KEBIJAKAN PEMERINTAH KAITANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN

Oleh
Chazali Husni Situmorang
PENDAHULUAN
Membicarakan Kebijakan Pemerintah tentu tidak terlepas dari apa sebenarnya peran pemerintah yang diamanatkan negara untuk rakyatnya. Pemerintah adalah instrumen negara yang ditugaskan untuk melaksanakan Pemerintahan sesuai dengan Konstitusi Negara. Maka itu “pemerintah” disebut juga sebagai Penyelenggara negara dan harus mengawal dan melaksanakan idiologi negara. Idiologi negara Indonesia adalah tentu mewujudkan Negara Kesejahteraan (Welfare State) sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 khususnya yang menyangkut masalah tujuan negara Indonesia, pada intinya dapat dirumuskan sebagai “ memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehiduoan bangsa yang didasarkan pada prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Tujuan yang dimuat di dalam pembukaan tersebut kemudian di dalam batang tubuh UUD 1945 dituangkan dalam berbagai ketentuan yang menyangkut kesejahteraan rakyat.
Tugas utama pemerintah sebagai penyelenggara negara, setidak-tidaknya ada tiga hal yaitu : pertama, ebagai Administrator Pemerintahan; kedua, sebagai Administrator Pembangunan dan ketiga , sebasgai Administrator Kemasyarakatan. Diharapkan dengan tugas utama tersebut, maka upaya mewujudkan kesejahteraan dimaksud diselenggarakan dengan sistem pemerintahan yang baik, pembangunan dilaksanakan dengan tertib , prosedural, jujur, adil, efektif, efisien, dan dengan mengajak dan berperan sertanya masyarakat secara luas.
Oleh karena itu agar penyelenggaraan pemerintah dapat dilaksanakan dengan baik menurut Kavin Dayoh ada 9 karakteristik dan 9 azas yang perlu dijadikaan rujukan. 9 karakeristik tersebut adalah, pertama, partisipasi masyarakat; kedua, aturan hukum; ketiga, transparansi; keempat, sikap responsif; kelima, berorientasi pada consensus; keenam, kesetaraan/kesederajatan; ketujuh, efektifitas dan effisien; kedelapan, akuntabilitas; kesembilan, visi strategis; dan adapun kesembilan azas dimaksud adalah, pertama, asas kepastian hukum; kedua, asas tertib penyelenggaraan negara; ketiga, asas kepentingan umum; keempat, asas keterbukaan; kelima, proporsionalitas; keenam, asas profesionalitas; ketujuh, asas akuntabilitas; asa efisiensi dan kesembilan asas efektifitas.
KEBIJAKAN PEMERINTAH SEBAGAI KEBIJAKAN PUBLIK
Kebijakan pemerintah adalah suatu bentuk kebijakan publik. Karena pemerintah adalah lembaga negara yang diberikan kewenangan yang luas oleh konstitusi untuk membuat kebijakan dalam menyelenggarakan negara sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Pemahaman kebijakan pemerintah sebagai kebijakan publik, telah banyak diuraikan oleh para ahli. Beberapa nama sering kita kutip jika kita berbicara tentang kebijakan publik, antara lain, David Easton; Carl J. Friedrick; Thomas R. Dye; James F. Anderson.
Menurut David Easton, “Public policy is the authoritative of values for the whole society” Kebijakan publik adalah pengalokasian nilai nilai secara sah/paksa kepada seluruh masyarakat. Adapun kebijakan publik sebagaimana yang dirumuskan oleh Easton (dalam Thoha 2002:62-63) merupakan alokasi nilai yang otoritatif oleh seluruh masyarakat. Akan tetapi, hanya pemerintah sajalah yang berbuat secara otoritatif untuk seluruh masyarakat, dan semuanya yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau untuk tidak dikerjakan adalah hasil-hasil dari nilai-nilai tersebut. Sedangkan Friedrick merumuskan sebagai nerikut; “Public policy is the proposed course of action of a person, group, of goverment within a given environment providing obstacles and opportunities which the policy was proposed to utilize and overcome in an effort to reach a goal or realize an objective or purpose” intinya adalah kebijakan publik merupakan serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang , kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan – hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Yang lebih simpel dan paling sering dirujuk adalah pendapat Thomas R. Dye yaitu , “Public policy is whatever governments choose to do or not to do” Kebijakan publik adalah apa saja yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan. Dalam pengertian ini, pusat perhatian dari kebijakan publik tidak hanya apa yang dilakukan oleh pemerintah, melainkan termasuk apa saja yang tidak dilakukan oleh pemerintah. Apa saja yang tidak dilakukan oleh pemerintah itulah yang memberikan dampak cukup besar terhadap masyarakat seperti halnya dengan tindakan yang dilakukan pemerintah.
Selanjutnya mari kita simak pendapat Anderson, yang menyatakan;”Public policies are those policies developed by governmental bodies and officials”. Kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Pendapatan Anderson cenderung mengacu pada permasalahan teknis dan administratif saja.
Lebih lanjut Anderson menguraikan, bahwa kebijakan itu selalu mempunyai tujuan, dan isinya adalah tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah, dan yang penting apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, dan bukan apa yang bermaksud akan dilakukan. Anderson juga menyatakan bahwa kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu) dan bersifat negatif ( keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu). Kebijakan publik yang positif selalu yang berdasarkan pada peraturan perundang-undangan tertentu yang bersifat memaksa (otoritatif).
Dari berbagai pendapat diatas, yang menurut hemat kami saling melengkapi, dapat dimaknai bahwa Kebijakan Publik dibuat dalam kerangka untuk memecahkan masalah dan untuk mencapai tujuan serta sasaran tertentu yang diinginkan. Dalam konteks kesejahteraan, tentu kebijakan publik yang dilakukan pemerintah untuk mencapai tujuan serta sasaran dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat, dengan indikator-indikator Kesejahteraan yang telah ditetapkan lebih dahulu.
Kebijakan publik sebagai suatu kebijakan pemerintah adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik/pemerintah. Kebijakan pemerintah sebagai suatu keputusan yang mengikjat publik maka haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Kebijakan pemerintah oleh administrasi negara yang dijalankan oleh penyelenggara negara dan disebut juga birokrasi pemerintah. Fokus utama kebijakan pemerintah dalam negara modern adalah pelayanan publik yang merupakan segala sesuatu yang bisa dilakukan oleh negara untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas kehidupan orang banyak.
