General Issue

ADA APA DENGAN GOWA

picture7

OLEH : Chazali H. Situmorang/Ketua DJSN 2011-2015

 

Beberapa  hari ini, diberbagai media masa cetak dan elektronik, terlebih-lebih  media sosial, terkait dengan keberanian atau boleh juga dikatakan kenekatan Bupati Gowa, untuk memutuskan kerjasama dengan BPJS Kesehatan dalam penyelenggaraan JKN  per 1 Januari 2017.

Pemberitaan semakin hangat dan digoreng kesana kemari, karena pada evaluasi 3 tahun berjalan program JKN yang dilaksanakan oleh BPJS Kesehatan pada akhir Desember 2016 yang lalu,  ada peserta yang masih merasa belum puas,  ditambahkan lagi kebijakan Kemenkes menerbitkan  Permenkes nomor 52 dan nomor 64 tahun 2016, terkait  dengan paket Ina-CBGs, dan kenaikan  tariff kelas  rawat inap, dari kelas yang menjadi hak peserta  kekelas VIP.  Banyak RS swasta yang merasa dirugikan ( atau untung tipis?)  dan beberapa diantaranya per 1 Januri 2017 memutuskan  berhenti bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

Terkadang saya sering berfikir, kenapa bangsa ini sering bertubi-tubi dicoba oleh Allah SWT, baik karena kondisi alam dengan berbagai kejadian bencana alam, maupun  karena ulah kita sendiri yang sangat sulit untuk mengelola negara ini dengan baik, sabar,tidak  gampang marah, dan suka  membuat jalan pintas dan sering terlambat membuat keputusan  setelah semua menjadi heboh dan gaduh.

Sekilas Kabupaten Gowa

Kabupaten Gowa merupakan salah satu Kabupaten yang dikenal dunia di propinsi Sulawesi Selatan. Ibukotanya terletak di Kota Sungguminasa. Luas wilayah 1.883,32 km2 jumlah penduduk 652.942 jiwa.

Kabupaten Gowa punya perjalanan sejarah yang panjang, dan tidak asing bagi bangsa-bangsa lain. Mulai abad 15 bahkan ada yang menyebutkan abad 13,  Kerajaan Gowa merupakan kerajaan maritim yang besar pengaruhnya diperairan nusantara.  Dari kerajaan ini muncul nama pahlawan nasional  bergelar Ayam Jantan dari Timur, Sultan Hasanudin, Raja Gowa XVI yang berani melawan VOC Belanda pada tahun – tahun awal kolonialisasi di Indonesia. Kerajaan Gowa akhirnya takluk kepada Belanda lewat Perjanjian  Bungaya.  Namun meskipun sebagai kerajaan Gowa tidak lagi berjaya, kerajaan ini mampu memberi warisan terbesarnya, yaitu pelabuhan Makassar.  Pelabuhan ini berkembang menjadi kota Makassar dan dapat disebut anak kandungnya, dan kerajaan Gowa sendiri cikal bakal Kabupaten Gowa sekarang.

Dari sejarah singkat diatas, tidak diragukan lagi Kerajaan Gowa yang sekarang menjadi Kabupaten Gowa, merupakan kerajaan waktu itu yang sangat mencintai tanah akhirnya. Berjuang melawan VOC walaupun akhirnya  kalah dan menyerah. Bahkan Pahlawan Nasional yang kina kenal Sultan Hasanudin dari Kebupaten Gowa. Nasionalisme masyarakat Gowa dari dulu sampai sekarang menginspirasi masyarakat daerah lainnya di Indonesia untuk bersatu dan bertekad berjuang untuk Indonesia Merdeka

