Jurnal

KAUR BENGKULU SEBAGAI PUSAT KERAJAAN SRIWIJAYA?

Irsan Hidayat

Oleh: Irsan Hidayat, S.IP., M.AP

Alumni Pasca Sarjana Universitas Nasional

Pengantar

Judul lengkap dari studi ini adalah Benarkah KAUR Bengkulu Sebagai Pusat Kerajaan Sriwijaya? Analisis Geografis, Sosiologis dan Antropologis linguistik. Lewat pendekatan dan analisis secara lengkap berdasarkan multi disipliner ini mengajak kita untuk berfikir ulang tentang keberadaan Kerajaan Sriwijaya dan jejak yang melingkupinya. Sekali lagi dalam kekhasan tinjauan Geografis, Sosiologis dan Antropologis linguistik.

Meminjam pandangan ilmuwan dan ahli filsafat sejarah muslim terkemuka Ibnu Khaldun dengan karyanya yang sangat populer berjudul Muqadimah mengemukakan tentang ashabiyah atau dikenal dengan teori siklus. Suatu negara atau peradaban timbul dan tenggelam mengikuti tahapan atau siklusnya. Dengan pemikiran seperti itu, studi ini mengajak pembaca untuk menikmati sajian data dan informasi dengan perspektif dan analisis yang berbeda dengan yang lainnya.

Kontroversi Masuknya Islam ke Nusantara

Referensi tentang masuknya Islam ke Nusantara (Indonesia) tersedia beberapa teori dan pendapat. Cukup masyhur dikalangan masyarakat Indonesia (karena tercantum dalam buku pelajaran) adalah teori Gujarat yang diungkapkan sarjana asal Belanda bernama Prof. Dr. C. Snouck Hurgronje. Menurutnya, Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-13 oleh pedagang asal Gujarat, India dengan daerah pertama yang dimasuki adalah Kesultanan Samudra Pasai, Aceh. Pendapat yang dibangun Snouck Hurgronje, bahwa masuknya Islam ke Nusantara tidak mungkin dari Arab tanpa melalui ajaran tasawuf yang berkembang di India.

Teori Gujarat Snouck Hurgronje ini dinyatakan lemah oleh Prof. Ahmad Mansur Suryanegara didalam bukunya Api Sejarah pada jilid ke-1. Kelemahan teori Gujarat menurut Ahmad Mansur Suryanegara, karena tidak menjelaskan masuk atau berkembangnya Islam. Kelemahan selanjutnya tidak menjelaskan mazhab apa yang dianut pedagang Gujarat dan mazhab apa dianut oleh Kesultanan Samudra Pasai. Penguraian mengenai mazhab ini penting untuk melihat persesuaian pembawa ajaran dan penganut, sebagai hukum pembuktian.

Teori paling kuat tentang masuknya Islam ke Nusantara (paling tidak menurut Penulis) adalah teori Mekkah Prof. Buya Hamka dan teori Maritim N.A. Baloch. Kedua teori ini hakikatnya saling menguatkan. N.A Baloch seorang sejarawan asal Pakistan menjelasnkan bahwa bangsa Arab dikenal sebagai wiraniagawan (pedagang yang langsung menjual barang kepada konsumen). Sehingga menurutnya ajaran Islam mulai dikenalkan disepanjang jalan laut yang disinggahi, mulai abad ke-1 Hijriah atau abad ke-7 Masehi. Dalam bukunya The Advent of Islam in Indonesia (Api Sejarah jilid I), pengenalan ajaran Islam telah masuk ke pantai-pantai Nusantara Indonesai hingga Cina Utara oleh wiraniagawan asal Arab.

Teori Makkah Buya Hamka menggunakan fakta yang diangkat dari berita Cina Dinasti Tang. Dalam berita Cina itu disebutkan bahwa ditemukan hunian pedagang Arab di pantai barat Sumatra. Maka disimpulkan bahwa masuknya Islam ke Nusantara berasal dari Arab. Sedangkan Kesultanan Samudra Pasai pada abad ke-13 merupakan hasil dari perkembangan ajaran Islam, bukan awal masuknya agama Islam.

Teori Maritim dan teori Mekkah ini juga diperkuat oleh Dr. Ustadz Adi Hidayat. Beliau menguraian tentang diabadikannya bahasa Indonesia di dalam Al-Qur’an. Pada Surah Al-Insan Ayat 5, dimana terdapat kata kafura (kafur atau kapur). Kapur merupakan bahasa asli Indonesia atau Nusantara yang tidak ditemukan dalam bahasa Yunani, Romawi, Persia maupun Arab. Diabadikannya kapur didalam Al-Qur’an, karena bangsa Arab sebelum kelahiran Rasulullah Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam, telah terjadi hubungan dagang hingga ke wilayah Nusantara, khususnya daerah Baros (Tapanuli, Sumatera Utara).