Pemerintah Indonesia secara definitif memiliki beberapa pengertian yang berbeda. Pada pengertian yang lebih luas, dapat merujuk secara kolektif pada tiga cabang kekuasaan pemerintah yakni cabang eksekutif, legislatif dan yudikatif. Selain itu juga diartikan sebagai Eksekutif da Legislatif secara bersama-sama, karena kedua cabang kekuasaan inilah yang bertanggungjawab atas tata kelola bangsa dan pembuatan undang-undang. Sedangkan pada pengertian lebih sempit, digunakan hanya merujuk pada cabang eksekutif berupa Kabinet Pemerintah karena ini adalah bagian dari pemerintah yang bertanggungjawab atas tata kelola pemerintahan sehari-hari.
AMANAT KONSTITUSI : NEGARA KESEJAHTERAAN
Amanat Konstitusi yaitu UUD 1945, pada Pembukaan ada frasa yang berbunyi “ memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa yang didasarkan pada prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Tujuan yang dimuat di dalam pembukaan tersebut dilanjutkan pada batang tubuh UUD 1945 dituangkan dalam pasal-pasal 27 ayat (2), 31, 32, 33, dan 34. Pasal 27 ayat (2) menentukan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, pasal 31 menentukan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Sementara itu, pasal 32 menentukan mengenai tugas pemerintah untuk memajukan kebudayaan nasional dan pasal 34 menentukan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Sedang pasal 33 mengatur mengenai masalah ekonomi, yang menganut sistem kekeluargaan, dan menentukan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi rakyat dan bumi dan air, dan kekayaan alam yang ada di atasnya dikuasai oleh negara.
Setelah amandemen atas UUD 1945 khususnya dengan amandemen kedua, pasal-pasal mengenai ekonomi dan kesejahteraan rakyat ditambah, yaitu dengan pasal 28H yang berbunyi : (1) setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan, (2) setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan, (3) setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat, (4) setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
Yang menjadi pertanyaan dari adanya berbagai pengaturan masalah kesejahteraan, bahkan yang oleh UUD dicanangkan sebagai tujuan didirikannya negara Republik Indonesia adalah memposisikan Indonesia menganut prinsip negara kesejahteraan. Untuk menilai apakah Indonesia benar-benar menganut sistem negara kesejahteraan, dapat dilihat berdasarkan prinsip-prinsip negara kesejahteraan sebagai acuan yaitu; cabang produksi yang penting yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; usaha-usaha swasta diluar cabang-cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak dibolehkan, tetapi negara melakukan pengaturan, sehingga tidak terjadi monopoli atau oligopoli yang akan mendistorsi pasar atau bentuk-bentuk lain yang merugikan kesejahteraan rakyat, seperti secara langsung menyediakan berbagai bentuk pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, menyediakan jaminan sosial dan jaminan hari tua bagi setiap warga negara dan lain sebagainya.
Tetapi dalam hal negara kesejahteraan yang terpenting bukanlah bagaimana bunyi undang-undang dasar negara, tetapi bagaimana praktek kenegaraannya, apakah sudah mencermnkan prinsip negara kesejahteraan. Dan apakah ketentuan mengenai kesejahteraan rakyat dalam UUD 1945 sudah dilaksanakan dan dirasakan oleh rakyat Indonesia, tentu indikator kesejahteraan dan perkembangannya sampai saat ini akan dapat kita cermati berdasarkan data-data yang diterbitkan oleh BPS.
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH
Dalam implementasi untuk melaksanakan Konstitusi UUD 1954, sebagai negara kesejahteraan, maka pemerintah telah menerbitkan berbagai peraturan perundang-undangan agar target setting yang ingin dicapai dapat dilaksanakan oleh penyelenggaran negara yaitu Pemerintah dengan perangkat birokrasi dan keterlibatan seluruh masyarakat.
Indikator Kesejahteraan dan Progres
Ada 7 indikator utama kesejahteraan yang harus dilaksanakan pemerintah sebagai negara kesejahteraan, dan perlu dilihat pencapaiannya sampai saat ini sesuai dengan rencana-rencana pembangunan yang didokumenkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah ( 5 tahun) dan Rencana Kerja Pemerintah yang disiapkan setiap tahunnya.
Untuk urusan Kependudukan, telah ada Undang-Undang Nomor 24 tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan; urusan Kesehatan ada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang merupakan pengganti UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan; urusan Pendidikan telah ada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Naasional; demikian juga sudah ada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; untuk urusan Pangan terkait Taraf dan Pola Konsumsi ada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tantang Pangan; urusan Perumahan telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tantang Perumahan dan Kawasan Pemukiman, dan terkait dengan kesejahteraan sosial dan kemiskinan diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. Tekait Jaminan Sosial telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Tentunya sebagai tindak lanjut dan penjabaran dari Undang-Undang tersebut diatas, telah diterbitkan puluhan Peraturan Pemerintah , Peraturan Presiden, Peraturan Menteri sebagai implementasi teknis dari amanat Konstitusi sebagai Negara Keaejahteraan.
Dengan adanya seperangkat aturan pelaksanaan sebagai implementasi amanat Konstitusi, baik berupa peraturan pemerintah, peraturan presiden, keputusan presiden, instruksi presiden, peraturan menteri, keputusan menteri, peraturan daerah (Perda) propinsi/kab/kota, peraturan gubernur, instruksi gubernur, peraturan bupati/walikota, instruksi bupati/walikota, berbagai pedoman yang diterbit oleh Direktur Jenderal kementerian terkait, keputusan-keputusan SKPD merupakan instrumen implementasi yang sudah ada dan menjadi acuan dalam pelaksanaan dilapangan.
Dari sisi perencanaan telah diatur dalam undang-undang nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional, dan ada undang-undang yang menetapkan rencana lembangunan jangka panjang yaitu UU Nomor 17 Tahun 2007, tentang RPJP 2005-2025. Dari UU SPN maka mekanisme perencanaan dilanksanakan dengan sisem yang baik. Dari undang-undang tersebut maka diterbitkan dokumen RPJMN 2015 – 2019 dengan Nawacitanya. RPJM ini merupakan dokumen perencanan yang telah menggabungkan platform presiden sebagai suatu dokumen visi dan misi presiden, disebut juga dengan pendekatan politik, yang kemudian digabungkan dengan dokumen perencanaan yang disiapkan Bappenas yang disusun dengan pendekatan Teknokratis. Dalam menyusun perencanaan tersebut dilengkapi juga dengn pendekatan partisipasi masyarakat, pendekatan buttom-up dan pendekatan top-down. Untuk mengatur Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional, diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2006.
