General Issue

MOMENTUM SAKRAL

chs-1

By : Dr. Chazali H. Situmrang, APT,M,Sc*

Subuh-subuh  jumat pagi 2 Desember 2016, dari segala penjuru Monas, telah bergerak dengan tertib dan bersemangat para tamu Jum’at Allah SWT, menuju satu titik tujuan yaitu  Silang Monas yang berada di depan Istana Negara, dengan tekad yang sama karena Iman dan mencintai Allah  untuk berdzikir dan berdoa serta melaksanakan Sholat Jum’at di Monas.

Inilah dzikir  dan Sholat Jum’at yang terbesar   sedunia jemaahnya yang tidak kurang dari sekitar 3 juta. Dan angka tersebut lebih kurang sama dengan jumlah jemaah Haji yang berasal dari seluruh dunia,  berjalan dengan tertib, dan aman . Polisi yang bertugas  membaur  dengan jemaah lainnya, dengan peci putih dan kain sorban membalut  pakaian dinas, sungguh pemandangan yang mengharukan dan membuat hati  semakin tenteram untuk  beribadah.

Para Ulama yang memberi tausyiah, membawakan dzikir dan doa membuat kita terhenyak, tafakur, dan cukup banyak yang meneteskan air mata, sebagai bentuk  kerinduan yang dalam untuk mendapatkan sentuhan kasih dari Allah SWT. Memang kekuatan Al Qur’an luar biasa, sebagai kalam Allah, yang menjadi sumber keimanan ummat Islam mampu menggerakkan dan menggetarkan hati yang paling dalam ummatnya dan melawan semua bentuk penistaan terhadap Al Qur’an.

Khotbah Jum’at  Habib Rizieq  Shihab luar biasa.  Kupas tuntas  tanpa basa-basi,  mengingatkan umarah bahwa diatas Konstitusi ada hukum Allah. Karena hukum Allah tidak bisa dan tidak mungkin direvisi oleh manusia. Tetapi konstitusi kapan saja dapat direvisi oleh manusia itu sendiri. Masya Allah suatu  peringatan kepada Negara ini agar jangan membuat konstitusi yang bertentangan dengan hukum Allah jika ingin selamat dunia dan akhirat. Seluruh isi khotbah Jum’at didengar oleh Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.  Kita tidak tahu bagaimana perasaan yang berkecamuk didalam hati Presiden dan Wakil Presiden mendengarkan isi khotbah Jum’at  tsb. Habib Rizieq sangat lugas dan terang menderang apa yang disampaikan, tidak ada kalimat bersayap, jelas dasar ayatnya, dan jelas juga  maksudnya dan jelas juga apa akibatnya jika bangsa yang  kita perjuangkan bersama ini, tidak mendapat Ridho Allah.

image

Bagi Pak Jokowi dan Pak JK, di momentum sakral ini merupakan peluang emas bagi Bapak , untuk  memimpin Negara ini dengan seadil-adilnya dan sejur-jujurnya. Lihatlah  Ummat Islam yang Bapak saksikan duduk dengan tertib dan menatap Bapak dengan penuh harap. Bapak bela dan lindungilah  Ummat ini yang Bapak juga ada didalamnya, hukum dan penajarakan penista  agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok demi keadilan dan persamaan didepan hukum.

Lihatlah Bapak Presiden, mereka adalah rakyat Bapak, datang dari seluruh wilayah republik ini, dalam jumlah yang besar,  tanpa biaya dari Negara, bahkan pada awalnya dilarang dan tidak mendapatkan fasilitas transportasi umum  walaupun  mereka membayar,  tetapi karena Iman dan semangat bersatu untuk mengungkapkan perasaan mereka atas penistaan agama yang dilakukan Ahok, mereka berjalan kaki ratusan kilo meter bahkan ada dengan telanjang kaki. Bapak Presiden lihat sendiri mereka tidak tampak lelah duduk tertib dan sholat Jum’at bersama Presidennya dilaangan terbuka. Sungguh pemandangan yang luar biasa dilihat dunia bahwa Presiden Republik Indonesia dengan jutaan rakyatnya menyerahkan diri kepada Allah. SWT.

