi; (5) menghargai waktu; (6) yakin dan percaya akan kemampuan diri dan mampu melakukan penyesuaian terhadap lingkungan; (7) lebih mengandalkan hal-hal yang dapat diperhitungkan (calculable thing); (8) menghargai keterampilan tekhnik (9) mempunyai aspirasi ke masa depan; (10) menghargai harkat (dignity) manusia lainnya.

Berkaitan dengan implementasi UU Desa dan kebijakan pemerintah secara nyata dalam upaya membangun desa musti memperhatikan hal-hal penting anatara lain, Petama, bagaimana pemerintah, terutama pemerintah daerah, para kepala daerah dan para calon kepala daerah yang akan menjadi kepala daerah dapat memahami dan menyerap aspirasi masyarakat desa dengan baik dalam melakukan perencanaan pembangunan kawasan perdesan, lantaran rancangan pembangunan kawasan perdesaan harus dibahas secara bersama oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Desa dan ditetapkan oleh Bupati/Walikota sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, sebagaimana ketentuan UU Desa.

Kedua, percepatan pembangunan desa terutama prioritas Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi terhadap 5000 desa tertinggal, 1.138 desa di kawasan perbatasan dan menyisakan sebanyak 39.086 desa tertinggal dan 17.268 desa sangat tertinggal, diutamakan fokus pada pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang membuka akses masyarakat desa dan meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat desa melalu e-Kelurahan, e-Desa, e-Puskesmas dan lain-lainnya dengan melibatkan peranan PT. Telkom dan PT. Telkomsel, misalnya, melalui dana Corporate Social Responsibility (CSR) dan dana Universal Service Obligaton (USO) untuk membangun BTS-BTS mini dengan energi solar cell yang memberikan akses energi, penerangan dan membuka jaringan telekomunikasi bagi masyarakat desa.

Fokus pembanguna TIK ini merupakan komitmen pemerintah Indonesia melaksanakan perjanjian internasional bahwa pada tahun 2015 harus merealisasikan salah satu dari sepuluh target The World Summit on Information Society (WSIS), yaitu menghubungkan seluruh desa dengan TIK dan membangun berbagai Pusat Akses Komunitas (Community Access Point).

Ketiga, implementasi UU Desa dan kebijakan pemerintah terhadap pembangunan desa yang paling terpenting adalah soal alokasi dana 1,4 Milyar secara bertahap kepada lebih dari 74 ribu desa di seluruh Indonesia yang akan menjadi momentum yang sangat strategis untuk memajukan dan memberdayakan masyarakat perdesaan pada khususnya dan tentunya akan memperkuat fundamental ekonomi kerakyatan Indonesia pada umumnya.

Uang desa dalam jumlah yang besar inilah yang membangkitkan semangat baru bagi desa, dan sebaliknya juga menghadirkan pesimisme dan kekhawatiran banyak pihak akan bahaya korupsi yang bakal dilakukan kepala desa beserta perangkat desa.

Karenanya, selain perencanaan dan pendampingan yang baik, diperlukan pengawasan pelaksanaan pembangunan desa yang dapat dilakukan melalui program e-Blusukan yang beberapa kali telah diuji coba oleh pemerintah, khusunya oleh Presiden Joko Widodo yang secara langsung dapat berkomunikasi dengan masyarakat desa, petani dan lainnya tanpa dibatasi ruang dan waktu.

Penutup

Implemntasi UU Desa dan kebijakan pemerintah dalam membangun desa menegaskan komitmen politik dan konstitusional bahwa negara melindungi dan memberdayakan desa agar menjadi kuat, maju, mandiri dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kokoh dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.

Kebijakan semacam inilah yang menjadi momentum dan arti penting desa bagi Indonesia, membangun desa dan modernisasi desa adalah membangun manusia modern Indonesia, melakukan revolusi mental manusia Indonesia dan tidak menjadikan desa dan masyarakat desa sebagai komoditas politik belaka.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top