Jurnal

Rancangan Penelitian Evaluasi Implementasi Kebijakan Subsidi Beras Untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Implementasi Jaminan Sosial Dinamika dan Tantangan ke Depan
  1. Latar Belakang

Program Subsidi Beras untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah di Indonesia dimulai tahun 2002. Program ini populer dengan nama Raskin, singkatan dari nama yang digunakan sebelumnya untuk program ini, yaitu Program Beras untuk Rumah Tangga Miskin. Cikal bakal program Raskin dimulai tahun 1998, ketika itu Raskin dilakukan dalam bentuk operasi pasar yang disebut operasi pasar khusus (OPK). Raskin pada waktu itu merupakan program darurat sebagai bagian dari Jaring Pengaman Sosial (social safety net). Kegiatan tersebut dilaksanakan untuk merespon situasi krisis pangan yang merebak pada waktu itu (Pedum,2013).

Sejak tahun 2002 Raskin dijadikan salah satu program nasional, menjangkau seluruh wilayah, pelaksanaannya melibatkan berbagai instansi lintas sektor, dan seluruh jenjang pemerintahan, dari pusat hingga ke desa/kelurahan. Pada RPJMN II, 2009-2014, Raskin diposisikan sebagai salah satu program dalam klaster satu dari empat klaster program dalam Master Plan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI). Program Raskin, bersama PKH, BOS, BSM, Jamkesmas dan Jampersal dikelompokkan dalam Program Klaster I yang seluruhnya  dikategorikan sebagai program perlindungan sosial.

Program Raskin memiliki peran sangat strategis. Selain sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial, juga menyangkut tanggung jawab Negara dalam implementasi hak azasi manusia, ketahanan pangan, pengendalian stabilitas harga, pengendalian inflasi bahkan stabilitas ekonomi nasional (Pedum,2013).

Tujuan Program Raskin adalah mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Sasaran (RTS) melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan beras (Pedum Raskin, 2012, 2013, 2014). Sasaran Program Raskin tahun 2013 adalah berkurangnya beban pengeluaran sebanyak 15.530.897 RTS dalam mencukupi kebutuhan pangan beras melalui penyaluran beras bersubsidi dengan alokasi sebanyak 15 kg/ RTS/ bulan atau setara 180 kg / RTS / tahun dengan harga Rp.1.600 /kg netto di Titik  Distribusi (Pedum 2013).

Rumah Tangga Sasaran – Penerima Manfaat (RTS-PM) yang berhak mendapatkan Raskin adalah RTS yang terdaftar dalam Basis Data Terpadu untuk Program Perlindungan Sosial yang bersumber dari PPLS 2011 BPS dan dikelola oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) sebagai dasar penetapan dan sesuai dengan kemampuan anggaran pemerintah (Pedum 2013:19).

Penanggung jawab Program Raskin adalah Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Untuk pelaksanaan Program, Menko Kesra membentuk Tim Koordinasi Raskin Pusat, meliputi Pengarah, Pelaksana dan Sekretariat. Tim terdiri dari pejabat lintas kementerian/lembaga. Sejak tahun 2013 Kementerian Sosial, melalui Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan (Ditjen Dayasos dan Gulkin) bertindak sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

Dalam implementasinya Program Raskin tidak terlepas dari kelemahan atau persoalan atau kendala. Persoalan yang kerap mencuat atau diekspose di media massa antara lain adalah: kesalahan dalam menetapkan RTS; kualitas beras tidak layak; jumlah beras kurang dari pagu yang ditetapkan; beras datang terlambat,tidak tepat waktu; harga tebus lebih mahal dari yang ditetapkan; uang pembayaran terlambat disetor atau bahkan diselewengkan. Persoalan terjadi di hampir di semua daerah. Sebagai contoh di Kota Pakanbaru, data penerima raskin menjadi polemik. Hampir seluruh kecamatan hingga kelurahan menghadapi kendala dalam menyalurkan Raskin. Karena data baru yang dikeluarkan TNP2K bagi Raskin tidak tepat (http://riauaktual.com/) . Hasil penelitian sejumlah pihak yang dilakukan di banyak daerah juga mengungkapkan persoalan senada. Inti permasalahannya adalah implementasi kebijakan/program raskin belum dapat dilakukan seluruhnya sesuai yang ditetapkan, sehingga efektifitas program ini dinilai belum optimal (Astrida. 2008; Musawa. 2009; Maryana. 2011; Hastuti, Bambang S dan Sulton M. 2012; Jamhari.2012; Warasari. 2013).

Pemerintah sesungguhnya menyadari adanya kendala tersebut dan sudah berupaya melakukan perbaikan, namun hasilnya sampai sejauh ini belum seperti diharapkan. Hasil Susenas tahun 2010 mengungkapkan bahwa raskin diterima oleh semua lapisan (peringkat) rumah tangga, mulai dari peringkat terbawah (Desil 1) sampai rumah tangga pada lapisan (peringkat) teratas (Desil 10). Hasil Susenas tahun 2009 seperti dikutip oleh Bambang Widianto (2013) menunjukkan bahwa 50% penduduk Indonesia yang berada pada Desil 7 juga menerima raskin bahkan sekitar 12.5 persen penduduk terkaya juga menerima Raskin. Rata-rata jumlah beras yang diterima rumah tangga penerima manfaat hanyalah 4 kg. Hasil penelitian Sekretariat TNP2K tahun 2011 yang lalu juga menunjukkan bahwa rata-rata jumlah beras tersebut hanya ada di kisaran 5,75 kg (Menko Kesra, 2012).

