Opini

Jokowi, Duterte dan Narkoba

arifki

Arifki Chaniago*

Pertemuan bilateral Jokowi dengan Rodrigo Duterte, Presiden Filipinia, Jumat (9/9) menarik untuk diperhatikan. Presiden yang sama-sama menarik perhatian publik dunia menjelang dan setelah dilantik menjadi presiden. Jokowi mantan Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta begitu cepat menjadi presiden. Dengan ciri khas blusukan yang dimilikinya. Sedangkan Rodrigo Duterte, presiden yang tegas terhadap penumpasan peredaran narkoba di negaranya ini mengizinkan masyarakat untuk membunuh pengedar obat-obat terlarang.

Politik simbolik Jokowi saat bertemu dengan Rodrigo Duterte adalah dengan membawanya blusukan ke pasar tanah abang. Sebelumnya Jokowi juga pernah membawa PM Australia Malcolm Turnbull dan Bos Facebook Mark Zuckerberg. Pasar Tanah Abang menjadi politik simbolik Jokowi mengatakan kepada tamu asingnya. Bahwa Pasar Tanah Abang  merupakan pasar tekstil terbesar di ASEAN.

Pertemuan dua presiden yang menyita publik dunia ini menghasilkan beberapa kesepakatan. Pertama, persoalan 177 jamaah haji berkewarganegaraan Indonesia yang bermasalah di Filipina. Jokowi mengucapkan terima kasih kepada Duterte karena telah menyelesaikan 168 jamaah haji yang bermasalah, sekarang ada sekitar sembilan orang lagi yang sedang berada di Manila.

 Kedua, Jokowi membangun kesepakatan dengan Duterte bahwa ada 700 WNI yang melaksanakan jamaah haji akan mendarat di Filipina.  Kesepatakan kedua Jokowi dengan Duterte mengenai ibadah haji ini juga telah mendapatkan titik temu. Ketiga, Jokowi dengan Duterte membangun kesepakatan untuk menjaga keamanan dari gerakan terorisme dan ekstrimisme.

Pertemuan dua pemimpin ini memang menyita perhatian publik. Duterte yang beberapa waktu lalu berselisih paham dengan Presiden Amerika Serikat (AS), Barack Obama. Pertemuaan yang dua pemimpin ini batal setelah Duterte mengatakan Obama “Anak Pelacur”. Ucapan itu bermula dengan protes AS  terhadap semangat Hak Asasi Manusia (HAM) Duterte yang melegalkan pengedar narkoba untuk dibunuh. Perang Duterte terhadap narkoba menjadi sorotan dunia soal ketegasannya menjaga generasi mendatang dari barang-barang haram ini.

Indonesia juga sedang menjadi inspirasi terhadap gerakan pemberantasan narkoba di Indonesia. Badan Narkotika Nasional (BNN) yang sedang di pimpin Budi Waseso telah banyak menangkap kasus pengedaran narkoba besar di negara ini. Buwas nama panggilan akrab Budi Waseso pun berani menyikat aparat yang terlibat. Perang terhadap narkoba terus dikampanyekan dengan inspirasi dari Duterte menjaga generasi mendatang yang bebas narkoba lebih manusiawi dibandingkan membiarkan mereka hidup kaya raya dengan merusak anak bangsa.

Dalam bidang pemberantasan narkoba Indonesia dan Filipina sudah bisa bekerjasama. Semangat yang sama antara kedua kepala negara memahami narkoba sebagai musuh bangsa. Berdiri di depan dengan menjadi aktor utama yang memerangi narkoba di ASEAN. Indonesia dan Filipina menjadi aktor yang sedang mempersiapkan generasi yang cerdas di Asia Tenggara.

Selain narkoba Indonesia dan Filipina hampir bersinggungan dengan  disandranya warga negara Indonesia oleh pasukan Abu Sayyaf. Abu Sayyaf yang berada di dalam negara Filipina membuat militer Indonesia kesulitan untuk masuk. Desakan pelbagai pihak untuk membebaskan sandra tersebut menjadi catatan hubungan Indonesia dengan Filipina hampir terganggu  dengan lambatnya penanganan gerakan Abu Sayyaf.

Saya yakin kesepakatan tentang poin ketiga dari pertemuan Jokowi dan Duterte soal keamanan menjadi topik utama. Abu Sayyaf merupakan gerakan yang hampir membuat buruk hubungan Indonesia dengan Filipina. Kesepakatan soal jamaah haji yang menumpang berangkat dari Filipina merupakan topik penutup yang diawali dalam pembicaraan ini sebelum membahas soal keamanan.

Sebagai sesama negara ASEAN Indonesia dan Filipina sulit melepaskan dari sejarah yang telah mempertemukan mereka. Kekuatan ASEAN kedepan memang tergantung kepada kedua negara ini. Bukan berarti mengabaikan negara lain—ketegasan negara ini mengambil posisi dalam percaturan dunia. Membuktikan Indonesia mulai percaya diri dengan kekuatan maritim untuk menjadi poros baru. Sedangkan Filipina melalui presiden Duterte yang berani mengatakan Obama “Anak Pelacur” merupakan sikap Duterte ingin membawa Filipina sebagai negara yang tidak muda diatur negara lain.

Kekuatan ASEAN bagi Indonesia dan Filipina penting terlepas ketika mereka mampu menangkal isu terorisme dan ekrimisme yang sering membuat gaduh di ASEAN. Apakah gerakan ini memang muncul karena ketidaksukaan terhadap sistem. Sebaliknya, gerakan radikal yang umumnya berkembangnya di ASEAN hanya permainan dan pintu barat untuk bisa masuk. Dengan dalih jalan perdamian, penumpasan terorisme dan ekstrimisme. Penguasan lahan-lahan ekonomi dan pengendalian negara lain diambil alih.

Pengemasan isu-isu tentang gerakan radikal yang  mengancam negara berkembang sebagai antisipasi negara ini nanti ancaman jika menajdi negara besar adalah persoalan-persoalan seperti ini. Sama halnya peredaran narkoba yang begitu mudah masuk ke negara-negara berkembang. Bentuk ancaman ketergantungan yang sedang dibangun barat untuk negara berkembang. Peminjaman hutang, narkoba dan terorisme bagian dari isu yang dikemas begitu rapi.

ASEAN memiliki pasar yang luas untuk membangun ekonomi yang sehat tanpa bergantung banyak dengan eropa. Terbangunnya kekuatan politik yang kuat sesama negara ASEAN menciptakan keamanan dikawasan ini dengan dimulai Indonesia dan Filipina.  Kekuatan ASEAN seperti semangat yang dipelopori para pendirinya dulu kembali bergelora. Asia Tengggara adalah pelopor bukan pengekor dalam kebijakan-kebijakan internasional.

*Analis/Pengamat Politik

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top