Kebijakan Publik

PERPU Melawan Keputusan MK

6315c12b79ab6-demo-tolak-kenaikan-harga-bbm-di-patung-kuda-jakarta_1265_711

Menjelang akhir tahun 2022, tepatnya 30 Desember 2022, Presiden menerbitkan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Beleid tersebut membuat inkonstitusional bersyarat yang ditetapkan Mahkamah Konstitusi pada Undang-Undang No. 11-2020 tentang Cipta Kerja menjadi gugur.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD mengatakan Perppu No. 2-2022 diterbitkan atas dua dasar, yakni kebutuhan mendesak presiden dan kekosongan hukum. “Menurut ilmu hukum di manapun, hampir seluruh ahli hukum sependapat bahwa keadaan mendesak itu adalah hak subjektif presiden. Itu adalah kunci utama untuk dikeluarkannya Perppu,” kata Mahfud di Kantor Kepresidenan, Jumat (30/12).

Bagaimana pendapat Prof. Denny Indrayana? Beliau menyatakan, Perpu ini memanfaatkan konsep “kegentingan yang memaksa.” Hal ini pada akhirnya menegasikan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menguji formal dan memutuskan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

Denny menilai jika ada anggapan seperti diberbagai pemberitaan bahwa “Perpu No 2/2022 ini menggugurkan Putusan MK” maka hal ini yang menjadi kesalahan besar.

Sebab ini berarti presiden telah melakukan pelecehan atas putusan sekaligus kelembagaan Mahkamah Konstitusi. Presiden tidak menghormati MK. “Presiden telah melakukan Contempt of the Constitutional Court,” ungkap nya.

Sebab Mahkamah Konstitusi diberikan kewenangan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk menguji konstitusionalitas undang-undang.

Ketika MK menyatakan satu UU tidak konstitusional, maka pembuat undang-undang harus patuh dan melaksanakan putusan MK. “Bukan dengan menggugurkannya melalui Perpu,” kata Denny.

u diketahui,  putusan MK tegas menyatakan secara formal UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945.

Tetapi MK masih berbaik hati pada pembuat Undang-Undang, walaupun UU Nomor 11/2020 inkonstitusional, tidak final, tetapi bersyarat. Syaratnya apa? Diperbaiki UU tersebut, dari aspek metode _Omnibus Law_ dan partisipasi publik yang signifikan,dalam jangka waktu 2 tahun. Jika tidak, UU Cipta Kerja tidak konstitusional secara final.

Kita masih ingat, walaupun Presiden Jokowi kecewa dengan putusan MK itu, tetapi secara tegas menyatakan bahwa Pak Jokowi patuh pada keputusan MK. Jejak digital/dokumen  atas sikap Presiden tersebut,dapat kita  baca dari berbagai media elektronik dan media cetak.

Sebagai bentuk kepatuhan Pemerintah dan DPR terhadap Keputusan MK, maka UU Nomor 12/2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan diperbaiki dengan memasukkan metode _Omnibus Law_ dalam proses perencanaan penyusunan perundang-undangan. Terbitlah perubahan kedua UU P3 itu Nomor 13/2022.

Produk pertama dari UU Nomor 13/2022, lahirnya UU Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), yang juga masih menimbulkan persoalan dimasukkannya dana JHT yang berasal dari UU SJSN.

Mungkin yang menjadi kesulitan Pemerintah dan DPR yang menyepakati UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja, adalah perintah MK untuk melibatkan partisipasi aktif masyarakat secara bermakna,  dalam penyempurnaan UU Cipta Kerja dengan jangka waktu yang semakin sempit.

Jika UU Cipta Kerja itu gugur, maka pengusaha akan kecewa berat. Investasi akan seret. Pemerintah rupanya lebih takut pada pengusaha yang katanya akan membawa modal untuk pembangunan daripada berlarut larut melibatkan partisipasi masyarakat terutama para buruh yang sangat keras menentang.

Dicari lah celah hukum. Eh ketemu. Seperti apa yang dikatakan  Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Prof. Mahfud MD. “Menurut ilmu hukum di manapun, hampir seluruh ahli hukum sependapat bahwa keadaan mendesak itu adalah hak subjektif presiden. Itu adalah kunci utama untuk dikeluarkannya Perppu,” kata Mahfud di Kantor Kepresidenan, Jumat (30/12).

Lebih seru lagi yang dikatakan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, yang terkesan menakut-nakuti. Menko ini  mengatakan keadaan mendesak yang dimaksud adalah percepatan antisipasi negara terhadap kondisi global, baik terkait ekonomi maupun konflik geopolitik.

Saat ini sebanyak 30 negara telah menjadi penerima dana bantuan International Monetary Fund atau IMF. Sementara itu, Airlangga mengatakan 30 negara lainnya terancam menjadi penerima bantuan IMF ( tidak dijelaskan apakah termasuk Indonesia).

Adapun, 60 negara tersebut merupakan negara berkembang yang rentan akan krisis yang timbul dari instabilitas perekonomian global dan konflik geopolitik. “Kondisi krisis ini menjadi sangat riil. Semua negara menghadapi krisis pangan, energi, keuangan, dan perubahan iklim,” ujar Airlangga.

Maka beralasan jika Perppu No. 2-2022 dibutuhkan, agar kondisi tersebut tidak mempengaruhi perilaku dunia usaha di dalam negeri. Pasalnya, aturan tersebut dinilai akan memberikan kepastian hukum bagi para investor.