Untuk menopang sistem perncanaan tersebut, maka perlu didukung dengan payung hukum yang memberikan perlindungan hukum terkait dengan pengelolaan keuangan negara untuk melaksanakan pembangunan sesuai rencana kerja pemerintah dan rencana pembangunan jangka menengah nasional (5 tahun).
Untuk menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diatur dalam Konstitusi UUD 1945, pasal 23 ayat (1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara seabagi wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, (2) Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
Berkaitan dengan Keuangan Negara terbitlah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, ditindaklanjuti dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, dan teknis operasionalnya diterbitkan berbagai Peraturan Menteri Keuangan.
Dari yang telah diutarakan diatas, maka dari aspek instrumen implementasi dengan berbagai arah kebijakan dan instrumen teknis dimaksud, maka tidak ada lagi alasan politis dan teknis agar berbagai program dan kegiatan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat oleh pemerintah pusat dan daerah untuktidak dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Perlu diketahuni dari sisi alokasi APBN 2016, dana yang disedian untuk pembangunan rakyat Indonesia ini sebesar Rp. 2.000 Triliun lebih dan tentunya digunakan untuk pembangunan diberbagai sektor oleh Pemerintah Pusat dan Daerah disamping untuk membayar utang pemerintah yang saat ini lebih dari sekitar Rp. 400 triliun, antara lain . Sektor Pendidikan sebesar 20% dari APBN, Sektor Keasehatan 5% dari APBN, dan 10% dari alokasi APBD masing-masing daerah. Alokasi subsidi besar untuk orang miskin (beras Raskin) sekitar 20 Triliun, alokasi pembangunan perumahan dan kawasan pemukiman oleh PUPR cukup besar untuk mengatasi kekurangan rumah sehat, bantuan cash transfer, dan schema-schema program lainnya yang sifatnya bantuan sosial, jaminan sosial, bantuan modal, dan lain sebagainya.
Berikut dibawah ini adalah progres yang dicapai dengan dukungan anggaran yang cukup besar dan setiap tahun terus menaik, merupakan gambaran yang dapat kita nilai bersama sejauh mana tingkat efektifitas dan efisiensinya pelaksanaan program dan kegiatan yang dilakukan pemeintah.
1. Penduduk
Indonesia merupakan satu Negara dengan penduduk yang besar. Berdasarkan data PBB, Indo nesia mendudukan urutan keempat setelah China, India dan Amerika Serikat. Saat ini jumlah penduduk Indonesia adalah 257,56 juta orang ( 3,50 % dari total penduduk dunia), China dengan jumlah penduduk 1,38 miliar rang ( 18,72% dari total penduduk duna), India dengan jumlah penduduk 1,31 miliar ( 17,84% dari total penduduk dunia, dan Amerika denan jmlah penduduk 321,77 juta orang menempatkan pada proporsi 4,38% dari penduduk dunia.
Meningkatnya jumlah penduduk akan berdampak pada munculnya permasalahan dalam hal kependudukan. Semakin banyak jumlah penduduk maka dalam penentuan kebijakan semakin banyak yang perlu dipertimbangkan dalam hal penyediaan berbagai sarana dan prasarana atau fasilitas-fasilitas umum agar kesejahteraan penduduk terjamin.
Dari sisi komposisi penduduk terlihat bahwa jumlah penduduk usia produktif ( 15 – 64 tahun) menunjukan adanya peningkatan setiap tahunnya, sementara itu jumlah penduduk tidak produktif usia 0-14 tahundan usia penduduk 65 tahun keata cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2011 komposisi penduduk usia 15-64 tahun sebesar 66,64% menjadi 67,28% pada tahun 2015, sementera itu komposisi usia penduduk 0-14 tahun menurun dari 28,32% menjadi 27,35%. Namun sebaliknya yang terjadi pada usia 65 tahun ke atas mengalami peningkatan dari 5,04% menjadi 5,37% . hal tersebut menyebabkan angka beban ketergantungan penduduk Indoneia terus mengalami penrunan setiap tahunnya. Tercatat pada ahun 2011 angka beban ketergantungan penduduk sebesar 50,06 menurun menjadi 49,25% pada tahun 2013 dan terus menurun hingga 2015 menjadi 48,63.
Angka beban ketergantungan pada tahun 2015 sebesar 48,63 berarti setiap 100 penduduk produktif menanggung 48,63 penduduk tidak produktif yang terdiri dari anak-anak dan lansia. Menurunnya angka beban ketergantungan juga dapat menggambarkan bahwa jumlah penduduk produktif yang semakin meningkat relative terhadap jumlah penduduk yang tidak produktif. Jika kecenderungan penurunan angka beban ketergantungan terus berlangsung, maka diharapkan Indonesia akan aegera mencapai fase ketika rasio ketergantungan mencapai titik terendah ( windows of opportunity).
Angka beban ketergantungan juga dapat menunjukkan tanda-tanda adanya Bonus Demografi yaitu angka ketergantungan di bawah 50 yang berarti bahwa satu orang penduduk tidak produktif ditanggung oleh satu sampai dua orang penduduk produktif. Seperti diketahui bahwa Bonus Demografi terjadi apabila mayoritas penduduk Indonesia adalah usia angkatan kerja 15 – 64 ahun, dimana penduduk pada kelompok ini menjad potensial bagi Indonesia untuk menjadi Negara maju apabila sumber daya manusianya berkualitas. Sebaliknya akan menjadi bumerang jika kualitas sumber daya manusia produktif itu rendah ( grand design pembangunan kependudukan tahun 2011-2035).
Persoalan Negara saat ini kalau kelompok usia produktif, tidak memberikan kontribusi produktifitas bagi pertumbuhan ekonomi, maka ini juga menjadi msibah demografi ( meningkatnya angka pengangguran, dan PHK).
2. Kesehatan dan Gizi
Tingkat kualitas kesehatan merupakan indicator penting untuk menggambarkan mutu pembangunan manusia suatu wilayah. Semakin sehat kndisi suatu masyarakat maka akan semakin mendukung proses dan dinamika pembangunan ekonomi suatu Negara/wilayah semakin baik. Pada akhirnya hasil dari kegiatan perekonomian adalah tingkat produktifitas penduduk suatu wilayah dapat diwujudkan berkaitan dengan pembangunan kesehatan, pemerintah melakukan berbagai program kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya memberikan kemudahan akses ;pelayanan publik, seperti Puskesmas yang sasaran utamanya menurunkan angka tingkat kesakitan masyarakat, menurunkan prevalensi gzi buruk dan gizi kurang serta meningkatkan angka harapan hidup.