.picture6

Pemda Gowa dan JKN

Spirit nasionalisme yang tertanam jauh dalam sanubari masyarakat Gowa, tentu sudah teruji, dan semangat  senasib dan sepenanggungan dengan masyarakat lain di nusantara ini. Sebagai bangsa pelaut yang menguasai perairan nusantara tentu sangat  dihormati dan disegani dan membangun solidaritas nasional dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Oleh karena itu, serasa tak mungkin dan apa benar Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan telah mengumumkan daerah yang dipimpinnya menolak dan memutuskan kerjasama dengan BPJS Kesehatan untuk program JKN/KIS, dengan tidak lagi membayarkan iuran  PBI bagi 119 ribu warga miskin di Kabupaten Gowa per 1 Januari 2017.  Hitung-hitungan Bupati Gowa, Pemda harus mengeluarkan kocek sebesar Rp. 26 milyard ke BPJS Kesehatan, sedangkan dana yang tersedia Rp. 17 milyard. Kalau dihitung benar, yang dibayarkan iuran PBI itu lebih besar yaitu Rp. 32,8 milyar ( 119.000 x 12 bulan x Rp. 23.000/POPB).   Disisi lain sang  Bupati mengeluhkan Pemerintah Pusat memotong DAK Pemda Gowa sebesar Rp. 220 milyar. Seperti kita ketahui bersama bahwa sebagian besar Kabupaten/Kota APBDnya 70-80% bersumber dari APBN, sisanya dari PAD , bahkan ada daerah yang hanya mampu menyediakan PAD 10% dari total APBD, karena lemahnya potensi daerah yang dimiliki.

Dari yang dicermati  diberbagai media, alasan utama memutuskan kerjasama karena alasan keterbatasan anggaran, dan kekecewaan atas pemotongan dana DAK oleh Pemerintah Pusat, disertai keyakinan bahwa dengan 17 milyard, 119 ribu orang miskin dapat  dlayani kesehatannya oleh Pemda dengan gratis.

Kita tentu dapat memahami sikap Bupati Gowa. Sebagai Kabupaten yang mempunyai sejarah panjang dengan heroik kepahlawannya dalam mengawal nusantara, tentu pemotongan anggaran menyakitkan apapun yang menjadi dasar pertimbangan.  Harga diri daerah dan keyakinan Pemda untuk  dapat memberikan pelayanan kesehatan dengan gratis kepada masyarakatnya yang belum mampu sesuatu hal yang kita hormati.

Program JKN perintah Undang-Undang

Program JKN diamanatkan dalam UU SJSN, dan UU BPJS, kewajiban semua penduduk untuk ikut menjadi peserta jaminan kesehatan, yang diselenggarakan BPJS Kesehatan tanpa kecuali. Untuk pentahapan kepesertaan, disusunlah “PETA JALAN MENUJU JAMINAN KESEHATAN NASIONAL 2012-2019”  yang ditetapkan dengan keputusan presiden.  Spirit kedua UU tersebut adalah adanya 9 asas, yaitu  gotongroyong, dan layanan bersifat portabilitas, nirlaba, disamping akuntabilitas, dana amnat, keterbukaan, kehati-hatian, kepesertaan bersifat wajib, dan yang tidak kalah pentingnya adalah hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta.

Spirit asas UU, adalah membangun NKRI yang kokoh dengan pola portabilitas, yaitu setiap peserta JKN dapat dilayani diseluruh wilayah Indonesia sesuai kebutuhan tanpa harus membayar biaya pelayanan kesehatan. Jadi tidak ada sekat batas wilayah Kabupaten/Kota, propinsi. Dengan gotongroyong, harus dimaknai  bahwa  peserta yang sehat diseluruh pelosok tanah air, merelakan iuran yang dibayarkan atau dibayarkan Pemerintah, digunakan untuk membiayai peserta dipelosok tanah air yang sedang sakit. Itulah hakekat Perlindungan Sosial yang diamanatkan dalam dua UU (SJSN/BPJS).  Jadi kalau masyarakat Gowa yang menjadi peserta JKN sehat-sehat semua, bukan otomatis kewajiban iuran berhenti, tetapi tetap dibayarkan karena akan digunakan untuk warga masyarakat didaerah lain yang sakit. Sepanjang penyakitnya berindikasi medis, bahkan penyakit berat sekalipun (katastropik, kronik), seperti cuci darah secara terus menerus, operasi jantung, darah tinggi, diabetes melitus, psikotik, dan lainnya.

