Naufal Mahfudz: BPJS Ketenagakerjaan Menjadi Kebanggaan Bangsa

Jakarta-JSS (14/06). Setelah bertransformasi, Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan cakupan tugasnya menjadi lebih luas. Dulu Jamsostek fokus pada tenagakerja saja, bahkan lebih fokus lagi pada tenaga kerja formal, sekarang oleh negara BPJS Ketenagakerjaan diberi tugas untuk mengakuisisi, atau melibatkan, atau mengikutsertakan seluruh angkatan kerja. Demikian disampaikan Naufal Mahfudz, Direktur Umum dan SDM BPJS Ketenagakerjaan di Kantor BPJS Ketenagakerjaan, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan kepada Wahyu Triono KS dan Julhan Evendi Sianturi dari Jurnal Social Securiity (JSS).
Menurut Naufal Mahfudz, “Angkatan kerja ini sekitar 120 juta, sedangkan angkatan kerja formalnya sekitar 45 juta sampai 50 juta, yang baru kita peroleh sekarang itu masih sekitar 20 juta dari angkatan kerja formal. Tetapikan bukan hanya angkatan kerja formal yang harus kita ikut sertakan sekarang ini, jadi Direksi baru yang sejak 23 Februari 2016 yang lalu baru dilantik, diberi tugas kita tentukan bahwa perioritas program kerja kita adalah kepesertaan (perluasan peserta: red).”
Menguraikan secara rinci bagaimana strategi dalam perluasan kepesertaan, Naufal Mahfudz yang pernah menjabat sebagai Direktur SDM Kantor Berita Antara, menyatakan bahwa: Pertama, khusus untuk sektor informal memang kita harus melibatkan, atau kita tidak hanya langsung pada pekerja sektor informal itu, tetapi patner dari sektor informal itu, misalnya nelayan, kita tidak langsung kepada nelayannya itu, karena kesadaran untuk berjaminan sosial dari nelayan itu pasti sangat rendah. Maka itu kita mengandeng mitra misalnya apakah Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia, Koperasi Nelayankah atau Pemerintah Daerahnya. Misalnya ketika saya berkunjung ke Kabupaten Jember, itu Bupatinya menyediakan anggaran dalam satu tahun untuk jaminan sosial sekitar 7.000 nelayan yang ditanggung oleh Pemerintah Daerah, itu salah satunya. Seperti Gubernur DKI Jakarta, itu juga menanggung 250 ribu pekerja informalnya beberapa bulan yang lalu, selama satu tahun.
Kedua, strategi yang sedang kita rintis juga sekarang ini, kita mengetuk hati para donatur misalnya, nanti kita akan gunakan atau kelembagaannya seperti apa, para donatur yang akan memberikan premi atau iuran itu kepada BPJS dengan menanggung tenaga-tenaga informal, contoh misalnya, biasanya di komplek-komplek, ada satpam, security, petugas kebersihan, dan juga mungkin pembantu rumah tangga. Dan kemudian warga melalui katakanlah RT/RW dan lain-lain mengumpulkan dana untuk membayarkan iurannya, memang kelihatannya kecil, paling 10 atau 20 orang, tetapi kalau gerakan ini menjadi gerakan nasional itu akan banyak. Ada hal lain lagi yang kita mengetuk para dermawan untuk mendonasikan iuran untuk sektor informal. Selebihnya juga tentu penyadaran-penyadaran ke sektor-sektor informal lain, misalnya ke pedagang. Makanya campagn kita di bulan maret itu adalah kepada pedagang dan nelayan. Sosialisasi ke kawasan-kawasan industri terus kita lakukan, yang sifatnya sektor formal maupun sektor informal.