chs-2

Momentum sakral ini, menjadi titik balik untuk  melihat lebih jernih lagi bagaimana seharusnya hubungan Penyelenggara Negara dengan rakyatnya dalam mengelola bangsa yang besar dan majemuk ini.  70 tahun Merdeka, persoalan idiologi bangsa sudah sangat clear. Pancasila, UUD 1945, NKRI merupakan harga mati yang tidak boleh ditawar lagi. Persoalan implementasi berbangsa dan bernegara inilah yang memang terus-menerus dikelola dengan baik dan berpegang pada komitmen dan integritas sebagai penyelenggara Negara. Rakyat Indonesia khususnya ummat Islam keinginannya sederhana saja yaitu jangan ganggu dan usik ke-Imanan mereka kepada Allah, dan jangan ganggu hubungan spiritual mereka dengan Ulamanya. Karena ulama itu pewaris nabi dan Nabi Muhammad sudah wafat 1400 tahun yang lalu. Bayangkan kalau tidak ada ulama pada siapa kita belajar agama dan tauhid, karena ilmu kita sangat terbatas. Ulama itu adalah guru yang mengajarkan kita dari tidak bisa membaca menjadi pintar membaca, dari tidak memahami makna beragama menjadi memahaminya.

Persoalan penistaan agama adalah persoalan keyakinan beragamadan juga  persoalan idiologi bangsa, khususnya pada sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan yang Maha Esa, dan  persoalan idiologi ini dalam implementasinya mengalami benturan dengan berbagai kepentingan yang sudah keluar dari hakekat idiologi Pancasila. Kepentingan kekuasaan, kepentingan bisnis, kepentingan eksistensi partai, kepentingan asing, dan kepentingan individu-individu dalam rangka mencengkram republik Indonesia dalam gemgaman pihak berkepentingan tersebut.

Dalam tarikan pusaran kepentingan tersebut, posisi Presiden memang menjadi sulit.  Dan momentum sakral AB III 212, yang dihadiri oleh Presiden dan Wakil Pfresiden  merupakan bentuk dukungan ummat Islam kepada Presiden, Kapolri, Jaksa Agung dan lembaga pengadilan untuk tetap tegar dan tegas  menegakkan hukum dengan seadil-adilnya dan selurus-lurusnya , dan siap berhadapan dan menghadapi tekanan-tekanan kepentingan yang tidak sejalan dengan kepentingan masyarakat dan rakyat Indonesia umumnya.

Bagi Ulama  sebagai pewaris nabi,  tentu punya tanggung jawab moral yang tinggi dalam menggembala ummat ini. Jangan ada yang terjebak dengan kepentingan sesaat yang ditawarkan berbagai invisible hand untuk membelokkan idiologi keimanan ummatnya dengan berbagai cara yang terkadang tidak terpuji dan mengada-ngada dalam memberikan pendapat keagamaan. Ingat janji Allah bahwa orang yang seperti ini “siksaan ku sangat pedih”.

Mission sakaral yang indah dan dahsyat ini, merupakan tonggak sejarah dan mudah-mudahan ini pertanda bahwa kejayaan Islam itu akan datang dari Indonesia yang sering saya sampaikan dalam taining-training HMI sewaktu saya menjadi aktivis HMI sejak 40 tahun yang lalu akan menjadi kenyataan. Kejayaan Islam yang dimaksud  dengan dasar Taqwa dan Iman kepada Allah, bukan melalui partai politik, bukan dengan berorientasi  kekuasaan,  tetapi DENGAN MENEMBUS  HATI UMMAT ISLAM, untuk terus bergetar jika mendengar Kalam Allah, dan terpanggil jihad fisabililah jika dinista agamanya.

Langkah PENTING  untuk mencapai Indonesia yang damai, tenteram, dan agar penyelenggara Negara kembali foKus untuk mengurus ekonomi Indonesia yang masih belum stabil, KINI berada di Kejaksaan Agung. Polisi sudah mengatakan soal penahanan Ahok tsudah menjadi wewenang Kejaksaan Agung. Kecepatan Penyidik melimpahkan perkara tersangka Ahok kepengedalian karena sudah P21,  tentu juga diharapkan diikuti dengan kecepatan untuk menahan Ahok  sampai perkaranya disidangkan ke pengadilan. Dan itu merupakan bentuk layanan hukum Kejaksaan kepada masyarakatnya (Ummat Islam), atas penistaan agama yang  dilakukan Ahok. Bapak Jaksa Agung jangan ragu, kekuatan hukum dan Ummat Islam berada dibelakang Bapak. Bismillah , Allahuakbar.

*Dosen FISIP-UNAS-FKIP UNIDA/Direktur SSDI.

Maaf jika terlalu panjang, silahkan di share.

 

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top