Utin Kiswanti (2013), dalam evaluasi pelaksanaan program tahun 2013, mengungkapkan tujuh permasalahan Program Raskin, yaitu:

  1. Akurasi Data RTS sering diperdebatkan di daerah. Hal tersebut disebabkan: a) Dinamika kemiskinan; b) Kriteria kemiskinan; c) Sensus tidak dilakukan setiap tahun, butuh waktu dan biaya besar
  2. Data by name eputiby address RTS hasil pendataan TNP2K tidak sesuai/akurat dengan data yang ada di lapangan
  3. Ketepatan indikator dan ketersediaan anggaran. Jumlah beras yang akan disalurkan baru bisa ditetapkan setelah anggarannya tersedia, sering terjadi perubahan di tengah tahun.
  4. Anggaran yang tersedia dalam APBN tidak sesuai dengan jumlah data RTS yang ada di lapangan. Raskin dibagi rata (bagito).
  5. Hambatan Geografis/alam yang sulit (laut /danau/ sungai) tidak didukung oleh sarana dan prasarana angkutan dan infrastruktur (di beberapa daerah). Factor penghambat utama penyaluran dan variabilitas biaya angkutan
  6. Kondisi cuaca yang sangat ekstrim di beberapa daerah. Hambatan pendistribusian untuk tepat waktu
  7. Efektifitas Penyaluran Raskin sangat tergantung kebijakan dan Kemampuan pemda, yaitu untuk distribusi raskin dari TD ke RTS;

Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial pada Badan Pendidikan dan Penelitian, Kemsos, sesuai tugas dan fungsinya memandang penting melakukan evaluasi atas implementasi kebijakan / program ini. Evaluasi ini dipandang penting dilakukan mengingat selain program ini sangat strategis juga karena program ini menyangkut perlindungan sosial bagi kelompok penduduk berpenghasilan rendah, miskin dan rentan yang meliputi puluhan juta rumah tangga atau sekitar 60 juta jiwa, termasuk anak-anak dan perempuan. Pada sisi lain program ini menggunakan APBN dalam jumlah sangat besar sekitar Rp.15 sampai  20 Triliyun setiap tahun. Semua pihak, termasuk Kementerian Sosial sesuai tugas dan fungsinya amat berkepentingan agar program ini berlangsung efektif. Puslitbang Kesos melalui penelitian ini bermaksud ikut memberi kontribusi, melakukan evaluasi, menganalis kendala dan mencari alternative perbaikan kebijakan sehingga program raskin semakin efektif.

  1. Rumusan Masalah

Sesuai latar belakang seperti diuraikan di atas, pertanyaan yang hendak dijawab melalui penelitian ini adalah: “Bagaimana implementasi Kebijakan Subsidi Beras untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah di Indonesia?” Pertanyaan analitisnya adalah:

  1. Apakah Kebijakan Subsidi Beras untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah sudah berfungsi optimal sebagai perlindungan sosial bagi rumah tangga berpendapatan rendah?
  2. Apa kendala yang muncul dalam implementasi Kebijakan Subsidi Beras untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah?
  3. Bagaimana alternatif kebijakan untuk mengoptimalkan manfaat Program Subsidi Beras untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah sebagai perlindungan sosial bagi rumah tangga berpendapatan rendah?
  1. Tujuan dan Manfaat
  1. Tujuan
  2. Terdeskripsikannya fungsi Program Subsidi Beras untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah sebagai perlindungan sosial bagi rumah tangga berpendapatan rendah?
  3. Terdeskripsikannya kendala implementasi Program Subsidi Beras untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (Raskin) sebagai perlindungan sosial bagi rumah tangga berpendapatan rendah?
  4. Terdeskripsikannya alternatif kebijakan untuk mengoptimalkan fungsi Program Subsidi Beras untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (Raskin) sebagai perlindungan sosial bagi rumah tangga berpendapatan rendah?
  1. Manfaat

Masukan bagi pengambil keputusan untuk menetapkan perbaikan kebijakan Subsidi Beras untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah agar berfungsi lebih optimal sebagai perlindungan sosial bagi rumah tangga berpendapatan rendah.

  1. Kajian Pustaka

 

  1. Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Istilah atau konsep “masyarakat berpenghasilan rendah” dalam program pembangunan di Indonesia belum biasa digunakan. Dalam program raskin sendiri baru digunakan sejak tahun 2008. Istilah atau konsep ini digunakan untuk mengganti istilah atau konsep “rumah tangga  miskin” yang digunakan sejak 2002 (Pedum,2013). Dalam dokumen program belum ditemukan alasan resmi penggantian istilah ini. Namun demikian tampaknya pergantian ini dilakukan untuk lebih mencerminkan bahwa sasaran Kebijakan/Program Subsidi Beras bukan hanya kelompok penduduk yang masuk dalam kategori miskin, namun juga kelompok penduduk yang sedikit berada di atas garis kemiskinan, yaitu yang disebut hampir miskin (HM) dan rentan miskin (RM).

Dalam kehidupan, masyarakat kerap dibagi menurut besar kecil penghasilannya, menjadi tiga kelompok, yaitu: masyarakat dengan penghasilan tinggi, menengah, dan masyarakat dengan penghasilan rendah atau masyarakat bawah. Sesungguhnya tidak ada batasan jelas atau kesepakatan tunggal berapa besar penghasilan yang digolongkan tinggi, menengah atau rendah. Namun dalam konteks Kebijakan Subsidi Beras, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) kiranya tidak jauh dari garis kemiskinan.

