General Issue

Dokter Daeng: Regulasi Dan Pelaksanaan JKN Harus Terus Diperbaiki

DOKTER-DAENG-IDI-1

Jakarta-JSS (24/05). Regulasi dan Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan harus terus diperbaiki dan dilakukan upaya pembenahan terutama dalam hal implementasi di Faskes kepada pasien BPJS Kesehatan dan regulasi yang mengatur seluruh stakeholders yang terkait dalam penyelenggaraan JKN.

Wakil Ketua Umum/Ketua Umum Terpilih Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Dr. Daeng M Faqih, SH,MH menyoroti berbagai permasalahan dalam pelaksanaan JKN dan perlunya solusi dalam menangani berbagai permasalahan tersebut.

Dalam wawancara khusus dengan Jurnal Social Security (JSS), Dr. Daeng M Faqih, SH,MH menyampaikan bahwa “sebelumnya dalam penyelenggaraan JKN terdapat permasalahan dalam hal penentuan proveder yang hanya ditentukan oleh BPJS Kesehatan di tingkat Cabang saja, sehingga banyak menimbulkan keluhan terjadinya praktek pertemanan, kongkalikong dan tidak transparan dalam penentuan proveder dan distribusi peserta. Pada regulasi JKN yang baru (Perpres No. 19/2015 yang disempurnakan pula melalui Perpres No. 28/2016 Tentang JKN) telah mengalami perbaikan, karena dalam penentuan proveder dan distribusi peserta telah melibatkan Dinas Kesehatan, Organisasi Provesi dan Asosiasi Faskes, sehingga pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) terjadi proses yang transparan dan adil dalam penentuan proveder dan distribusi peserta.” Namun Dokter Daeng berharap itu tidak hanya sebatas regulasi dan mesti segera direalisasikan.

Hal lain yang menjadi urgen untuk diperbaiki pada tingkat FKTP menurut dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (UNIBRAW) Malang ini adalah berkaitan dengan penentuan jasa pelayanan kesehatan secara keseluruhan dan terutama jasa dokter. “Perlu suatu regulasi tentang remunerasi yang mengatur tentang pembagian jasa pelayanan kesehatan terutama jasa profesi dokter dalam pelayanan JKN di tingkat FKTP yang dinilai berdasarkan dua patokan utama yakni berdasarkan nilai dasar kompetensi profesi dokter dalam hal kapasitas, kapabilitasnya dan patokan kedua adalah berdasarkan kinerja dokter dalam melakukan pelayanan JKN bagi pasien BPJS.” Terang Dokter Daeng.

Problem krusial lainnya yang dikemukakan oleh Dokter Daeng adalah berkaitan dengan jaminan pembiayaan JKN oleh pemerintah. “Karena Undang-Undang yang mengatur tentang JKN dan BPJS itu kan berbunyi bahwa Jaminan Kesehatan itu berbunyi jaminan pembiayaan, dan karena jaminan pembiayaan mau tidak mau kita bicara tentang kecukupan. Kita tidak bisa bicara tentang jaminan kalau biaya yang tersedia untuk pelayanan JKN itu tidak cukup. Salah kaprah bila kita sudah bicara ini ada jaminan tetapi dalam kenyataannya pembiayaan pelayanan kesehatan itu tidak cukup.” Tegas Dokter Daeng.

Mengapa pembiayaan pelayanan kesehatan itu perlu pembiayaan yang cukup, menurut dokter yang pernah menjadi aktifis dan memimpin Badan Koordinasi Nasional (Bakornas) LKMI Periode 1997-1999 ini, “karena pelayanan kesehatan itu perlu mutu dan itu bisa dihitung, untuk mencapai mutu pelayanan yang sekian itu dalam pelayanan kesehatan membutuhkan biaya berapa, artinya bisa dihitung dan dikalkulasi untuk sarana ini, mutu alat kesehatan ini, mutu obat ini, mutu prosedur ini dan lainnya yang dihitung dan dikalkulasi sehingga meniscayakan soal kecukupan untuk menutupi biaya dalam pelayanan JKN tersebut.”

Pertanyaannya kemudian menurut Dokter Daeng, “apakah pemerintah sudah menghitung secara benar biaya pelayanan JKN tersebut, karena sudah berikrar mau menjamin dan menjamin itu bukan seadanya tetapi menjamin untuk mencukupi. Lain hal jika pemerintah mengatakan tidak memiliki kecukupan dana dalam menjamin pelayanan JKN seharusnya pemerintah mencari cara supaya mencukupi pelayanan JKN tersebut.”

“Jika pemerintah tidak memiliki kecukupan dalam pembiayaan JKN secara ekstrim pemerintah harus memutuskan untuk tidak menanggung semua biaya pelayanan JKN bagi pasien BPJS Kesehatan, selama ini pemerintah ingin seperti sinterklas, menanggung semua pembiayaan JKN, padahal bila pemerintah tidak memiliki kecukupan seharusnya pemerintah menetapkan hanya menanggung pembiayaan untuk pelayanan kesehatan kelas standar atau pelayanan dasar saja, hanya kelas III atau tanpa kelas, untuk kelas II dan kelas I biarkan itu pelayanan yang bersifat komersial sehingga kecukupan dana pemerintah atau BPJS Kesehatan memiliki kecukupan untuk pembiayaan JKN. Atau bila tidak ingin menempuh cara ekstrim itu maka pemerintah membuka pintu untuk iur biaya, maksudnya baik itu kelas III, kelas II atau kelas I ada porsentase pembiayaan JKN yang ditanggung sendiri atau dibayar sendiri oleh pasien BPJS Kesehatan, misalnya tanggung sendiri 20% dan 80% ditanggung oleh pemerintah sebagaimana diterapkan diberbagai negara, misalnya di Jepang. Misalnya untuk Rawat Inap misalnya nambah biaya 20%, Rawat Jalan misalnya nambah 30% karena kenyataannya pemerintah atau BPJS Kesehatan tidak mencukupi biaya.” Usul Dokter Daeng.

Pelayanan kesehatan itu harus mencukupi supaya mutunya bagus, kecuali kita tidak berorientasi pada mutu pelayanan kesehatan, pokoknya seadanya, kalau seadanyanya kan keselamatan psien jadi terganggu, misalnya prosedurnya dikurangi, obatnya dikurangi, pemeriksaannya tidak dilakukan misalnya.” Tutup Dokter Daeng.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top