Persoalan kekurangan anggaran biaya kesehatan yang dikeluhkan Pemda Gowa, UU SJSN juga memberikan solusi.  Lihat pasal 17, ayat (4) “Iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu dibiayai oleh Pemerintah”. Dan yang dimaksudkan Pemerintah menurut UU  adalah Pemerintah Pusat. Artinya kewajiban membayar PBI bagi orang miskin dan tidak mampu dibayarkan dan menjadi kewajiban Pemerintah Pusat. Saat ini Pemerintah Pusat mengalokasikan APBN (Rp.  26,05  triliun ) untuk 94,4 juta penduduk yang masuk katagori miskin dan tidak mampu yang dikelola oleh BPJS Kesehatan  ( APBN 2017).  Angka tersebut hampir 40% dari total jumlah penduduk Indonesia  250 juta jiwa. Tentunya angka 94,4 juta jiwa tsb, terbagi habis diseluruh Kabupaten/Kota sesuai data yang verifikasinya   dilakukan oleh Kemensos/Dinsos setempat dan di approval oleh Bupati/walikota setempat. Menteri Dalam NegerI sesuai dengan wewenang yang diberikan UU Pemerintahan Daerah  memberikan Instruksi kepada seluruh pemerintah Daerah menggunakan  APBD untuk membayar PBI kepada BPJS Kesehatan  bagi warga miskin dan tidak mampu yang luput dan tidak masuk dalam daftar PBI yang ditetapkan Pemerintah Pusat.

Khusus untuk Kabupaten Gowa, tentunya sudah ada alokasi PBI yang disediakan Pemerintah Pusat –by nama by address-, yang validasi dan verifikasi dilakukan oleh Kemensos, BPS dan Dinsos setempat. Sesuai UU 13/2011, tentang Penanganan Fakir Miskin , pendataan orang miskin dan tidak mampu harus  disetujui/approval Bupati dan Walikota . Dengan adanya  Perpres JKN dan Instruksi Mendagri jika masih ada yang belum di cover dapat dibiayai  dari APBD,  dan saat ini sudah didata dan tercatat 119 juta jiwa orang miskin dan tidak mampu PBI-nya dibiayai Pemda sejak setahun yang lalu.

Pak Adnan Bupati Gowa, mungkin perlu mengkaji ulang atau mungkin juga sudah memikirkannya, implikasi kebijakan memutuskan kerjasama dengan BPJS Kesehatan untuk 119 ribu penduduk yang PBI-nya dibayarkan APBD, dan menyelenggarakan sendiri, berarti ada 2 pola pelayanan kesehatan, yaitu pertama, Program JKN  yang diselenggrakan BPJS Kesehatan, dan kedua, yang diselenggarakan sendiri melalui Dinas Kesehatan setempat  yang belum jelas apakah bersifat komprehensi, semua penyakit yang berindikasi medis ditanggung oleh Pemda, mulai dari promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Dualisme system  dan pola pelayanan tersebut, tentu sesuatu yang membingungkan dan menimbulkan konflik horizontal diantara masyarakat. Akan terjadi perlakuan diskriminatif terkait pelayanan yang diberikan dan portabilitas yang diterapkan JKN. Suara – suara kebingungan sudah mulai disuarakan oleh mereka yang sedang mendapatkan pelayanan JKN-BPJS Kesehatan yang kepesertaanya di non-aktifkan oleh BPJS Kesehatan.

Bapak Bupati, sebaiknya menempuh langkah yang lebih –soft  dan fair-, yaitu lakukan validasi dan verifikasi secara akurat terhadap mereka yang mendapatkan fasilitas PBI dari Pemerintah Pusat, dan yang dialokasikan  dalam program Jamkesda yang PBI-nya dibayarakan APBD, apakah mereka benar-benar masuk katagori miskin dan tidak mampu yang kriterianya telah ditetapkan BPS. Saya khawatir ada diantaranya yang sebenarnya tidak miskin tapi senang  dengan “gratis”   masuk kedalamnya. Jika sudah di –tracing-, dan menemukan “penyeludupan”  ya dengan hormat kepada meraka dimintakan untuk membiayai sendiri iuran  JKN sesuai dengan perintah UU SJSN.  Mudah-mudahan dengan langkah validasi dan verifikasi tersebut, dana 17 milyar cukup, sehingga Pak Bupati tidak perlu memutuskan kerjasama dengan BPJS Kesehatan (yang diamanatkan UU SJSN/BPJS),  dan BAPAK BUPATI MENJADI PAHLAWAN BAGI WARGANYA DAN SELURUH MASYARAKAT INDONESIA.

Cibubur,  10 Januari  2017

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top