General Issue

Mencari Solusi Rumah Untuk Pekerja

jss-foto

Jakarta-JSS (8/9). Bertempat di Hotel Ambara Jakarta, Rabu 7 September 2016, Indonesia Housing Forum menggelar Talk Show dan Diskusi: Mencari Solusi Rumah Untuk Pekerja, yang menghadirkan para pembicara antara lain Dr. Ir. Syarif Burhanuddin, M.Eng (Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR)), Suryanti Agustinar (Senior Vice President PT. Bank Tabungan Negara, Tbk), Edy Subagyo (BPJS Ketenagakerjaan), Andi Gani Nena Wea (Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Soelaeman Soemawinata (Ketua DPD REI Banten).

Menurut Syarif Burhanuddin, “Persoalan utama perumahan bagi pekerja masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dinilai bukan dari masalah seperti tanah, listrik, infrastruktur, dan air, melainkan perihal proses administrasi pengajuan kredit pemilikan rumah (KPR)-nya. Persoalan listrik, tanah, dan air ini bukan urusan pekerja tapi pengembang. Buat pekerja justru persoalan utamanya adalah administrasinya.”

Lebih lanjut Syarif menjelaskan bahwa, “masalah administrasi ini kerap ditemui sebelum para pekerja mengajukan aplikasi KPR ke bank. Persyaratan berupa kemampuan membayar sebesar 1/3 dari pendapatan dan tidak boleh ada kredit konsumsi jangka pendek kerap membuat pekerja MBR menjadi tidak bankable. Kalau ini semua dijadikan syarat, kapan pekerja bisa punya rumah? Ini tidak akan pernah tercapai keinginan merumahkan semua pekerja itu. Jadi persoalannya adalah bagaimana mereka bisa memiliki rumah tanpa dipersulit di awal.”

Masalah berikutnya menurut Syarif adalah kesulitan dalam membayar uang muka dan cicilan setiap bulannya. Untuk dua masalah tersebut, Syarif mengaku, pihaknya telah mengatasinya dengan mengeluarkan dua kebijakan seperti penurunan suku bunga dari 10 persen menjadi hanya 1 persen dan bantuan uang muka (BUM) senilai Rp 4 juta. Sedangkan untuk cicilan, pemerintah telah menurunkan suku bunga menjadi flat 5 persen dengan tenor yang tadinya hanya 15 tahun menjadi 20 tahun. Karena pada akhirnya mereka itu bisa mencicil. Data dari BTN menunjukkan umumnya mereka yang bisa mencicil itu relatif selesai tidak sampai 20 tahun, bahkan 15 tahun atau kurang sudah bisa selesai.

Sementara itu, Suryanti Agustinar (Senior Vice President PT. Bank Tabungan Negara, Tbk) menyebutkan bahwa, “kendala bagi pekerja outsorshing untuk mendapatkan rumah adalah pada soal penjamin atau perusahaan penjamin, karena kesulitannya bila pekerja tersebut baru 1 tahun bekerja sudah berhenti bekerja atau pindah bekerja ini yang menjadi kendala bagi BTN pada saat penagihan iuran rumah mereka.”

Sedangkan soal pengadaan rumah bagi pekerja dengan kategori Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam manfaat jaminan sosial ketenagakerjaan menurut Edy Subagyo dari BPJS Ketenagakerjaan, hanya merupakan manfaat tambahan dalam sekema manfat jaminan sosial ketenagakerjaan bagi peserta BPJS Ketenagakerjaan.”

Inilah yang menurut Muhammad Joni, SH, MH, dari Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI) bahwa, “sebenarnya perumahan merupakan bagian dari jaminan sosial mengapa bagi BPJS Ketenagakerjaan hanya menempatkan masalah pengadaan rumah bagi pekerja itu sekedar sebagai manfaat tambahan, bukan menjadi manfaat yang lebih utama atau manfaat inti. Padahal keberadaan BPJS Ketenagakerjaan sebenarnya diharapkan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peserta.”

Lebih lanjut Muhammad Joni menguraikan tentang, “pentingnya untuk mengkaji keikutsertaan pekerja atau pemberi kerja di kelembagaan pendanaan tabungan perumahaan rakyat, hanya di tabungan perumahaan rakyat yang dananya berasal dari pekerja dan pemberi kerja pihak pekerja dan pemberi kerja tidak terlibat di dalamnya. Karenanya perlu dilakukan integrasi antara norma-norma pada undang-undang tabungan perumahan rakyat disesuaikan dengan norma-norma pada undang-undang ketenagakerjaan.”

Dalam Talk Show dan Diskusi: Mencari Solusi Rumah Untuk Pekerj ini Andi Gani Nena Wea (Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), mengeluhkan keberadaan rumah yang jauh dari tempat para pekerja bekerja, dan banyak Rumah Susun Sederhana yang dibangun oleh pengembang yang kosong karena para pekerja merasa takut atau tidak nyaman untuk tinggal di Rusunawa. [WT/JES]

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top