Upaya lain yang dilakukan diantaranya meningkatkan akses masyarakat terhadao fasilitas kesehatan dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan berkualitas, merata serta terjangkau, yaitu dengan memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi penduduk miskin ; menyediakan smber daya kesehatan yang kompeten dan mendistribusikan tenaga kesehatan secaa merata seluruh wlayah, meningkatkan sarana dan rasarana kesehatan melalui pembangunan puskesmas, rumah sakit polindes dan posyandu serta menyediakan obat-obatan yang terjangkau oleh masyarakat.
Apakah berhasil dapat di ukur dengan beberapa indicator kesehatan antara lain angka harapan hidup, angka kematian bayi, angka kesakitan, prevalensi balita kurang gizi dan indicator lainnya yang berkaitan dengan akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan seperti persentase balita yang penolong persalinannya ditolong tenaga medis, persentase penduduk yang berobat jalan ke rumah sakit, dokter /klinik, puskesmas, dan lainnya, serta rasio tenaga kesehatan per-penduduk.
a. Derajat dan status kesehatan penduduk
Tingkat kesehatan disuatu Negara salah satunya dapat dilihat dari besarnya angka kematian bayi (AKB), dan usia harapan hidup penduduknya. AKB di Indonesia termasuk tinggi dibandingkan dengan Negara tetangga seerti Malaysia dan Singapura yang sudah di bawah 10 kematian per1000 kelahiran hidup, penurunan perlahan AKB di Indonesia dalam jangka 10 tahun. Selama beberapa tahun terakhir angka AKB Indonesia mengalami penurunan secara lambat . Dari hasil survey demografi dan kesehatan Idonesia ( SDKI) pada tahun 1991 sebesar 68 kematian per-1000 kelahiran hidup,turun menjadi 32 kematian per-1000 kelahiran hidup pada tahun 2012 ( bayangkan dalam 21 tahun turunnya baru separuh). Kondisi serupa terjadi pada angka kematian balita (AKABA) d Indonesia yang terus mengalami penurunan. Hasil SDKI pada tahun 1991 menunjukkan bahwa angka kematian balita di Indnesia sebesar 97 kematian per-1000 kelahiran hidup, kemudian menurun hingga menjadi 40 kematian per-1000 kelahiran hidup. pada tahun 2012 ( lebih 50% dalam 21 tahun).
Sumber data analisis untuk harapan hidup, tingkat kematian dan jumlah kematian pada publikasi tahun 2015 ini merujuk pada angka hasil proyeksi penduduk 2010-2015. Semakin membaiknya kondisi kesehatan masyarakat di Indonesia telah diiringi dengan peningkatan angka haraan hidup, tercatat dari berumur 70,0 tahun ( tahun 2011) menjadi lebih panjang usia mencapai 70,2 tahun (tahun 2012) dan terakhir mencapai 70,8 tahun (tahun 2015). Sedangkan menurut jenis kelamin, angka harapan hidup perempuan lebih tinggi dari laki-laki , pada tahun 2015 masing-masing sebesar 72,8 tahun untuk perempuan dan 68,9 tahun untuk laki-laki. Peningkatan angka harapan hidup ini karena sangat dipengaruhi beberapa factor, antara lain : semakin baik dan teraksesnya pelayanan kesehatan bagi semua kelompok masyarakat, keturunan dan prilaku hidup sehat oleh masyarakat. Luas dan disertai semakin baiknya kondisi social-ekonomi masyarakat disertai dukungan peningkatan kesehatan lingkungan.
Bagaimana dengan Angka kesakitan?, hasil Susenas 2014 menunjukkan Angka Kesakitan penduduk Indonesia mencapai 14,01 %, mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang mencapai 13,53%. Angka Kesakitan penduduk tahun 2014 yang tinggal di daerah perkotaan lebh rendah dari penduduk yang tinggal di daerah pedesaan, masing-masing sekitar 12,99 % dan 15,04%.
b. Pemanfaatan Fasilitas Tenaga Kesehatan
Persentase balita yang kelahirannya ditolong tenaga kesehatan meningkat dari 86,66% pada tahun 2013 menjadi 87, 09%, di tahun 2014 ( sedikit sekali hanya 0,43%), . Sedangkan penolong persalinan dengan tenaga dukun bayi terutama dipedesaan , persentasenya terus menurun dari 22,48% pada tahun 2012, turun menjadi 19,34% pada tahun 2013, dan 17,48 %pada tahun 2014 , tidak terlalu signikan penurunnya.
Perubahan sikap masyarakat khususnya diperkotaan yang berobat ke prakek dokter/klinik tahun 2014 sebesar 35,33% penduduk, dan 26,83 % yang berobat ke pskesmas. Walaupun persentase peningkatannya masih kecil sekitar 1 s/d di bawah 1%. Demikian juga angka rujukan meningkat dan pemanfaat RS untuk berobat menurun, dan pergi ke dukun bersalin memang menurun tapi dengan persentase yang kecil ( di bawah 1%).
3. Pendidikan
Pemenuhan atas hak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan dan pemerataan atas hasil pembangunan dan sekaligus merupakan investas sumber daya manusia yang diperlukan untuk mendukung keberlangsungan pembangunan. Pemerataan, akses dan peningkatan mutu pendidikan akan membuat warga negara Indonesia memiliki kecakapan dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya.
Dalam beberapa tahun kedepan pembangunan pendidikan nasional masih dihadapkan pada berbagai tantangan serius, terutama dalam upaya meningkatkan kinerja yang mencakup:
1. Pemerataan dan perluasan akses,
2. Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing,
3. Penataan tata kelola, akuntabilitas, dan citra public,
4. Peningkatan pembiayaan.
Beberapa indicator output yang dapat menunjukkan kualitas pendidikan SDM antara lain: AMH (Angka Melek Huruf), Tingkat Pendidikan, APS (Angka Partisipasi Sekolah), APK (Angka Partisipasi Kasar), dan APM (Angka Partisipasi Murni). Indikator input pendidikan sala satunya adalah fasilitas pendidikan.
a. Angka Melek Huruf (AMH)
Kegiatan membaca merupakan proses awal memasuki dunia pengetahuan yang begitu luas menuju masyarakat maju. Membaca akan mempermudah seseorang untuk memahami informasi terkait bidang kerja dan berbagai aspek yang menyangkut peningkatan kualitas hidup. Kemampuan baca – tulis dianggap penting karena melibatkan pembelajaran berkelanjutan oleh seseorang untuk dapat mencapai tujuan hidupnya. Hal ini berkaitan langsung dengan bagaimana seseorang mendapatkan pengetahuan, menggali potensinya dan berpartisipasi dalam pembangunan.