Garis kemiskinan (GK) adalah ukuran financial dalam bentuk uang, yang ditetapkan untuk menggolongkan seseorang atau satu rumah tangga masuk dalam kategori miskin atau tidak miskin. GK ditentukan berdasarkan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar yang dimaksud meliputi dua bagian besar yaitu kebutuhan makanan dan bukan makanan. Kebutuhan makanan meliputi 52 jenis komoditas yang riil dikonsumsi masyarakat seperti beras, gula pasir, telur dan sebagainya. Disepakati bahwa untuk dapat bertahan hidup setiap orang manusia memerlukan minimum sebanyak 2100 kalori per hari. Kebutuhan bukan hanya makanan tetapi juga meliputi pengeluaran untuk perumahan, penerangan, bahan bakar, pakaian, pendidikan, kesehatan, transportasi, barang-barang tahan lama serta barang dan jasa esensial lainnya. Kebutuhan dasar (disebut juga kebutuhan pokok) minimum yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja diterjemahkan menjadi  ukuran finansial dalam bentuk uang. Nilai (besar uang yang diperlukan untuk mengadakan) kebutuhan minimum itu disebut sebagai GK (BPS,2008). Penduduk yang besar pengeluarannya di bawah GK digolongkan sebagai penduduk miskin. Sementara penduduk yang pengeluarannya lebih besar atau berada di atas GK masuk dalam kategori tidak miskin. Nilai GK tidak berubah, dari waktu ke waktu tetap,  yaitu dalam batas kemampuan memenuhi kebutuhan dasar minimum (BPS,2008). Garis kemiskinan tahun 2013 adalah sebesar Rp 289,041 untuk wilayah perkotaan dan Rp.253.273 untuk perdesaan.

Mencermati pengertian GK tersebut, sesuai dengan konsep yang dijadikan dasarnya, menjadi jelas bahwa klasifikasi miskin sesungguhnya mengandung makna kemampuan seseorang atau suatu rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Seseorang atau satu rumahtangga yang dikategorikan miskin berarti orang atau rumahtangga tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya sekali pun pada tingkat minimum. Lebih jauh, hal itu mengandung makna bahwa penduduk yang digolongkan miskin berada dalam situasi darurat, tanpa bantuan pihak lain mereka tidak mampu bertahan hidup dan bekerja.

Garis kemiskinan digunakan untuk menghitung (estimasi) jumlah dan persentasi penduduk miskin. Data yang diperoleh hanya berupa data agregasi, tidak didukung dengan identitas orang miskin, disebut juga data  makro tentang kemiskinan. Jumlah penduduk miskin Indonesia yang dipublikasikan setiap tahun adalah data makro.  Tahun 2010 misalnya, penduduk miskin Indonesia sebanyak 30,2 juta jiwa,12 persen dari total penduduk. Sesuai sifatnya, data makro biasanya digunakan untuk geographical targeting, tidak dapat digunakan untuk household targeting seperti untuk program-program social protection.

Masyarakat berpenghasilan rendah di Indonesia pertama kali didata secara nasional oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2005. Pendataan dilakukan melalui kegiatan yang disebut Pendataan Sosial Ekonomi (PSE 2005). Kemudian diperbaharui setiap tiga tahun. Tahun 2008 pembaharuan dilakukan melalui kegiatan yang disebut pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS 2008) dan diperbaharui kembali melalui PPLS 2011. Pendataan masyarakat berpenghasilan rendah dilakukan dengan menetapkan sejumlah karakteristik rumah tangga sebagai indicator. Karakteristik ini selalu disempurnakan sehingga karakteristik yang digunakan pada PSE 2005  memiliki perbedaan dengan karakteristik yang digunakan pada PPLS 2008 dan pada PPLS 2011. Pada PPLS 2011 digunakan 14 variabel. Pendataan rumah tangga berpenghasilan rendah melalui PSE 2005, PPLS 2008 dan PPLS 2011 sengaja dilakukan untuk menjawab kebutuhan data sasaran program dengan target rumah tangga, sehingga hasilnya disebut juga Rumah Tangga Sasaran (RTS).

PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN (TNP2K)

  1. Subsidi dan Perlindungan Sosial

 

Subsidi

Subsidi adalah sebuah bentuk dukungan keuangan atau barang yang diberikan terhadap suatu sektor ekonomi (atau institusi atau individu) tertentu. Pada umumnya subsidi diberikan untuk tujuan peningkatan ekonomi dan kebijakan sosial (Myers & Kent, J.  2011).  Myers dan  Kent, J. mengatakan: A subsidy is a form of financial or in kind support extended to an economic sector (or institution, business, or individual) generally with the aim of promoting economic and social policy.

Dalam kamus “Collins Dictionary of Economics” yang dikutip Wikipedia dijelaskan bahwa meskipun pada umumnya subsidi diberikan oleh pemerintah, namun istilah subsidi dapat juga berupa bentuk dukungan finansial yang diberikan lembaga non pemerintah (NGOs) kepada pihak tertentu. Sumber yang sama menjelaskan bahwa subsidi terdiri dari berbagai bentuk, yaitu: subsidi langsung (misalnya: cash grants, interest-free loans) dan subsidi tidak langsung (seperti: tax breaks,   insurance, low-interest loans, depreciation write-offs, rent rebates).

