Jurnal

Implementasi Jaminan Sosial Dinamika dan Tantangan ke Depan

Implementasi Jaminan Sosial Dinamika dan Tantangan ke Depan
chazali

Dr. Drs. Chazali H. Situmorang, Apt, M.Sc
Mantan Deputi II Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat/Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan

Pendahuluan

Era implementasi SJSN telah dimulai sejak tanggal 1 Januari 2014, sejak tanggal itu kita mempunyai badan hukum publik yang diamanatkan untuk menyelenggarakan program jaminan sosial yaitu Badan Penyelenggara Jamian Sosial (BPJS), yang terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

BPJS Kesehatan menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan bagi seluruh penduduk terhitung sejak tanggal 1 Januari 2014, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan tetap menyelenggarakan tiga program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Kematian (JKm) yang sebelumnya diselenggarakan oleh PT. Jamsostek (Persero) sampai dengan tanggal 30 Juni 2015. Terhitung tanggal 1 Juli 2015 BPJS Ketengakerjaan mulai beroperasi penuh menyelenggarakan empat program jaminan sosial sesuai dengan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Dalam rangka mempersiapkan operasionalisasi kedua BPJS tersebut, Dewan Jaminan Sosial Nasional bersama stakeholders terkait telah menyusun dokumen Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional¹ dan Peta Jalan Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan.² Kedua Peta Jalan tersebut telah diberikan payung hukum, yaitu dalam bentuk Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2014.³

BPJS Kesehatan
Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional telah dijadikan acuan bagi semua stakeholders sejak dimulainya proses transformasi PT. Askes (Persero) menjadi BPJS Kesehatan yang sekaligus persiapan operasionalisasi BPJS Kesehatan, hingga dimulainya implementasi Jaminan Kesehatan Nasional sejak tanggal 1 Januari 2014, dan seterusnya sampai dengan dicapainya Universal Coverage Jaminan Kesehatan tahun 2019.
Dokumen tersebut memuat sejumlah acuan yang meliputi: kerangka konsep, aspek peraturan perundangan, aspek kepesertaan, aspek manfaat dan iuran, aspek pelayanan keseha-tan, aspek keuangan, aspek kelembagaan dan organisasi serta kerangka implementasi.

Pada saat mulai beroperasinya BPJS Kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014, seluruh peraturan pelaksanaan program Jaminan Kesehatan sudah dapat diselesaikan sesuai dengan yang ditargetkan dalam Peta Jalan. Walaupun dari hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh DJSN dirasakan sangat sedikit waktu yang tersedia untuk memahami dan mensosialisa-sikannya kepada pemangku kepentingan.

Selain itu regulasi yang ada juga belum secara jelas dijabarkan pada peraturan turunan atau pedoman pelaksanaannya, serta masih terdapat produk hukum penyelenggaraan jaminan kesehatan yang tidak sinkron dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Untuk hal ini DJSN telah menyampaikan rekomendasi agar BPJS Kesehatan melakukan telaah dan analisis terhadap peraturan-peraturan pelaksanaan yang tidak sinkron dengan operasional pelayanan, serta melakukan pembahasan bersama pemangku kepentingan terkait untuk sinkronisasi dan harmoni-sasi peraturan pelaksanaan jaminan kesehatan.

Dari aspek kepesertaan, salah satu konsensus yang dise-pakati dalam Peta Jalan adalah penahapan perluasan kepeser-taan dengan mempertimbangkan kemudahan penarikan atau pembayaran iuran, sehingga untuk kepesertaan di kalangan pekerja diprioritaskan kepada pekerja penerima upah. Namun, konsensus ini sama sekali tidak menghalang-halangi pekerja bukan penerima upah atau pekerja mandiri untuk mendaftar sebagai peserta program jaminan kesehatan.

Ketentuan ini juga telah diatur dalam Perpres No. 111 Tahun 2013 yang menyatakan bahwa BPJS Kesehatan mulai tanggal 1 Januari 2014 tetap berkewajiban menerima pendaftaran kepesertaan yang diajukan oleh pemberi kerja dan pekerja bukan penerima upah.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa antusiasme masyarakat untuk mendaftarkan diri sebagai peserta jaminan kesehatan pada BPJS Kesehatan sangat tinggi.

Dalam Peta Jalan ditargetkan bahwa pada Tahun 2014, kepesertaan BPJS Kesehatan mencapai 121,6 juta jiwa. Dari hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan DJSN pada Semester I tahun 2014, peserta BPJS Kesehatan sudah mencapai 124,6 juta jiwa.