Pendudujk usia 15 tahun keatas merupakan masyarakat dewasa yang sudah seharusnya dapat membaca dan menulis huruf latin. Namun pada kenyataannya pada tahun 2014 masih ada sekitar 4,88% penduduk usia 15 tahun ke atas yang tidak dapat membaca dan menulis huruf latin, artinya bahwa dari 100 penduduk usia 15 tahun ke atas terdapat sekitar 5 orang yang tidak dapat membaca dan menulis huruf latin.
Angka melek huruf penduduk laki-laki masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan penduduk perempuan. Dibandingkan dengan tahun 2013 , AMH penduduk usia 15 tahun keatas pada tahun 2014 mengalami peningkatan pada semua penduduk tanpa membedakan jenis kelamin.
b. Angka Partisipasi Sekolah (APS).
Salah satu tujuan dari Millenium Development Goals (MDGs) adalah menjamin bahwa sampai dengan tahun 2015 semua anak, baik laki-laki maupun perempuan dapat menyelesaikan pendidikan dasar ( primary schooling). Sala satu indicator yang dapat digunakan adalah angka partisipasi sekolah (APS) untuk menilai pencapaian MDGs yaitu melihat akses pendidikan pada penduduk usia sekolah. Semakin tinggi APS semakin besar jumlah penduduk yang mempunyai kesempatan untuk mengenyam pendidikan, namun bukan berarti meningkatnya APS juga meningkatnya pemerataan kesempatan masyarakat untuk mengenyam pendidikan.
Pada tahun 2014 masih terdapat sekitar 1,08% penduduk usia 7-12 tahun yang belum mengenyam pendidikan atau tidak sekolah. Sedangkan pada kelompok usia 13-15 tahun masih cukup besar bila dibandingkan denga kelompok umur 7-12 tahun yaitu sebesar 5,56% enduduk yang belum mengenyam pendidikan.
c. Angka Partisipasi Murni (APM)
Angka partisipasi murni (APM) merupakan persentase jumlah anak yang sedang bersekola pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan usianya terhadap jumlah seluruh anak pada kelompok usia sekolah yang bersangkutan.
Peningkatan APS diikuti pula dengan peningkatan APM pada semua jenjang pendidikan pada tahun 2014. Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkatnya partisipasi dan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dan menyekolahkan untuk anak-anak mereka dengan tepat waktu. Secara umum APM SD sebesar 96,45% meningkat dari tahun sebelumnya tercatat sebesar 95,59%. APM SMP juga mengalami peningkatan dari 73,88% pada tahun 2013 menjadi 77,53% pada tahun 2014. Sedangkan untuk tingkat SMA meningkat dari 54,25% aik menjadi 59,35%. Lihat disperitas tingkat SMA sekitar 17%.
Bila dilihat berdasarkan jenis kelamin, APM SD untuk laki-laki lebih besar dibandingkan APM SD untuk perempuan, APM SD untuk laki-laki tercatat sebesar 96,60% pada tahun 2014, sedangkan APM SD untuk perempuan sebesar 96,29%, berbeda halnya dengan APM SMP dan APM SMA. APM perempuan justru lebih besar bila dibandingkan dengan APM laki-laki , APM SMP perempuan tercatat sebesar 79,28% , sementara APM SMP laki-laki sebesar 75,87% pada tahun 2014. Begitu pula pada jenjang pendidikan SMA, APM perempuan juga menunjukkan kondisi yang lebih tinggi dari pada laki-laki, APM perempuan tercatat sebesar 59,95% berbanding 58,78% APM laki-laki.
d. Putus Sekolah
Angka putus sekolah mencerminkan persentase anak-anak usia sekolah yang sudah tidak lagi bersekolah/tidak menamatkan jenjang pendidikan tertentu, indicator ini dgunakan sebagai barometer pencapaian rencana strategi dalam rangka meningkatkan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan. Banyak factor yang menyebabkan anak terpksa putus sekolah, diantaranya adalah kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan anak, keterbatasan ekonomi, keadaan geografis yang kurang menguntungkan, keterbatasan akses menuju kesekolah, jarak sekolah yang jauh atau minim fasilitas pendidikan di suatu daerah.
Angka putus sekolah menunjukkan keadaan yang berfluktuatif, sedangkan pada jenjang pendidikan SMP dan SMA angka putus sekolah menunjukkan penurunan setiap tahunnya. Jenjang pendidikan SD dari 0,90% pada tahun ajaran 2011-2012 meningkat menjadi 1,28% pada tahun berikutnya dan turun kembali menjadi 1,10% pada tahun 2013-2014. Angka putus sekolah pada jenjang SMA juga terus mengalami penurunan tiap tahunnya yaitu tercatat 1,16% pada tahun 2011-2012 menjadi 1,01% dan turun kembali menjadi 0,98% pada tahun 2013-2014.
Angka kelulusan SD hingga SMK sudah mencapai diatas 96% , bahkan angka kelulusan SD mencapai 99,73% (201-2014) tertinggi dibandingkan jenjang pendidikan yang lain. Namun angka kelulusan SMA pada tahun 2013-2014 merupakan angka kelulusan terendah disbanding jenjang pendidikan yang lain, yaitu hanya 97,86%.
4. Ketenagakerjaan
Ketenagakerjaan merupakan salah satu masaalah terbesar yang menjadi perhatian pemerintah, dimana masaalah ketenagakerjaan ini merupakan masaalah yang sangat sensitive yang harus diselesaikan dengan berbagai pendekatan agar masaalah tersebut tidak meluas yang berdampak pada penurunan kesejahteraan dan keamanan masyarakat. Berbagai masaalah dibidang ketenagakerjaan yang dihadapi pemerintah antara lain tingginya tingkat pengangguran, rendahnya perluasan kesempatan kerja yang terbuka, rendahnya kompetensi dan produktivitas tenaga kerja, serta masaalah pekerja anak.
Data dan informasi ketenagakerjaan sangat penting dalam penyusnan kebijakan, strategi dan program ketenagakerjaan dalam rangka pembangunan nasional dan pemecahan masaalah ketenagakerjaan. Beberapa indicator yang menggambarkan ketenagakerjaan antar lain Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), persentase pengangguran menurut tingkat pendidikan, persentase penduduk yang bekerja menurut kelompok lapangan usaha, persentase pekerja menurut kelompok upah/gaji/pendapatan bersih dan persentase pekerja anak.
a. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja \(TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT).