Lebih jauh, menurut “Collins Dictionary of Economics”,  subsidi dapat dibedakan menurut cakupan, luas atau terbatas, menurut legalitas: legal atau ilegal, menurut etika: etis atau tidak etis. Bentuk subsidi yang paling umum adalah subsidi kepada produsen atau subsidi kepada konsumen. Subsidi kepada produsen menjamin pelaku produksi terbaik dengan memberi dukungan harga pasar, dukungan langsung, atau pembayaran faktor-faktor produksi.  Sedangkan subsidi konsumen pada umumnya mengurangi harga barang-barang dan pelayanan kepada konsumen. Contohnya, di Amerika Serikat pada suatu waktu lebih murah membeli gas dari pada membeli air dalam kemasan.

Demikian juga di Indonesia, subsidi dapat dibedakan menjadi dua macam. Pertama, Price distorting subsidies, yaitu berupa bantuan pemerintah kepada masyarakat dalam bentuk pengurangan harga di bawah harga pasar sehingga menstimulus masyarakat untuk meningkatkan konsumsi atau pembelian komoditi tersebut. Harga yang dibayarkan lebih rendah dari harga pasar, dan pemerintah yang menanggung atau membayar selisih harga tersebut. Contoh dari subsidi ini antara lain adalah: potongan harga/tarif listrik, potongan harga untuk sewa rumah, potongan harga pupuk, beras miskin, biaya sekolah (BOS), potongan harga bahan bakar minyak (BBM). Kedua, Cash grant, yaitu merupakan bantuan pemerintah kepada masyarakat dengan memberikan sejumlah uang tunai dan alokasi konsumsi akan uang tersebut diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat penerima. Contohnya: bantuan langsung tunai (BLT). ( http://kindiboy.wordpress.com/2013/04/18/makalah-program-subsidi-pemerintah/).

Lebih lanjut “Collins Dictionary of Economics” menguraikan dampak subsidi, apakah positif atau negatif tergantung pada bentuknya. Dijelaskan, sebagai sebuah bentuk intervensi, subsidi sesungguhnya bertentangan dengan pasar. Karena itu, subsidi pada umumnya digunakan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan umum (misalnya: subsidi perumahan, subsidi biaya pendidikan). Namun subsidi dapat juga digunakan sebagai alat politik dan untuk menguntungkan perusahaan tertentu.

Mencermati kutipan di atas tampak bahwa “subsidi” lebih merupakan  terminology ekonomi. Pada intinya subsidi merupakan alat atau teknik yang digunakan untuk mempengaruhi harga suatu barang atau jasa sehingga dapat dijual atau dibeli lebih murah dari yang seharusnya. Istilah subsidi juga digunakan untuk membantu meningkatkan daya beli masyarakat melalui pemberian dukungan finansial. Dalam pengertian ini subsidi tidak mempengaruhi harga namun meningkatkan daya beli kelompok masyarakat tertentu, sehingga mampu membeli barang yang dibutuhkan. Tujuan subsidi dapat fokus atau murni untuk kepentingan kesejahteraan umum atau kelompok tertentu dan atau untuk kepentingan politik, termasuk untuk melindungi perusahaan terntentu.

 

Perlindungan Sosial

Pengertian perlindungan sosial (social protection) dikemukakan oleh berbagai pihak. Lembaga Riset PBB untuk Pembangunan Sosial (United Nations Research Institute For Social Development, 2010), mendefenisikan perlindungan sosial adalah terkait dengan pencegahan, pengelolaan dan mengatasi situasi yang mempengaruhi kesejahteraan manusia. Perlindungan sosial meliputi kebijakan dan program yang dirancang untuk mengurangi kemiskinan dan kerentanan dengan memajukan pasar tenaga kerja yang efesien, mengurangi ancaman resiko bagi masyarakat, dan meningkatkan kemampuan mengelola resiko-resiko ekonomi dan sosial, seperti pengangguran, pengucilan, sakit, kecacatan dan usia lanjut.

Hotbonar  Sinaga, dalam kata pengantar terjemahan buku Vladimir Rys (2010) yang berjudul Reinventing Social Security Worldwide: Back to Essentials, mengatakan bahwa perlindungan sosial lazimnya dipahami sebagai intervensi terpadu oleh berbagai pihak untuk melindungi individu, keluarga atau komunitas dari berbagai resiko kehidupan sehari-hari yang mungkin terjadi, atau untuk mengatasi berbagai dampak guncangan bagi kelompok – kelompok rentan di masyarakat. Kemudian, menurut Suharto (2008), perlindungan sosial dalam arti luas dapat didefinisikan sebagai segala inisiatif baik yang dilakukan oleh pemerintah, sektor swasta maupun masyarakat yang bertujuan untuk menyediakan transfer pendapatan atau konsumsi pada orang miskin, melindungi kelompok rentan terhadap risiko-risiko penghidupan (livelihood) dan meningkatkan status dan hak sosial kelompok-kelompok yang terpinggirkan di dalam masyarakat.

Sementara itu, Asian Development Bank (2008) mendefinisikan perlindungan sosial sebagai perangkat kebijakan dan program yang dirancang untuk mengurangi kemiskinan dan kerentanan dengan cara mempromosikan pasar tenaga kerja secara effisien dan mengurangi risiko kehilangan pendapatan dan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat. Kemudian, Bank Dunia (2009) mendefenisikan perlindungan sosial sebagai kebijakan publik yang membantu individu, rumah tangga, dan masyarakat untuk mengelola risiko dan mengatasi krisis dengan cara lebih baik.