Tentu saja diharapkan kepada para pemberi kerja untuk segera mendaftarkan diri serta seluruh pekerjanya untuk menjadi peserta Jaminan Kesehatan pada BPJS Kesehatan. Kewajiban pemberi kerja untuk mendaftar sebagai peserta pada BPJS Kesehatan dilakukan secara bertahap. Untuk pemberi kerja pada BUMN, usaha besar, usaha menengah dan usaha kecil dilakukan paling lambat tanggal 1 Januari 2015.

Sedangkan untuk pemberi kerja pada usaha mikro paling lambat tanggal 1 Januari 2016, dan seluruh pekerja bukan menerima upah diberikan kesempatan untuk mendaftarkan dirinya dan keluarganya sampai dengan 1 Januari 2019.

Dengan demikian, pada Tahun 2019 seluruh pekerja dan pemberi kerja sudah menjadi peserta program Jaminan Kesehatan pada BPJS Kesehatan.

Kesimpulan dari hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh DJSN,­4 pada dasarnya BPJS Kesehatan telah melakukan upaya perbaikan pengelolaan program dari berbagai aspek penyelenggaraan.

Namun demikian, berbagai kendala teknis operasional tetap harus segera diselesaikan. Penyiapan sumber daya manusia BPJS Kesehatan memegang peranan penting. Komunikasi dan koordinasi dengan berbagai pihak harus secara rutin dan intensif dilaksanakan untuk mengantisipasi berbagai persoalan di lapangan.

Belum memadainya fasilitas kesehatan yang tersedia juga dirasakan belum memenuhi harapan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal. Hal ini merupakan tantangan dalam merespon antusiasme masyarakat yang sangat tinggi untuk ikut sebagai peserta program jaminan kesehatan pada BPJS Kesehatan.

Strategi yang mesti dilakukan oleh pemerintah kedepan adalah mengupayakan peningkatan alokasi iuran jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu, sehingga pada Tahun 2016 seluruhnya dapat dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Alokasi anggaran APBD di masing-masing daerah didorong untuk dapat digunakan untuk meningkatkan penyediaan fasilitas kesehatan serta SDM kesehatan.

Hal yang tidak kalah penting untuk dilakukan oleh berbagai pihak terkait adalah melakukan sosialisasi kepada seluruh masyarakat, khususnya di kalangan pekerja dan pemberi kerja, agar masing-masing pihak memahami akan hak dan kewajibannya. Seluruh pekerja berhak memperoleh jaminan kesehatan bagi dirinya dan keluarganya, dan pemberi kerja wajib mendaftarkan dirinya dan seluruh pekerjanya sebagai peserta program jaminan kesehatan.

Setiap pekerja wajib menanggung iuran yang menjadi tanggungjawabnya melalui pemotongan upah sesuai peraturan perundang-undangan. Sedangkan pemberi kerja wajib membayar iuran pekerja yang menjadi tanggung jawabnya, serta memotong upah pekerja untuk membayar iuran yang menjadi beban pekerja, dan menyetorkannya kepada BPJS Kesehatan.

Sebagian kalangan meragukan efektifitas penegakan hukum kepada pemberi kerja yang tidak mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta program jaminan sosial. Hal ini dikarenakan sanksi yang dikenakan hanya berupa sanksi administratif.

Namun dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70 Tahun 2011 yang menyatakan bahwa pekerja berhak untuk mendaftarkan diri sebagai peserta program jaminan sosial atas tanggungan pemberi kerja apabila pemberi kerja telah nyata-nyata tidak mendaftarkan pekerjanya pada BPJS. Jika para pekerja memahami akan haknya tersebut, maka penegakan hukum atas kepatuhan pemberi kerja akan sangat efektif.

Karena manakala pekerja sudah terdaftar sebagai peserta pada BPJS, maka pemberi kerja punya kewajiban untuk mem-bayar iuran yang jika tidak dipenuhi akan dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam UU BPJS.

BPJS Ketenagakerjaan
Peta Jalan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan memuat sejumlah aspek yang dijadikan acuan bagi PT. Jamsostek (Persero) yang sekarang sudah bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan, serta semua stake holder ter-kait dalam mempersiapkan operasional BPJS Ketenagakerjaan.

Aspek-aspek tersebut meliputi: aspek peraturan perun-dangan, kepesertaan, program, pengelolaan aset dan investasi, keuangan dan pelaporan, kelembagaan dan organisasi, sosiali-sasi serta monitoring dan evaluasi. Dari sisi regulasi sampai saat ini masih terus berproses. Sebagian besar regulasi yang terkait dengan kelembagaan BPJS sudah diselesaikan. Sampai saat ini masih terus berproses pembahasan regulasi yang terkait dengan program.