TPAK merupakan indicator ketenagakerjaan yang penting yang digunakan untuk menganalisa dan mengukur capaian hasil pembangunan. Selain itu TPAK juga merupakan indicator yang digunakan untuk mengukur jumlah besarnya angkatan kerja, yang merupakan rasio antara jumlah angkatan kerja dngan jumlah penduduk usia kerja (usia produktif 15 tahun keatas). TPAK pada kondisi bulan agustus 2014 di daerah perkotaan mengalami peningkatan sebesar 0,27% jika dibandingkan dengan kondisi yang sama tahun sebelumnya yaitu bulan agustus 2013, sedangkan di daerah perdesaan mengalami penurunan sebesar 0,62%. TPAK secara nasional mengalami penurunan sebesar 0,17%, yaitu dari 66,77% pada agustus 2013 menjadi 66,60% pada agustus 2014. Penurunan TPAK ini merupakan indikasi menurunnya kecenderungan penduduk ekonomi aktif untuk mencari atau melakukan kegiatan ekonomi. Sementara pada februari 2015 TPAK Indonesia naik menjadi 69,50% dari 69,17% pada februari 2014.
Tingkat pengangguran terbuka pada agustus 2014 diperkotaan terlihat lebih tinggi jika dibandingkan daerah perdesaan yaitu sebesar 7,12% berbanding 4,81%. Lebih tingginya TPT di daerah perkotaan menunjukkan bahwa lapangan kerja yang tersedia diperkotaan belum mampu menyerap jumlah tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Hal ini terkait dengan jumlah langan kerja yang terbatas dan adanya kecendrungan penyerapan tenaga kerja dengan keahlian khusus. Tingginya pengangguran diperkotaan juga disebabkan urbanisasi yang terjadi sehingga banyak angkatan kerja yang tadinya ada diperdesaan yang pindah ke wilayah perkotaan. Sementara sebahagian besar tenaga kerja diperdesaan terserap dikatagori pertanian, dimana katagori ini memberikan kesempatan kerja yang lebih luas karena tidak perlu mempunyai keahlian khusus.
b. Lapangan Usaha
Distribusi penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha pada dokumen ini dibagi menjadi 3 katagori lapangan usaha yaitu Pertanian ( pertanian, kehutanan, perburuan, dan perikanan), Industri ( pertambangan, dan penggalian , industri pengolahan, listrik, gas dan air serta bangunan/konstruksi), dan jasa-jasa ( perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel, angkutan, pergudangan, komunikasi, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan, serta jasa kemasyarakatan).
c. Upah/Gaji/Pendapatan bersih
Upah/gaji merupakan imbalan yang diterima oleh pekerja atas jasa yang diberikan dalam proses memproduksi barang dan jasa dalam suatu instansi / perusahaan. Upah/gaji yang diterima oleh setiap pekerja digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari baik untuk kebutuhan pribadi maupun untuk kebutuhan keluarga. Seorang pekerja dapat dikatakan hidup layak apabila upah/gaji yang diterima dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan dan sebagainya.
Jika dilihat dari rata-rata upah/gaji/pendapatan bersiha dalam sebulan dilihat menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan secara umum terjadi peningkatan rata-rata sebesar 4,02% pada agustus 2014. Bila dibandingkan antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan, pada agustus 2014 rata-rata upah/gaji pekerja perempuan mengalami peningkatan rata-rata lebih besar dibandingkan pekerja laki-laki yaitu sebesar 4,37%, sementara pekerja laki-laki rata-rata mengalami peningkatan upah/gaji hanya sebesar 3,91% dibandingkan kondisi yang sama tahun sebelumnya.
Bila pada pekerja laki-laki maupun pekerja perempuan peningkatan tertinggi rata=rata upah/gaji menurut pendidikan terakhir yang ditamatkan justru berasal dari pekerja yang tidak / belum pernah sekolah yaitu sebesar 15,32% dan 22,24% pada agustus 2014. Peningkatan rata-rata upah/gaji berikutnya berasal dari pekerja yang tidak/belum tamat SD ( 7,05%) dan pekerja dengan pendidikan tertinggi yang ditamatkan SD / Ibtidaiyah (5,99%). Kondisi yang sama juga terjadi pada pekerja perempuan dimana rata-rata upah / gaji pekerja yang tidak / belum tamat SD (16,24%) dan pekerja yang tamat SD / Ibtidaiyah ( 11,57%) pada agustus 2014.
d. Pekerja Anak ( usia 10 – 17 tahun).
Keterlibatan anak dalam dunia kerja tidaklah terjadi dengan sendirinya, melainkan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu berasal dari dalam diri anak maupun karena pengaruh lingkungan terdekat, selain itu juga disebabkan karena faktor ekonomi, sosial, budaya dan faktor-faktor lain. Dari faktor ekonomi, kemiskinan keluarga menyebabkan tidak mampunya dalam memenuhi kebutuhan pokok. Kondisi ini menyebabkan anak dengan kesadaran sendiri atau dipaksa oleh keluarga untuk bekerja, sehingga kebutuhan pokoknya dapat terpenuhi dan membantu keluarga dalam mencari nafkah.
Secara sosial ketidak harmonisan hubungan antar anggota keluarga dan pengaruh pergaulan dengan teman, merupakan faktor yang menyebabkan anak bekerja. Bagi anak, bekerja bukan sekedar kegiatan mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, tetapi juga sebagai pelampiasan atas ketidak harmonisan hubungan antara anggota keluarga. Disamping itu pekerjaan dan teman-teman ditempat bekerja merupakan tempat yang dapat dijadikan tempat bergantung bagi anak. Faktor budaya yang menyebabkan anak bekerja adalah adanya pandangan dsari sebagian masyarakat yang lebih menghargai anak yang bekerja. Mereka menganggap bahwa anak yang bekerja merupakan bentuk pengabdian pada orang tua. Faktor-faktor lain yang turut menjadi penyebab anak memasuki dunia kerja adalah tersedianya sumber lokal yang menjadi lahan pekerjaan bagi anak, pola rekruitmen yang mudah dan anak merupakan tenaga kerja yang murah dan mudah diatur.
Dampak dari pekerja anak yang secara tidak langsung akan ditanggung oleh masyarakat dan negara antara lain anak tidak memiliki bekal pendidikan dan ketrampilan yang memadai, sehingga akan memperpanjang siklus kemiskinan yang selama ini sudah dialami keluarga anak. Dampak selamjutnya adalah anak yang bekerja pada usia dini akan cenderung memiliki fisik yang lebih rapuh, merasa takut dan tidak memiliki rasa percaya diri ketika berinteraksi dengan orang lain yang baru dikenalnya. Memperhatikan dampak negatif terhadap perkembangan anak tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pekerja anak merupakan suatu masaalah yang perlu mendapat perhatian berbagai pihak. Masaalah pekerja anak bukanlah masaalah yang memiliki faktor penyebab tunggal, sehingga penanganannya perlu melibatkan beberapa pihak yang berhubungan dengan anak.