Sedangkan International Labour Organisation (2008) memberikan definisi sebagai serangkaian tindakan publik yang dilakukan oleh masyarakat untuk melindungi sesama anggota masyarakat dari penderitaan sosial ekonomi yang disebabkan oleh berkurangnya atau tidak adanya penghasilan yang disebabkan oleh penyakit, melahirkan, kecelakaan kerja, cacat, usia tua dan kematian dengan menyediakan layanan kesehatan dan keuntungan lainnya bagi keluarga dan anak-anak.

Dalam Undang-undang RI nomor 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial, perlindungan sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial (pasal 1).

Mencermati kutipan-kutipan di atas, tampak bahwa substansi perlindungan sosial adalah upaya yang dilakukan oleh negara atau masyarakat dengan tujuan mengatasi atau menangani atau mencegah resiko sosial dan ekonomi yang terjadi atau mungkin terjadi dalam kehidupan individu, keluarga/rumah tangga atau komunitas/masyarakat. Hal tersebut mengandung makna bahwa perlindungan sosial mencakup kegiatan antisipasi atas resiko yang belum atau mungkin terjadi maupun mengatasi resiko yang sudah terjadi.

Perbedaan defenisi satu dengan yang lain terletak lebih pada pilihan kata untuk menunjuk cara yang ditempuh untuk tujuan mencegah atau mengatasi resiko tersebut. Menurut Hotbonar upaya yang ditempuh berupa ”intervensi terpadu”. Sementara menurut  Suharto  adalah ”segala inisiatif”. Kemudian, menurut ADB upaya yang ditempuh adalah melalui ”perangkat kebijakan dan program”. Bank Dunia, melalui ”kebijakan publik”. Sedangkan ILO mengatakan ”serangkaian tindakan publik”. Terakhir, UU No.9/2011, ”semua upaya”. Mencermati pilihan kata yang digunakan dapat dipahami bahwa upaya yang ditempuh untuk tujuan perlindungan sosial yang dimaksud adalah sangat terbuka, luas dan tidak bersifat kaku. Beberapa defenisi menunjuk upaya spesifik, misalnya:  Soeharto: menyediakan transfer pendapatan atau konsumsi;  mempromosikan pasar tenaga kerja (ADB,2008).

Sasaran perlindungan sosial yang dimaksud adalah kelompok orang tertentu. Menurut Soeharto adalah kelompok-kelompok yang terpinggirkan di dalam suatu masyarakat, yaitu miskin atau rentan. Menurut ILO adalah anggota masyarakat yang mengalami penderitaan sosial ekonomi yang disebabkan oleh berkurangnya atau tidak adanya penghasilan yang disebabkan oleh penyakit, melahirkan, kecelakaan kerja, cacat, usia tua dan atau kematian. Defenisi lainnya tidak menunjuk langsung karakteristik kriteria kelompok sasaran perlindungan sosial, namun bisa dipahami bahwa perlindungan sosial diarahkan kepada kelompok beresiko, yaitu mereka yang miskin dan hampir miskin.

Bentuk-bentuk paling umum perlindungan sosial adalah (UNRISD,. 2010):

  1. Intervensi pasar tenaga kerja, yaitu meliputi kebijakan dan program-program yang dirancang untuk memajukan dan mengefesienkan pasar tenaga kerja dan perlindungan tenaga kerja. Intervensi pasar tenaga kerja meliputi baik kebijakan aktif maupun kebijakan pasif yang menyediakan perlindungan bagi penduduk miskin, termasuk mereka bekerja. Termasuk dalam program pasive adalah jaminan pengangguran, bantuan pendapatan (income support) dan perubahan peraturan ketenagakerjaan, mengurangi kebutuhan uang pengangguran namun bukan untuk meningkatkan lapangan kerja. Sedangkan program pasar tenaga kerja aktif meliputi kegiatan yang sangat luas untuk mendorong kesempatan kerja dan produktifitas, seperti:
    1. Pelayanan pekerja meliputi: konseling, penempatan kerja, job matching, labor exchanges, dan pelayanan terkait lainnya untuk meningkatkan fungsi pasar tenaga kerja
    2. Latihan Kerja (Job Training), meliputi pelatihan atau pelatihan kembali tenaga kerja dan pemuda untuk meningkatkan supplai tenaga kerja
    3. Direct employment generation, yaitu promosi usaha kecil dan menengah (contoh: proyek pekerjaan umum, subsidi) untuk meningkatkan permintaan tenaga kerja.
  2. Jaminan sosial (social insurance), yaitu mencegah resiko terkait dengan pengangguran, kesakitan, kecacatan, pengakhiran kerja dan usia tua, seperti jaminan kesehatan atau jaminan pengangguran
  3. Bantuan sosial (social assistance), yaitu pemberian uang atau barang kepada individu atau rumahtangga yang tidak memiliki sumber nafkah seperti orangtua tunggal, gelandangan, atau yang menghadapi masalah mental atau pisik. Bantuan sosial biasanya dirancang untuk membantu orang yang paling rentan (misalnya: orangtua tunggal, korban bencana alam atau korban konflik sosial, penyandang cacat, atau orang miskin), rumah tangga dan masyarakat untuk mempertahankan atau meningktakan standar hidup. Program ini meliputi semua bentuk kegiatan umum pemerintah dan masyarakat yang dirancang untuk memberi sumber uang atau barang (seperti food transfers) kepada orang yang tidak mampu. Bantuan sosial dapat meliputi:
    1. Pelayanan kesejahteraan bagi kelompok yang sangat rentan seperti penyandang cacat, gelandangan dan korban kekerasan
    2. Pemebrian uang atau barang (cash or in-kind transfers) seperti food stamps dan bantuan keluarga (family allowance)
    3. Subsidi sementara (temporary subsidies) seperti subsidi transportasi, subsidi rumah, bantuan makanan dengan harga murah pada masa krisis.