Dalam penyusunan regulasi, satu konsensus yang selalu menjadi acuan adalah bahwa manfaat program jaminan sosial bidang ketenagakerjaan yang selama ini diberikan dalam program Jamsostek tidak boleh berkurang.

Disamping menyelenggarakan program yang sebelumnya diselenggarakan oleh PT. Jamsostek (Persero), terdapat satu program baru yaitu program Jaminan Pensiun.Tidak terlalu rumit dalam menyusun regulasi untuk program-program yang existing, namun perlu kehati-hatian dalam menyusun regulasi untuk program Jaminan Pensiun.

Hal pokok yang terkait langsung dengan pekerja dan pemberi kerja adalah masalah kepesertaan. Beberapa langkah yang mesti dilakukan terkait aspek kepesertaan antara lain adala: strategi perluasan kepesertaan, unifikasi data peserta, pemetaan data pekerja dan perusahaan, sosialisasi dan advokasi, serta law enforcement.

Dalam rangka menjangkau target kepesertaan semesta secara efektif dan efisien, telah ditetapkan dua strategi perluasan kepesertaan, yaitu strategi kewilayahan dan strategi sektor usaha. Strategi kewilayahan adalah dengan memprioritas perluasan kepesertaan pada wilayah-wilayah dengan potensi kepesertaan yang lebih banyak.

Dalam dokumen Peta Jalan Jaminan Sosial Ketenagaker-jaan telah dipetakan potensi jumlah pekerja baik di sektor formal maupun di sektor informal. Untuk pekerja formal potensi jumlah pekerja formal terbesar adalah di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Banten, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Riau, Sulawesi Selatan, Lampung, Kalimantan Timur, dan seterusnya hingga Papua Barat. Sedangkan untuk pekerja di sektor informal jumlah pekerja yang terbanyak ada di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara, Lampung, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Banten, dan seterusnya hingga Papua Barat.

Dalam strategi sektor usaha, perluasan kepesertaan dila-kukan dengan memprioritakan sektor usaha yang telah memi-liki asosiasi. Sektor usaha yang telah memiliki asosiasi lebih mudah untuk dikoordinir karena sosialisasi dan rekruitmen peserta dapat dilakukan melalui asosiasi.
Agar para pekerja dan pemberi kerja memahami akan hak dan kewajibannya dalam penyelenggaraan program jaminan sosial, maka BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan harus melakukan sosialisasi yang efektif dan tepat sasaran.

Sosialisasi yang lebih banyak melalui media elektronik mungkin pilihan yang paling tepat, karena jangkauannya yang lebih luas. Sosialisasi yang dilakukan seyogyanya tidak hanya sekedar memperkenalkan lembaga dan program-program yang diselenggarakan. Lebih jauh lagi para calon peserta perlu diberikan informasi yang memadai mengenai hak dan kewajibannya, serta prosedur dan mekanisme yang harus ditempuh untuk dapat menjadi peserta pada BPJS.

Penutup
Kapal besar bernama BPJS telah berlayar mengarungi samudera Indonesia nan luas menuju dermaga bernama penyelenggaraan jaminan sosial nasional paripurna. Meski topan, badai dan gelombang besar menghadang, surut kita berpantang.
Kita tak perlu meminta Tuhan menghentikan topan, badai dan gelombang besar, kita hanya meminta kekuatan dan kecerdasan agar selamat melintasi berbagai dinamika penyelenggaraan jaminan sosial nasional. Semoga tulisan ini menjadi kekuatan dan mencerdaskan kita agar selamat menuju penyelenggaraan jaminan sosial nasional yang paripurna.

Catatan:

  1. Lihat Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional, Kerjasama Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perenca-naan Pembangunan Nasional, dan Dewan Jaminan Sosial Nasional, Jakarta, 2012. Lihat pula Dr. Chazali H. Situmorang, Apt, M.Sc, Reformasi Jaminan Sosial Di Indonesia Transformasi BPJS: “Indahnya Harapan Pahitnya Kegagalan”, CINTA Indonesia, Jakarta, Juni 2013. p. 279-292.
  2. Lihat Peta Jalan Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan, Kerjasama Kementerian Koordinator Bi-dang Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Perencanaan Pembangu-nan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kemente-rian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Dewan Jaminan Sosial Nasional, Jakarta 2013.
  3. Lihat Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyusunan Peta Jalan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Bidang Kesehatan dan Bidang Ketenagakerjaan.
  4. Secara lengkap hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Semester I dan Semester II Tahun 2014 dan Semester I Tahun 2015 Telah disusun dan dilaporkan kepada Presiden RI.
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top