General Issue

DTKS, NIK dan JKN

FOTO GANTENG2

Oleh: Dr. Drs. apt. Chazali H. Situmorang, M.Sc

Ada yang menarik dari  berbagai kebijakan pemerintah yang dilakukan, khususnya terkait dengan nasib orang miskin, tidak mampu dan penyandang disabilitas.

Yang terkini adalah kebijakan Mensos Risma mengeluarkan mereka yang tercantum dalam DTKS yang berjumlah 96, 8 juta jiwa, sebanyak 9 juta jiwa.

Risma menjelaskan, sebelumnya penerima PBI-JK berjumlah 96,7 juta jiwa dari kuota yang dibiayai APBN sebanyak 96,8 juta jiwa. Namun, pada September lalu dilakukan penetapan data penerima PBI-JK dari 96,7 juta jiwa menjadi 87.053.683 juta jiwa. Berkurang  lebih kurang 9 juta jiwa.

Mereka yang dikeluarkan itu, karena hasil pemutakhiran data dan padanan dengan NIK Dukcapil, ada yang tereliminasi, karena ganda data, meninggal dunia dan yang tidak punya NIK.

Bicara soal NIK, masih banyak penduduk yang belum punya NIK. Khususnya di pelosok tanah air, dibalik gunung, manusia perahu,  terlantar, gembel. Tidak dapat dihindari mereka itu berada diantara 9 juta penduduk yang dieliminasi itu.

Disisi lain, pengganti yang 9 juta penduduk itu, yang _clear dan clean_ DTKS nya, belum disiapkan.  Secara kemanusiaan itu tidak manusiawi, karena pemerintah dalam tahun 2021 menyediakan APBN untuk 96,8 juta penduduk miskin dan tidak mampu. Terkesan di masyarakat, upaya pemerintah mengurangi penggunaan APBN untuk kebutuhan jaminan kesehatan penduduk miskin dan tidak mampu yang memang merupakan kewajiban negara.

Persoalan besar yang belum tuntas diselesaikan Kemensos sesuai amanat UU Nomor 13/2011, adalah pemutakhiran DTKS diseluruh wilayah Kabupaten/Kota. Terjadinya  perdebatan bahkan cenderung adu mulut antara Mensos dengan para petugas/ pendamping kesejahteraan sosial di lapangan, merupakan indikator tidak terbantahkan  atas belum padannya DTKS di lapangan.

Dalam situasi perdebatan yang tidak seimbang itu ( Mensos lawan Peksos), Mensos Risma sudah menerbitkan Kepmensos tentang penetapan Penerimaan Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tahun 2021, yang memberangus 9 juta penduduk miskin  untuk tidak lagi mendapatkan PBI.

Hal tersebut, merupakan indikasi kredibilitas pemutakhiran DTKS diragukan, karena tidak dilakukan uji publik, keterbukaan metodologi yang digunakan, dan Road map Pemutakhiran yang dapat diakses secara luas oleh masyarakat.

“Kekacauan” DTKS itu, menjadi rujukan Bappenas untuk melakukan proyeksi jumlah penerima PBI untuk JKN, sampai tahun 2024. Dalam bentuk dokumen surat Menteri PPN/Ketua Bappenas, kepada Presiden beberapa waktu yang lalu. Menteri PPN Suharso menyampaikan bahwa   kuota peserta penerima bantuan iuran (PBI) pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebanyak 96,8 juta di 2021 direncanakan perlahan menyusut menjadi hanya 40 juta peserta pada tahun 2024._

Berarti ada sebanyak 56 juta penduduk miskin tidak lagi mendapat PBI. Dalam pikiran para ahli perencana Bappenas, sudah memperhitungkan bahwa  dalam 3 tahun mendatang orang miskin dan tidak mampu sebanyak minimal 56 juta jiwa sudah mencapai kehidupan yang sejahtera, dan mampu membayar iuran secara mandiri.

Apakah proyeksi itu masuk akal atau tidak,  tentu pihak Bappenas punya indikator-indikator ekonomi makro dan mikro, serta perhitungan statistik oleh BPS, dan data  itu yang perlu dilihat masyarakat, disandingkan dengan data ril di masyarakat, sehingga kita dapat mengetahui delta nya.

Secara sederhana kita menyebutkan bagaimana membumikan data yang ada di  langit, karena manusia itu berada di atas bumi bukan di langit.

Jika Bappenas memproyeksikan Data yang sensitif dan rawan  itu mengawang di awan, dan tidak menjejak ke bumi, hal itu tentu sesuatu yang dapat menyebabkan arah kebijakan pembangunan menjadi tidak tepat, bahkan salah arah, dan ujungnya yang menjadi korban masyarakat miskin, yang akan menjadi kelompok residual. Suatu pelanggaran HAM yang tidak bisa dimaafkan.

Berbeda dengan kedua lembaga pemerintah itu, dengan kebijakannya yang kontroversial,  ternyata berbeda dengan Kementerian Kesehatan, yang tidak mempersoalkan masyarakat miskin punya NIK atau tidak, berhak untuk mendapatkan vaksinasi Covid-19.

Kementerian Kesehatan sudah mengeluarkan surat edaran terkait pelaksanaan vaksinasi Covid-19 bagi penduduk rentan dan masyarakat lainnya yang belum memiliki NIK. Dinas Kesehatan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota diminta segera berkoordinasi dengan organisasi perangkat daerah terkait pelaksanaan vaksinasi ini. “Masyarakat rentan seperti kelompok penyandang disabilitas, masyarakat adat, penghuni lembaga pemasyarakatan, penyandang masalah kesejahteraan sosial, dan pekerja migran Indonesia bermasalah, serta masyarakat lainnya yang belum memiliki NIK,” ujar Wiku Ketua Satgas Covid-19.

Ironisasi kebijakan

Kebijakan yang ironi sedang dipertontonkan oleh Kementerian yang punya tanggung jawab memberikan perlindungan sosial bagi mereka yang miskin dan tidak mampu.  Bagaimana  begitu mudahnya mengeluarkan  kebijakan atas nama pemerintah dalam bentuk surat keputusan, menyebabkan mereka yang karena tidak punya NIK atau double NIK yang itu bukan salah si miskin, terlempar dan tidak mendapatkan Jaminan Kesehatan. Jumlah itu cukup banyak jutaan orang.

Jika Kementerian Sosial dan Kementerian PPN/Bappenas dapat sedikit merenung dan berkontemplasi  sebelum merumuskan suatu kebijakan publik, simaklah pasal 28 H UU Dasar 1q945, khususnya pada ayat (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Ayat  (2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Dan Ayat  (3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

Penulis berpendapat, tidak akan terbit Keputusan Menteri Sosial (Kepmensos) No. 92/HUK/2021 Tentang Penetapan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Tahun 2021, dan surat Menteri PPN/Ka.Bappenas kepada Presiden akhir Juli 2021 yang lalu.

Seharusnya Kemensos mengikuti kebijakan Kemenkes yang memberikan perlindungan sosial, dengan melaksanakan vaksinasi Covid-19, bagi semua penduduk, ada atau tidak NIK, penyandang disabilitas, dan mereka yang miskin dan tidak mampu.

Cibubur, 17 Oktober 2021

*) Pemerhati Kebijakan Publik/ Dosen FISIP UNAS

 

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top