Selanjutnya, berkaitan dengan regulasi penyelenggaraan JKK, JKM, JP dan JHT, menurut Naufal Mafudz menilai bahwa, “regulasi itu sudah ada tetapi kalau kita katakan siap itu kita lihat dari sisi mana dan untuk regulasi JKK, JKM itu sudah bisa kita lakukan sebagai Jaminan Sosial dasarnya. Nah khusus JHT ini, nah memang ini kan tahun lalu itu terjadi rush, karena terjadi perubahan peraturan, ketika orang di PHK atau mengundurkan diri satu bulan kemudian bisa langsung mencairkan. Hari ini sedang kita lakukan semacam dialog, semacam penyesuaian-penyesuaian baik itu dengan pengusaha, serikat pekerja, dari pemerintah untuk meninjau peraturan ini. Jika dimungkinkan sebenarnya kembali kepada peraturan yang lalu misalnya bisa diambil setelah lima tahun masa kepesertaannya, atau setelah mengundurkan diri atau setelah risain atau setelah di PHK maka filosofi Jaminan Hari Tua itu bisa kita laksanakan dengan baik, karena kan yang namanya Jaminan Hari Tua itu bagaimana ke depan kita terjamin, bermartabat, tidak tergantung orang lain, mandiri, dan seterusnya. Nah tabungan itu, JHT itu tentu filosofinya tabungan itu bisa diambil kemudian. Cuma persoalannya lagi kalau misalnya orang yang kena PHK ini membutuhkan dana dalam waktu yang sekarang, nah bagaimana caranya, itu juga akan kita diskusikan, nah tetapi kalau orang itu mengundurkan diri misalnya mendapatkan pekerjaan yang lain, sebaiknya tidak dicairkan, tetapi dilanjutkan, karena dia punya pengahasilan lagi.”
Sementara itu Naufal Mahfud juga menyampaikan tentang problem krusial untuk JHT, anataralain adalah: “sebenarnya buat kami persoalan adalah likuiditas, karena dana-dana dari peserta ini harus kita kembangkan, untuk peserta juga, kalau kemudian terjadi rush tentu akan mengganggu penempatan-penempatan cara investasi, yang pengembangannya untuk para peserta juga, itu mengganggu, apa lagi kemudian dana dari Jaminan Sosial ini kan sebenarnya dana keseluruhan dari akumulasi dari seluruh peserta itu, bukan sebahagian saja. Kalau di luar negeri kan dana-dana ini disamping terakumulasi lebih besar, itu juga dengan jangka waktu yang lebih panjang, itu sebenarnya kembali untuk para pekerja.”
“Untuk Jaminan Pensiun (JP) tentu dengan iuran 3% tentu untuk program manfaat pasti Jaminan Pensiun itu sangat tidak cukup, maka kemudian nanti akan secara bertahap secara regulasi juga akan meningkat persentase dari iuran itu tersebut terhadap upah, sampai katakanlah menjadi 8%, memang ini memberatkan pengusaha, karena memang kita dari awal tidak mendisain sebelumnya seperti ini. Kita kan baru melakukannya di tahun lalu itu, apalagi pengusaha-pengusaha, atau perusahaan-perusahaan terutama BUMN punya Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK), jadi mereka seperti dobel, nah ini yang kemudian coba kita dekatkan lagi apakah ini bisa kita lakukan semacam program yang sinergi atau komprehensip.” Terang Naufal Mahfudz.
Harapan yang dikemukakan oleh Naufal Mahfudz dalam penyelenggaraan JHT adalah, “harapannya sih mereka yang punya Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) juga ikut serta dalam program Jaminan Pensiun (JP), sebenarnya ini buka harapan karena ini sebuah kewajiban mereka ikut ini, sedangkan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) itu tidak wajib, sedangkan ini perintah Undang-Undang. Jadi kalau boleh kita tegas-tegas ini diselesaikan, ini masuk kesini. Tetapi secara teknis tidak bisa langsung seperti itu.”
“Kata kunci penting dari BPJS Ketenagakerjaan di masa yang akan datang adalah, “menambah kepesertaan, atau memperluas kepesertaan, karena sekarang BPJS Ketenagakerjaan ini mempunyai tugas mengakuisisi atau melibatkan seluas-luasnya peserta ini tidak hanya pekerja formal tetapi juga pekerja informal bahkan seluruh masyarakat pekerja di Indonesia. Makanya visi kita sekarang adalah bagaimana BPJS Ketenagakerjaan ini menjadi kebanggaan bangsa, yang amanah, bertatakelola baik, kemudian unggul dalam operasional dan pelayanan. Kebanggaan bangsa ini maksudnya adalah bagaimana seluruh masyarakat pekerja Indonesia ini bisa masuk dalam empat program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian sebagai Jaminan Sosial dasarnya dan kemudian Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP).” Demikian tutup Naufal Mahfudz. (WTKS/JES).