Berdasarkan pengertian di atas menjadi jelas bahwa kebijakan subsidi beras bagi masyarakat berpenghasilan rendah di Indonesia, secara teoritis merupakan salah satu bentuk dari perlindungan sosial. Dalam kebijakan ini pemerintah memberi potongan harga sehingga masyarakat berpenghasilan rendah – kelompok yang menjadi sasaran – dapat membeli beras dengan harga lebih murah, di bawah harga pasar. Lebih lanjut, secara teoritis dengan kebijakan subsidi beras diharapkan  beban masyarakat khususnya untuk memenuhi kebutuhan pangan semakin berkurang.

Terkait subsidi untuk tujuan pemenuhan kebutuhan pangan di Amerika Serikat dikenal food stamp program (Program Kupon Makanan). Program Kupon Makanan diselenggarakan berdasarkan Food Stamp Act tahun 1964, dirancang untuk membantu memenuhi kebutuhan gizi orang miskin. Program ini berada di bawah pengawasan Kementerian Pertanian Amerika Serikat (U.S.Departement of Agriculture/USDA). Program yang dibiayai oleh pemerintah federal dan dikelola oleh pemerintah negara bagian ini disebut sebagai kategori program asistensi sosial. Program Kupon Makanan ini merupakan respon utama atas masalah kelaparan nasional di Amerika Serikat. Kupon ini hanya seharga makanan. Kupon Makanan diperuntukkan bagi orang-orang yang berpenghasilan rendah termasuk orang-orang yang bekerja namun dengan penghasilan rendah. Beberapa perkiraan mengidikasikan hanya 60 persen orang yang memenuhi syarat yang mendaftar dan benar-benar menerima manfaat.  Menurut Wells (1987) seperti dikutip Brenda (1992). ada ketimpangan informasi tentang program ini dan ada stigma bagi mereka yang menjadi penerima.

 

  1. Metode Penelitian

 

  1. Pendekatan

Berdasarkan pertimbangan heterogenitas RTS-PM dan karakteristik wilayah, penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Sejalan dengan pendekatan ini, maka penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa sebagai manusia, informan atau RTS-PM yang diteliti ini adalah makhluk yang aktif, mempunyai kebebasan, kemauan, dan perilakunya hanya dapat dipahami dalam konteks budaya dan kebutuhannya, dan perilakunya tidak semata-mata didasarkan pada hukum sebab akibat. Sejalan dengan hal ini, data yang dikumpulkan bersifat deskriptif, sehingga pengumpulan data terbaik adalah dengan observasi, wawancara tidak terstruktur, dan analisis dokumen yang terkait dengan implementasi Kebijakan Subsidi Beras Untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah.

  1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dipilih pada provinsi yang menjadi lokasi implementasi  Kebijakan Subsidi Beras Untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Mengingat berbagai keterbatasan, wilayah penelitian ini dibatasi pada 2 provinsi. Pemilihan dilakukan dengan mempertimbangkan keterwakilan provinsi dengan  populasi (Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat/RTS-PM) yang tinggi (Pulau Jawa) dan yang relatif rendah (Luar Pulau Jawa). Provinsi terpilih adalah Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi  Kepulauan Riau. Pada masing-masing provinsi dipilih satu desa/kelurahan yang terletak di kota provinsi atau kabupaten/kota yang mudah dijangkau. Pemilihan desa/kelurahan dilakukan dengan cara diundi. Melalui cara demikian diharapkan diperoleh potret implementasi kebijakan yang sedikit banyak mencerminkan kondisi umum implementasi kebijakan di desa/kelurahan lain.

  1. Informan

Informan penelitian ini meliputi dua kelompok, pertama: RTS-PM; kedua:  pengelola program.

RTS-PM dimaksud sebagai rumah tangga kasus (unit analisis), dimana akan dilakukan studi mendalam fungsi perlindungan sosial Program Subsidi Beras.  Di masing-masing desa/kelurahan lokasi penelitian diambil sebanyak 10 RTS-PM. Pemilihan RTS-PM tidak dilakukan secara acak tetapi justru dipilih mengikuti kriteria tertentu, yaitu sudah menjadi peserta program minimal selama 5 tahun. Hal ini dimaksudkan agar yang bersangkutan relatif lebih mengetahui manfaat dan kendala implementasi kebijakan yang dirasakan.

Kemudian, Pengelola program yang dimaksud adalah pejabat pemerintah dari berbagai instansi yang tergabung dalam Tim Koordinasi Raskin pada semua level pemerintahan, mulai dari Pusat, Provinsi, Kabupaten, Kecamatan sampai Pelaksana Distribusi Raskin Desa/Kelurahan di tingkat desa/kelurahan. Pemilihan pengelola dilakukan dengan mempertimbangkan pengetahuan mereka atas informasi atau seluk-beluk implementasi kebijakan pada level tertentu.

Tabel 1

Daftar Instnasi Informan

Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan

No. Tim Koordinasi  Pusat Tim Koordinasi  Provinsi Tim Koordinasi  Kab/Kota Tim Koordinasi  Kecamatan Tim Pelaksana Tkt  Desa/Kel
1. Kemenko Kesra Sekda Sekda Sekcam Ararat Desa/Kelurahan
2.  

Bappenas

Bappeda

 

Bappeda Sie Pembangunan Kecamatan  

Kelompok Kerja

3.  