5. Taraf dan Pola Konsumsi
Pola konsumsi penduduk juga merupakan salah satu indikator sosial ekonomi masyarakat yang sangat dipengaruhi oleh budaya dan lingkungan setempat. Budaya dan prilaku lingkungan akan membentuk pola kebiasaan tertentu pada kelompok masyarakat. Data pengeluaran dapat mengungkapkan pola konsumsi rumah tangga secara umum menggunakan indikator proporsi pengeluaran untuk makanan dan non makanan. Komposisi pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan ukuran untuk menilai tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk.
Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Pengeluaran rumah tangga dibedakan menurut kelompok makanan dan non makanan. Semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan terjadi pergesaran pola pengeluaran, yaitu dari pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran bukan makanan. Hal ini terjadi karena elastisitas permintaan terhadap makanan pada umumnya rendah, begitu pula sebaliknya permintaan akan barang bukan makanan pada umumnya meningkat atau tinggi.
6. Perumahan dan Lingkungan
Rumah merupakan salah satu kebutuhan primer, kebutuhan yang paling mendasar yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia sekaligus merupakan faktor penentu indikator kesejahteraan rakyat. Rumah selain sebagai tempat tinggal, juga dapat menunjukkan stratus sosial seseorang, yang berhubungan positif dengan kualitas / kondisi rumah. Selain itu rumah juga merupakan sarana pengamanan dan ketentraman hidup bagi manusia dan menyatu dengan lingkungannya. Kualitas lingkungan rumah tinggal meempengaruhi status kesehatan penghuninya.
Undang-undang nomor 1 tahun 2011 tentang perumahan dan pemukinan mencantumkan bahwa salah satu tujuan diselenggarakannya perumahan dan kawasan permukiman yaitu untuk menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.
Definisi perumahan itu sendiri merupakan kumpulan rumah sebagai bagian dari permukinan, baik perkotaan maupun perdesaan yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan fasilitas umum sebagai upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Rumah selain sebagai tempat tinggal, juga dapat menunjukkan status sosial seseorang. Status sosial seseorang berhubugan positif dengan kualitas/kondisi rumah. Semakin tinggi status sosial seseorang semakin besar peluang untuk memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal dengan kualitas lebih baik.
7. Kemiskinan
Masaalah kemiskinan merupakan persoalan pokok bangsa Indonesia yang selalu menjadi prioritas pemerintah dan menjadi agenda rutin dalam rencana pembangunan nasional. kemiskinan dipandang sebagai ketidak mampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Angka kemiskinan yang cenderung menurun secara melambat selama beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa strategi penanggulangan ang dilakukan oleh pemerintah belum optimal. Hal ini tergambar dari belum meratanya pembangunan antar daerah di Indonesia. Meskipun demikian, permasalahan kemiskinan memang tidak dapat teratasi dengan mudah, karena kemiskinan merupakan persoalan multi dimensi yang mencakup berbagai aspek kehidupan, tidak hanya menckup sisi ekonomi, tetapi juga sisi social dan budaya. Saat ini pemerintah Indonesia terus berupaya mengentaskan kemiskinan melalui program prorakyat menggunakan pendekatan holistic, seperti program bantuan social, pemberdayaan masyarakat, dan meningkatkan mata pencaharian. Mengentasikan kemiskinan membutuhkan bantuan dari semua pihak di Indonesia, tidak cukup hanya dari pemerintah, tetapi juga dari lembaga penelitian, sector swasta dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat ( world bank).
a. Perkembangan penduduk miskin di Indonesia.
Secara umum, presentase penduduk miskin terhadap jumlah seluruh penduduk Indonesia menunjukkan tren menurun secara melambat selama periode 2012-2015. Tingkat penurunan kemiskinan yang hanya mencapai 0,3% pada tahun 2015 adalah yang terkecil sepajang periode 4 tahun terakhir. Pemerintah telah dapat menurunkan jumlah penduduk miskin dari 29,13 juta jiwa (11, 96%) pada tahun 2012 menjadi 28,59 juta jiwa (11,22%), pada Maret 2015. Meskipun menurun disbanding tahun 2012, tetapi sejak tahun 2013 jumlah penduduk miskin selalu meningkat setiap tahunnya. Di tahun 2015, jumlah penduduk miskin mengalami jumlah peningkatan sebanyak 310.000 jiwa dari tahun 2014 dan 520.000 jiwa dari tahun 2013. Peningkatan jumlah penduduk miskin karena meningkatkan harga beberapa komoditas bahan pokok dipasaran dan naiknya bahan bakar minyak selama 2 tahun terakhir.
Jika ditinjau dari daerah tempat tinggal, penduduk miskin masih didominasi oleh penduduk yang tinggal diperdesaan. Jumlah penduduk miskin diperdesaan hamper dua kali dari penduduk miskin diperkotaan. Masih banyak jumlah penduduk miskin perdesaan disebabkan oleh kurangnya infrastruktur yang mendukung, serta masalah keterbatasan akses penduduk terhadap sarana dan prasarana transportasi, kesehatan, dan pendidikan.
Penyebab lebih spesifik dari masalah kemiskinan ini dapat terlihat dari kondisi social demografi, pendidikan dan ketenagakerjaan dari kepala rumah tangga. Data tahun 2015 menunjukkan jumlah penduduk miskin diperkotaan sebanyak 10,65 juta jiwa (8,29%) dan diperdesaan sebanyak 17,94 juta jiwa ( 14,21%), angka ini meningkat dari tahun 2014. Berdasarkan data tersebut, pemerintah dapat lebih mengencarkan dalam merealisasikan program pengentasan kemiskinan terutama pada daerah perdesaan.
Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan membuat jumlah penduduk miskin tidak dapat dilihat pada satu titik tapi perlu dilihat pola persebaran. Selama periode 2013- 2015 secara umum penduduk miskin di setiap pulau mengalami penurunan. Penurunan terjadi di pulau Maluku dan Papua, yaitu sebesar 1,11% pada tahun 2015. Meskipun cenderung mengalami penurunan pulau Bali dan Nusa Tenggara memperlihatkan kondisi sebaliknya, persentase penduduk miskin pada pulau ini naik 1.05% dari tahun sebelumnya. Dari segi jumlah, sebagian besar penduduk miskin masih berpusat di pulau jawa, yaitu sebanyak 15.450.000 orang pada tahun 2015. Namun dari segi persentase, psersentase penduduk miskin terbesar berada di pulau Maluku dan Papua, yaitu sebesar 22,04%. Kondisi ketimpangan kemiskinan antara dua pulau ini mengindikasi bahwa belum terwjudnya pemerataaan pembangunan diseluruh Indonesia.