Perlu dicatat, Airlangga menyampaikan target investasi pada 2023 naik Rp 200 triliun dari target tahun ini mencapai Rp 1.400 triliun. Selain itu, target defisit anggaran pada tahun depan di bawah 3% atau hanya 2,8%.

Alasan keadaan mendesak dan kekosongan hukum dimaksud, tidak dijelaskan secara detail. *Kondisi- kondisi yang disebut Airlangga itu, tidak diuraikan secara rinci dalam indikator – indikator makro ekonomi Indonesia yang katanya sudah pada kegentingan mendesak, sehingga memerlukan daya ungkit pengusaha*.

Padahal selama ini para elite politik dan pejabat keuangan pemerintah  membanggakan pertumbuhan ekonomi kita luar biasa bertahan pada angka 5,2%.  Mana yang benar? Tolonglah jujur pada rakyat. Janganlah mengelola negara ini “serampangan” dengan narasi yang  absurd.

Pendapat Prof Mahfud diatas seorang  pakar hukum yang sedang berada di pemerintahan, berbeda dengan Pendapat Prof Denny yang juga pakar hukum tetapi sudah tidak lagi dipemerintahan. Denny menyebut, Perpu ini memanfaatkan konsep “kegentingan yang memaksa.” Dan seterusnya  sebagaimana telah saya kutip pada awal tulisan ini.

Partai Buruh Terjebak

Said Igbal, Presiden Partai Buruh bersemangat berapi-api mendukung Perpu 2/2022, dengan alasan yang sangat fundamental yakni tidak percaya lagi dengan DPR. Karena dibohongi dalam proses pembahasan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja.

Partai Buruh mengajukan 9 poin rekomendasi kepada Tim Penyusun Perpu, bersma-sama dengan Kadin. Partai Buruh juga tidak percaya lagi dengan Apindo dan memilih kawan berjuang dengan Kadin. Suatu langkah taktis yang luar biasa untuk memperjuangkan kepentingan buruh soal pengupahan dan outsourcing.

Setelah substansi Perpu No.2/2022 Tentang Cipta Kerja dengan ribuan pasal itu diterima dan dipelajari oleh Partai Buruh, Presiden  Partai Buruh Said Iqbal kecewa berat. Apa yang dijanjikan ke 9 poin perbaikan yang diinginkan jauh dari harapan.

“Sikap Partai Buruh, KSPI (Kuasa Hukum Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia), dan organisasi serikat buruh dan petani menolak atau tidak setuju dengan isi Perpu setelah mempelajari, membaca, menelaah, dan mengkaji salinan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 yang beredar di media sosial,” kata Said dalam konferensi pers secara virtual pada Ahad, 1 Januari 2023.

Buruh dibohongi lagi. Kali ini oleh Tim Penyusun Rancangan Perpu. Jika kita menyimak penjelasan Menko Perekonomian Airlangga pada pengumuman Perpu 2/2022, sepertinya menyerap aspirasi keinginan buruh. Ternyata isinya berbeda. Khusus terhadap 9 pint usulan yang disampaikan partai buruh.

Kalau dalam penyusunan UU Cipta Kerja, buruh dibohongi DPR sehingga Said Iqbal tidak lagi percaya pada DPR. Sekarang dibohongi oleh siapa?

Partai Buruh dan KSPI menggandeng Kadin dan meninggalkan Apindo dengan harapan ada teman seiring untuk berjuang. Kadin juga merangkul Buruh. Tapi jangan lupa bahwa Kadin dan Apindo itu serumpun.

Demikian juga Buruh mendekati Pemerintah dan mendukung Perpu supaya aspirasi buruh dipenuhi, dengan mengatakan tidak percaya pada DPR. Tapi buruh lupa bahwa DPR dan Pemerintah itu serumpun, bahkan saudara kandung. Partai Buruh masih harus belajar banyak soal politik. Tidak ada teman seiring yang sejati. Yang sejati itu adalah kepentingan.

Kita harus menyadari dalam geopolitik Indonesia sekarang ini. Alasan kegentingan yang mendesak dan kekosongan hukum itu kalimat sakral yang ampuh untuk menebas rintangan hukum yang sedang dihadapi. Kita dipertontonkan “kekosongan hukum dan penyusunan UU yang memerlukan waktu lama” itu dengan kenyatan sebaliknya bahwa jika Presiden berkehendak DPR dapat membuat UU dalam waktu 40 hari, UU IKN.

Tetapi UU Cipta Kerja Nomor 11/2020, pemerintah memang berhadapan dengan tembok tebal para buruh yang kencang menolak. Akhirnya berbagai siasat dilakukan. Buruh rupanya tidak bisa bersiasat? Perjuangan buruh masih panjang dan tanpa henti.

Cibubur, 2 Januari 2023

Sumber:

https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/212810/uu-no-13-tahun-2022

https://bisnis.tempo.co/read/1674588/tolak-isi-perpu-cipta-kerja-soal-penentuan-upah-partai-buruh-soroti-4-poin#:~:

https://nasional.kontan.co.id/news/pakar-hukum-denny-indrayana-terbitkan-perpu-no-22022-presiden-lecehkan-putusan-mk

https://katadata.co.id/intannirmala/berita/63aea44948d71/pemerintah-terbitkan-perppu-cipta-kerja-ini-dua-alasannya#:~:

 

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top