TNP2K

Instansi Pemberdayaan Masyarakat Instansi Pemberdayaan Masyarakat Aktivis Pemberdayaan Masyarakat  

Warung Desa

4. Kementerian Sosial Dinas Sosial Dinas Sosial Seksi Kesos Kelompok Masyarakat
5. BPS BPS BPS Koordinator/ Mantri Statistik RTS-PM
6. Bulog Bulog Bulog Pelaksana di tk kecamatan RW/RT
7. Instansi Ketahanan Pangan Instansi Ketahanan Pangan
  1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari :

  • Wawancara

Wawancara dilakukan terhadap RTS-PM dan pihak pengelola yang terlibat dalam implementasi kebijakan. Wawancara terhadap RTS-PM terutama diarahkan untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami tentang implementasi kebijakan, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap berbagai isu terkait sesuai degan focus penelitian.

Sedangkan wawancara terhadap pengelola yang terlibat dalam implementasi kebiajakan diarahkan untuk mengesplor berbagai issu tentang prosedur, tahapan, dan atau mekanisme implementasi kebijakan.

Sejalan dengan hal ini, penelitian ini dilengkapi pedoman wawancara yang bersifat umum. Pedoman wawancara ini digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas, sekaligus menjadi daftar pengecek (check list) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan.

Pedoman wawancara untuk RTS-PM diarahkan untuk melihat fungsi perlindungan sosial kebijakan subsidi beras bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Sementara pedoman wawancara untuk pengelola atau pelaksana kebijakan diarahkan untuk melihat berbagai kendala yang muncul dalam implementasi kebijakan dengan segala implikasinya.

  • Observasi

Observasi dilakukan terhadap dua hal pokok, yaitu: Pertama, kondisi kehidupan RTS-PM. Kedua, pelaksanaan distribusi beras bersubsidi. Observasi dilakukan dengan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena yang ditemukan.  Hal ini dilakukan untuk mendeskripsikan secara rinci baik kasus-kasus RTS-PM maupun proses distribusi beras, mulai dari  setting sosial, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas.

Observasi dan wawancara dilaksakan sekaligus sehingga saling melengkapi dan dapat menggali makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut.

Selanjutnya peneliti akan menggunakan strategi pendekatan lapangan yang beragam dan secara simultan mengkombinasikan analisis dokumen, wawancara informan, dan jika mungkin berpartisipasi langsung sekaligus mengamati kegiatan.

  • Studi Dokumentasi

Hal ini dimaksudkan untuk mendalami lebih jauh secara detail aspek-aspek yang terkait dengan implementasi kebijakan. Dokumen akan diperoleh dari berbagai instansi terkait, baik pada tingkat pusat maupun daerah. Untuk itu akan dibuat daftar dokumen yang diperlukan/pedoman studi dokumentasi.

  • FGD

Teknik ini terutama dilakukan untuk memperkuat kredibilitas data penelitian. Sejalan dengan hal ini, FGD akan dilakukan dua kali dengan peserta yang berbeda sehingga mekanisme konfirmasi untuk mempertegas validitas data dapat dilakukan. Pertama  FGD dengan peserta RTS-PM dengan fokus aspek perlindungan sosial kebijakan, dan kedua  FGD dengan peserta perwakilan dari berbagai instansi yang terlibat dalam implementasi kebijakan dengan focus kendala, solusi dan alternatif kebijakan yang mungkin dikembangkan. Untuk itu akan dibuat pedoman FGD.

  1. Analisis Data

Penelitian ini akan melakukan analisis data secara deskriptif kualitatif dengan cara mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting, dan memutuskan apa yang dapat dinarasikan untuk menjawab pertanyaan dan sesuai dengan tujuan penelitian dalam perspektif CIPP.

 

  1. Kerangka Pikir

 

In put :

 

–   Kebijakan

–   RTS-PM

Process:

 

–   Mekanisme distribusi

–   Penetapan sasaran

–   dll

Product:

–   Out put: RTS yang menerima Raskin

–   Out come: pengurangan beban pengeluaran

–   Impact

 

Formulasi

Alternatif Kebijakan

Penyempurnaan Kebijakan

Subsidi Beras untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah sehingga berfungsi Optimal sebagai Perlindungan Sosial

Contex:

 

Kemiskinan

–      Data

–      Program

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. Organisasi Pelaksana Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial.  Penanggung jawab penelitian adalah Kepala Pusat Penelitian  dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial. Tim Pelaksana terdiri dari: seorang ketua dan tiga orang anggota. Tim didampingi oleh dua orang konsultan, seorang dipilih dari akademisi/perguruan tinggi yang memiliki reputasi dan seorang lainnya dari praktisi terkait Raskin. Dalam pelaksanaan pengumpulan data di daerah, Tim dibantu oleh pendamping dari Dinas Sosial atau instansi lain terkait Raskin daerah setempat.

  1. Anggaran

Penelitian ini dibiayai oleh Negara melalui DIPA Kementerian Sosial RI tahun anggaran 2014.

 

  1. Tahap dan Jadual Kegiatan

Pelaksanaan penelitian ini terbagi dalam 3 tahap kegiatan, yaitu:

  1. Tahap persiapan, meliputi:

1). Studi Dokumentasi

2). Penyusunan rancangan penelitian

3). Penyusunan instrumen

4). Uji coba instrumen

5). Perbaikan instrumen

6). Persiapan administrasi

  1. Tahap Pelaksanaan
  2. Tahap Penyusunan Laporan
  • Penyusunan Laporan
  • Seminar laporan hasil penelitian
  • Perbaikan laporan
  • Penggandaan laporan

Tabel 2

Jadual Kegiatan Penelitian Raskin, 2014

 

No.

