Kebijakan Publik

Lurusnya Kali Ciliwung

collectie_tropenmuseum_de_ciliwung_tussen_de_havendammen_tmnr_3728-842
Tji-Liwung Tempo Doeloe

Oleh Ahmad Gazali*

Bila kali Ciwilung sudah lurus, diperlebar, dilengkapi transportasi air murah. Sebanding dengan transportasi darat dan udara murah, akan mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat. Masyarakat lebih kreatif untuk mewujudkan cita-cita yang lebih tinggi. Kalau bisa adil dan merata serta berkeadaban.

Dimasa transisi, masyarakat yang menonjolkan rasionalitas kearah berperadaban. Mimpi masyarakat lebih bervariasi dan kebutuhan kian banyak. Sementara kemampuan untuk bergerak cepat kurang tersedia, atau kurang mendapat perhatian pengambil kebijakan, maka akan terjadi kekosongan atau tidak tersambung antara kenyataan dengan mimpi. Menjadikan orang banyak yang mengalami stres, berujung sakit jiwa.

Bila stres dan sakit jiwa menjadi adat atau sudah lazim, tidak lagi dipersoalkan. Kehancuran sosial amat sulit disembuhkan. Bila bangunan yang tampak hancur, bisa cepat dibangun. Bila ini yang terjadi maka kitapun akan mendapatkan pemimpin yang stres dan sakit jiwa sebangun dengan masyarakatnya.

***

Menempuh kemacetan selama 5 jam, dari Gedung Stovia ke Pondok Indah, kurang lebih 50 km menjadi soal biasa bagi warga Jakarta. Kemacetan serupa, terjadi juga di Singapura, New York, Tokyo. Saya membayangkan bila kali Ciliwung segera diluruskan, diperlebar, dijadikan semacam jalan raya untuk berkenderaan air tentunya.

Penjajah Belanda, memulai membuat Ibu Kota Batavia di Bogor. Kemudian dialihkan ke Bandar, kini menjadi Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta. Dirancang sebagai Kota Air. Sungai difungsikan sebagai jalan raya. Kapan berubahnya sebagai kota darat? belum diperoleh data. Apakah ada pengkajian secara menyeluruh atau tidak, Allahu’alambisawab.

Di era Bung Karno, belum sempat ditata. Era pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla, dilanjutkan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), meluruskan kali Ciliwung. Praksis kita dipimpin militer, khusus berasal dari TNI AD, yaitu Soeharto lebih 30 tahun dan Susilo Bambang Yudoyono 10 tahun. Pembangunan transportasi air/laut dan udara tidak secepat di darat.

Ongkos yang mesti dikeluarkan untuk transportasi air/laut dan udara jauh lebih besar. Sementara keuangan negara, belum bisa menjangkau kebutuhan ril kita. Baru akhir-akhir ini, dirancang dan banyak sedikitnya mulai terujud.

Di era Bung Karno, justru banyak negara segan akan kekuatan Angkatan Laut dan Angkatan Udara kita. Saya membayangkan dimulai pelurusan kali Ciliwung dijadikan sarana transportasi air/laut seperti di jalan raya. Diharapkan dapat mengurangi kemacetan. Artinya diperlukan ketersediaan air stabil.

Perancangan membangun DKI, mesti melibatkan daerah sekitarnya, Bogor, Tangerang, Bekasi, Banten. Bogor diharapkan banyak tanam pohon berkualitas ekspor, berfungsi menyimpan air. Betul kita mau tak mau mengutamakan transportasi umum seperti Kereta Api, bus besar di darat, transportasi umum di air/laut dan transportasi murah udara.

Bila hal-hal seperti ini, menjadi kontrak politik dari pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI dan dipercaya oleh rakyat, bisa ditepati nantinya setelah terpilih. Kontrak politik menjadi kunci pemenangan. Selain program yang mampu mendorong terciptanya kedaulatan warga DKI masa ke depan.

Transportasi umum (darat, air/laut, udara) murah. Menjadi urat nadi ekonomi akan mendorong warganya berusaha lebih keras. Meujudkan cita-cita lebih tinggi dan diharapkan lebih beradab.

Kemacetan disana-sini, sampah kurang terurus, adalah cermin kondisi ril masyarakat dan pemimpinnya.***

* Penulis adalah Konsultan Pertanian Terpadu Berbasis Teknologi berdomisili di Bogor

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top