Suatu penduduk dikatagorikan miskin atau tidak miskin berdasarkan garis kemiskinan (GK). GK merupakan jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutusan pokok minimum makanan dan bukan makanan. Penduduk dikatagorikan miskin apabila memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di bwah GK. Oleh karena itu, nilai GK berpengaruh terhadap jumlah penduduk miskin pada suatu waktu. Selama periode 2013 – 2015 , GK Indonesia mengalami peningkatan setiap tahun, pada tahun 2013 Rp. 271.626.- menjadi Rp. 330.776.- di tahun 2015. Jika ditinjau dari segi daerah tempat tinggal, GK kemiskinan di daerah perkotaan lebih besar dari perdesaan dengan selisih sekitar 7,75% di tahun 2015, selisih ini lebih kecil jika dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 11,33%.
Selain GK, rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan perlu diperhatikan. Ukuran untuk mengur kesenjangan pengeluaran disebut sebagai Indeks Kedalaman Kemiskinan (IKK). Berdasarkan data nilai IKK mengalami peningkatan pada tahun 2015, dari 1,75 pada tahun 2014 menjadi 1,97. Peningkatan nilai IKK menunjukkan rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap GK kemiskinan semakin jauh. Semakin besar nilai dari IKK berdampak pada semakin sulit penduduk miskin untuk keluar dari kemiskinan atau terjebak dalam kemiskinan yang terlalu dalam. Jika ditinjau dari daerah tempat tinggal, nilai IKK perdesaan lebih tinggi dari perkotaan. Ini menunjukkan bahwa penduduk perdesaan lebih banyak terjebak dalam kondisi miskin “terlalu dalam” dibandingkan daerah perkotaan.
Ukuran lainnya, untuk melihat kondisi kemiskinan adalah Indeks Keparahan Kemiskinan (IKK1), IKK1 memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin berdasarkan data selama 2013-1015, nilai IKK1 mengalami peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2015 nilai IKK1 meningkat dari tahun 2014, yaitu dari 0,44 menjadi 0,54. Semakin besar nilai IKK1 mengindikasikan bahwa ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin semakin tinggi pada Maret 2015. Kemudian, ditinjau dari daerah tempat tinggal, nilai IKK1 perdesaan lebih tinggi dari daerah perkotaan. Ini menunjukkan bahwa penduduk miskin diperdesaan memiliki ketimpangan pengeluaran lebih besar dari pada penduduk miskin diperkotaan.
b. Karakteristik Rumah Tangga Miskin Indonesia
Karakteristik rumah tangga miskin dapat dilihat dari kondisi Sosial demografi, pendiikan dan ketenagakerjaan dari kepala rumah tangga, serta kondisi perumahan. Pemahaman mengenai karakteristik rumah tangga miskin penting sebagai dasar dalam penyusunan kebijakan dan program pengentasan kemiskinan agar tepat sasaran. Selain itu, informasi mengenai karakteristik rumah tangga miskin juga dapat digunakan untuk mengindikasi penyebab kemiskinan secara tidak langsung.
c. Rasio Gini
Rasio Gini atau koefisien adalah alat mengukur derajat ketidakmerataan atau ketimpangan agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemeretaan sempurna) hingga satu ( ketimpangan yang sempurna). Dapat dikatakan bahwa suatu distribusi pendapatan semakin merata jika nilai koefisien mendekati nol. Sebaliknya distribusi pendapatan dikatakan makin tidak merata jika nilai Koefisien Gininya makin mendekati satu.
Indonesia dengan Rasio Gini 0,41 sudah pada posisi ketimpangan yang cukup lebar. Rasio Gini ini menaik terus sejak 1996 dari angka 0,36, meningkat pada angka 0,41 tahun 2011, dan bertahan terus pada angka tersebut sampai tahun 2015.
KESIMPULAN
1. Kebijakan Pemerintah sebagai suatu kebijakan publik merupakan kebijakan yang menjadi wewenang pemerintah dan diberikan Negara sesuai dengan amanat Konstitusi.
2. Untuk melaksanakan kebijakan dimaksud, pemerintah telah diberikan alat kelengkapan untuk mengeksekusi kebijakan, baik dalam bentuk dukungan anggaran, perangkat pemaksa, sumber daya manusia, instrumen hukum, pengelolaan sumber daya alam, yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan per-undang-undangan
3. Untuk melaksanakan kebijakan pemerintah, telah disusun sistem perencanaan yang komprehensif dengan memperhatikan kemampuan ekonomi makro, dan kemampuan fiskal Negara.
4. Telah disusun Rencana Pembangunan Menengah Nasional siklus 5 tahunan dan Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Strategis Kementerian / Lembaga untuk melaksanakan Konstitusi yaitu terwujudnya Negara Kesejateraan.
5. Berbagai indikator Kesejahteraan telah dirumuskan oleh Badan Pusat Statistik sebagai lembaga pemerintah yang kredibel, dan terlihat progress yang telah dicapai untuk mewujudkan Negara Kesejahteraan.
6. Hasilnya menunjukkan ada peningkatan, namun lambat dan kurang signikan jika dibandingkan dengan dukungan anggaran belanja yang disediakan pemeintah.
7. Masih tingginya angka kemiskinan 11,22% dengan Gino rasio 0,41 merupakan indikasi bahwa tingginya angka kemiskian tersebut ( sekitar 28 juta jiwa), dikuti kesenjangan pendapatan yang semakin lebar, untuk terjadinya (pemicu) masalah sosial, konflik sosial dan kerawanan kerawanan yang akan melebar ke wilayah politik, dan integritas NKRI.
Referennsi
Azmi.blogspot.com, Thomas R.Dye, 28 Desember 2011
BPS “ Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015” Jakarta 2015
BPS “ Rasio Gini” Jakarta, 2015
Hadi Wahono, Astikel “Negara Kesejahteraan” via internet
Kevin Dayoh ( Blog 26 Maret 2013), karakteristik dan asas Pemerintah yang baik
Wikipedia, bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas ‘Pemerintah Indonesia”
Wikipedia bahasa Indonesia “Koefisien Gini”