Kegiatan Bulan
Tahap Persiapan 1 2 3 4 5 6
1 Penyususunan Rancangan  Penelitian X
2 Penyusunan Instrumen  Penelitian X
3 Pembahasan X
4 Penyempurnaan Rancangan & Instrumen X
5 Pengurusan izin ke Depdagri X
6 Advance (sampai ke lokasi) X
7 Uji Coba Instrumen X
II TAHAP PELAKSANAAN
1 Pengumpulan Data  I X
2 Studi Dokumen X
3 Wawancara Mendalam X
4 FGD (di lokasi dan kabupaten) X
5 Penyusunan draf  laporan X
6 Pembahasan hasil sementara X
7 Uji alternative kebijakan X
III PENYUSUNAN LAPORAN FINAL
1 Mengatur, mengurutkan, mengkode dan mengelompokkan data X
2 Analisis data X
3 Konsinyasi penyusunan laporan X
4 Seminar Hasil Penelitian X
5 Penyempurnaan laporan X
6 Penggandaan laporan   X

DAFTAR PUSTAKA

Astrida Dwi Kusumawardhani, (2008). Studi Implementasi Kebijakan Beras untuk Rumah Tangga Miskin (Raskin) di Kelurahan Barusari, Semarang: Resume Skripsi Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro, Semarang: UNDIP.

Bappenas, (2003). Sistem Perlindungan dan Jaminan Sosial (Suatu Kajian Awal), Jakarta: Direktorat Kependudukan, Kesejahteraan Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan, Bappenas.

Bambang Widianto, (2013). Penyempurnaan Penyaluran Program Raskin Menggunakan Kartu (Bahan paparan), Jakarta: TNP2K.

Harry Hikmat, (2013).Kriteria dan Angka Kemiskinan di Indonesia (Bahan paparan disampaikan pada Social Work Update 2013. Bandung, 26 Juni 2013).

Jamhari, (2012). Efektifitas Distribusi Raskin di Perdesaan dan Perkotaan Indonesia, dalam Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13, Nomor 1, Juni 2012, hlm.132-145. Jogyakarta: Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada

Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, (2012). Pedoman Umum Penyaluran Raskin Tahun 2012: Subsidi beras untuk masyarakat miskin, Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.

Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, (2013).Pedoman Umum Raskin Tahun 2013: Subsidi beras untuk Masyarakat Miskin, Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.

Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, (2014).Pedoman Umum Raskin Tahun 2014, Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.

Kementerian Sosial RI dan Badan Pusat Statistik, (2012). Analisis Data Kemiskinan Berdasarkan Data Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011, Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI bekerjasama dengan BPS.

Lembaga Penelitian Smeru, (2008). Efektivitas Pelaksanaan Raskin, Jakarta: Lembaga Penelitian Smeru.

Presiden RI, (2010) Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 Buku II Memperkuat Sinergi Antar Bidang Bab I Pengarus Utamaan dan Lintas Bidang, Jakarta: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Mariyam Musawa, (2009). Studi Implementasi Program Beras Miskin (Raskin) di Wilayah Kelurahan Gajah Mungkur Kecamatan Gajah Mungkur Kota Semarang, Tesis Program Magister Administrasi Publik Program Pascasarjana UNDIP, Semarang: Undip.

Menko Kesra, (2012). Sambutan pada Acara Rapat Koordinasi Pelaksanaan Penyaluran Raskin Menggunakan Kartu, Jakarta, 17 Juli 2012

Menteri Keuangan RI, (2012). Peraturan Menteri Keuangan No. 237/PMK.02/2012 tentang Tatacara Penyediaan, Penghitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Subsidi Beras bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah, Jakarta: Menkeu.

Myers, N. & Kent, J. (2001). Perverse subsidies: how tax dollars can undercut the environment and the economy. Washington, DC: Island Press.

Rt.Nina Maryana, (2011). Implementasi Program Beras Miskin (Raskin) di Kelurahan Kabayan Kecamatan Pandeglang. Sekripsi: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Sosial program studi Ilmu Administrasi Negara, Serang: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Ageng Tirtayasa.

Rudy S. Prawiradinata, (2012). Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI) (Bahan paparan  pada Temu Nasional Penanggulangan Kemiskinan,  Rabu, 5 Desember 2012).

United Nations Research Institute for Social Development (UNRISD), (2010). Combating Poverty and Inequality: Structural Change, Social Policy and Politics.

Utin Kiswanti, (2013). Pelaksanaan Program Perlindungan Sosial Tahun 2014 (Bahan paparan disampaikan dalam Evaluasi Pelaksanaan Subsidi Beras bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah (Raskin) tahun 2013, Kementerian Sosial RI Tangerang, 27 November 2013.

Vladimir Rys, (2011). Merumuskan Ulang Jaminan Sosial: Kembali ke Prinsip-Prinsip Dasar (terjemahan Dewi Wulansari) PT.Pustaka Alvabet, Cetakan 1. Jakarta. Judul asli Reinventing Social Security Worldwide: Back to Essentials diterbitkan oleh The Policy Press, University of Bristol, 2010.

Viaana, (2012). Keberhasilan Implementasi Program Raskin (Beras untuk Rakyat Miskin) di  Kelurahan Bobosan Kecamatan Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah http://viaaana.blogspot.com/2012/10/keberhasilan-implementasi- program_7854.html Rabu, 24 Oktober 2012 Kab

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top