Pendidikan

Negeri Ibu Mulai Dilupakan

14962411_1807089042902501_520207258_n

Jakarta-JSS. (3/11). Emral Djamal Dt Rajo Mudo menyebutkan, beberapa dekade terakhir nilai-nilai luhur dari negeri ibu (penganut materilinial) dalam Adat Alam Minangkabau (AAM) sudah dilupakan. Negeri ibu adalah pemilihara nilai-nilai luhur yang semestinya diwarisi oleh generasi kini dan yang akan datang tidak saja oleh keturunan orang Minangkabau juga oleh seluruh warga Negara Indonesia.

Tidak bisa dipungkiri bahwa para tokoh pendiri bangsa diantaranya H. Agussalim, Bung Hatta, Sutan Syahrir, Muhammad Natsir berperan dalam meletakkan fundasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menyepakati Pancasila dan UUD 1945, Berketuhanan Yang Maha Esa. Pancasila sebagai alat pemersatu bila terjadi konflik di negeri ini wajib dihargai oleh generasi kini dan akan datang.

Demikian pokok pikiran yang dipaparkan oleh Emral Djamal Dt Rajo Mudo dalam forum diskusi yang diadakan Forum Komunikasi Alumni Himpunan Mahasiswa Islam Minang (Forahmi) di Matraman Jakarta Senin (31/10) malam. Emral Djamal di Jakarta seusai menerima penghargaan sebagai tokoh pelestari sastra daerah dari Sumatera Barat oleh Mendikbud Jum’at (28/10) di Hotel Bidakara Jakarta.

Pentingnya negeri ibu (sistem materlinial) kata Datuk Emral, banyak nilai-nilai luhur yang kita perlukan untuk ikut membangun bangsa sudah tidak dimengerti oleh generasi sekarang. Menyebutkan beberapa contoh, para kademisi yang studi ke negeri Belanda tentang Minangkabau. Apa yang dikumpulkan oleh Belanda sudah banyak disalahgunakan untuk kepentingan penjajah. Pada hal tidak semua naskah tradisi berhasil diambil Belanda. Masih banyak yang masih tersimpan di Rumah Gadang dan tetua yang masih hidup.

Para akademisi selalu menanyakan pada tetua, mana bukunya ? Pada hal kita tahu tetua itu tidak sekolah, tentu dengan caranya sendiri. Menurut Datuk Emral para sarjanalah yang harus membuat buku, bukan orang yang tak bersekolah. Misalnya seorang guru Sekolah Dasar minta kepada muridnya untuk mengumpulkan dua buah pantun. Guru tersebut sudah punya 80 pantun kalau muridnya ada 40 orang. Tinggal lagi guru memilah-milah, ini pantun nasehat, ini pantun agama, misalnya.

Dia mengusulkan agar di tingkat Sekolah Dasar (SD) digunakan bahasa daerah masing-masing agar anak-anak sejak dini mulai ditanamkan nilai-nilai tradisi. Datuk Emral pernah kelas 4 Sekolah Rakyat (SR) di Sukabumi Jawa Barat itu memakai bahasa setempat. Sebab di SR itu mengggunakan bahasa Sunda, maka Emral kecil tidak sekolah satu tahun.

Contoh lain. Tidak professor randai (teater tradisi) di Minangkabau justru professor randai ada di Universitas Hawai Amerika Serikat. Begitu pula professor Silat Minangkabau, adanya di Jerman dan Jepang. Ini karena ada faktor kemalasan para akademisi kita, maunya copy paste saja punya orang lain.

Anggota Dewan Pendekar di Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia (PB IPSI) khusus untuk mencari pemimpin dalam Pemilihan Umum yang dicari bukan jawara tetapi pendekar. Jawara orientasinya fisik sementara kependakaran adalah pandai akal. Maksudnya setelah mengisi kepala yang selalu kurang setingkat lagi kita mengisi dada yang juga selalu kurang karena tak ada manusia yang sempurna, katanya.

Selama satu minggu di Jakarta Datuk Emral sempat kaget melihat merk-merk toko, hotel dan lainnya layaknya di Hongkong. Pada hal kita kaya dengan nama-nama lokal yang perlu diangkat ke permukaan. Banyak istilah lokal yang layak dilestarikan. Lihat bangsa Jepang dengan semangat bushidonya tidak pernah melupakan tradisinya. Kemajuan bangsa Jepang bisa setara dengan bangsa-bangsa lain.

Diminta pendapatnya akan ada demo 4 Nopember 2016, katanya, setuju kembali ke UUD 1945 yang asli yaitu UUD 1945 yang tanggal 18 Agustus 1945, bahwa Pancasila adalah alat pemersatu bangsa ini. Kita yang hidup sekarang tidak ikut berjuang melepaskan diri dari penjajah. Oleh karena itu sewajarnyalah kita menghargai apa yang diwariskan oleh pendiri bangsa. Mereka berjuang penuh dengan keikhlasan. Ada yang menteri bajunya ditambal. Kini seorang menteri punya mobil berapa ? katanya mempertanyakan.

Sesat diujung jalan kembali ke pangkal jalan yaitu ke Pancasila dan UUD 1945 Asli. Kinilah saatnya kita melakukan koreksi total karena NKRI adalah tanggungjawab kita semua. Tidak ada yang patut dipersalahkan. Mari kita saling menghargai, saling membesarkan bukan sebaliknya, ajak Datuk Emral. (AG.03). [ ]

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top