Oleh karena bangsa Arab tidak menggunakan kosakata “O”, penyebutan kata “O” diganti dengan “U”. Sehingga Baros oleh bangsa Arab disebut dengan Barus. Baros adalah daerah penghasil kapur dimana pohon Dryobalanos Aromatica hanya tumbuh di Baros, jikapun ada diluar daerah, hanya sedikit di Kalimantan dan Brunei Darussalam. Kamper yang banyak beredar saat ini tidak lagi murni dari pohon kapur, melainkan hasil rekayasa kimia/sintesis. Sehingga menurut Ustadz Adi Hidayat, adanya kata Kafura (kapur barus) didalam Al-Qur’an merupakan bentuk pengabadian hubungan antara Haramain dengan Nusantara.

Tentang daerah Baros menjadi daerah pertama yang disinggahi wiraniagawan asal Arab pada abad ke-7 diperkuat lagi dengan dua fakta yang ada. Pertama adalah Baros merupakan kota tua yang memiliki bandar niaga (pelabuhan) internasional sejak sebelum tahun masehi. Hal ini berdasarkan peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolemaus, Gubernur Kerajaan Yunani (abad ke-2 M). Peta kuno tersebut tergambar adanya bandar niaga di pesisir barat Sumatra bernama Barousai (Baros).

Fakta kedua adalah ditemukannya makam kuno yang ada sejak abad ke-7, seorang Muslim bernama Syekh Mahmud Fil Hadratul Maut. Di batu nisannya tertulis dalam bahasa Arab, “Fa Kullu Syai’un Halikum Illa Wajhullah” (maka segala sesuatunya hancur kecuali Dzat Allah). Syekh Mahmud Fil Hadratul Maut berada di Baros antara tahun 34 Hijriah sampai tahun 44 Hijriah. Maka dipastikan bahwa Syekh Mahmud Fil Hadratul Maut yang hijrah ke Baros merupakan salah seorang Sahabat Rasulullah.

Jadi saya menyimpulkan bahwa masuknya ajaran Islam ke Nusantara sejak abad ke-7 M, yang dibawa oleh wiraniagawan asal Arab. Sebagaimana dinyatakan Buya Hamka, bahwa Kesultanan Samudra Pasai merupakan dampak dari perkembangan penyebaran ajaran Islam, memiliki keterkaitan dengan sejarah Kerajaan Sriwijaya yang akan diuraikan selanjutnya. Fakta sejarah ini penting untuk diketahui dan dibumikan kembali untuk membawa spirit Keislaman agar Indonesia keluar dari keterpurukan.

Mualafnya Raja Sriwijaya, Sri Indrawarman

Tipikal masyarakat Sumatra masa lampau sangat kuat dalam bertutur (lisan), namun lemah dalam manuskrip (tulisan). Sehingga sejarah tertulis dalam bentuk buku tentang Sumatra pertama kali (atau paling fenomenal) ditulis orang Inggris bernama William Marsden. Buku tersebut merupakan hasil riset William Marsden yang dimulai pada tahun 1771, dan pertama diterbitkan pada tahun 1783 dengan judul History of Sumatra. Pada kondisi semacam ini, maka sajian data sejarah masa lalu muncul dengan berbagai versi.

Tentang keberadaan Kerajaan Sriwijaya pembuktian empirisnya cukup kuat. Hanya saja dimana letak pusat kerajaannya masih menjadi kontoversi. Keberadaan Kerajaan Sriwijaya disebutkan melalui sumber luar negeri dan dalam negeri, sumber luar negeri antara lain berita Cina, berita Arab, berita India dan prasasti Nalanda. Sedangkan sumber dalam negeri berasal dari prasasti Kedudukan Bukit (683), prasasti Talang Tuo (684), prasasti Kota Kapur (686), prasasti Telaga Batu, prasasti Karang Berahi (686), prasasti Ligor, dan prasasti Palas Pasemah, (Sri Wintala Achmad, 2018). Tulisan ini tidak mengulas tentang sumber-sumber berita tersebut, namun secara khusus membahas tentang Raja ke-2 Sriwijaya bernama Sri Indrawarman, pengganti Dapunta Hyang Sri Jayanasa.

Sri Indrawarman dalam berbagai literatur disebutkan berkuasa dari tahun 702 M sampai tahun 728 M. Pada masa yang sama, Khilafah Islamiyah yang dipegang oleh Bani Umayyah, dipimpin oleh Khalifah Umar Bin Abdul Aziz (717 M – 720 M). Sejak Kekhilafahan Islam dipegang Bani Umayyah, penyebaran ajaran agama Islam sangat pesat. Karakteristik kepemimpinan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz adalah menjalin hubungan dengan kerajaan luar melalui surat, salah satunya kepada Kerajaan Sriwijaya. Sangat logis terjadi korespodensi, karena sumber Cina pun menyebutkan bahwa Kerajaan Sriwijaya memiliki armada laut yang sangat maju.

Atas proses korespodensi tersebut, dikirimlah seorang ulama hingga membuat Raja Sri Indrawarman dan sebagaina besar masyarakat akhirnya memeluk agama Islam (mualaf). Sebagaimana telah diuraikan, kuatnya budaya tutur di Sumatra menyebabkan surat Khalifah Umar Bin Abdul Aziz tidak terarsipkan. Belum lagi faktor gejolak internal istana yang setia dengan agama Budha, atau tidak menerima ajaran Islam, menyebabkan Sri Indrawarman terbunuh. Sangat mungkin surat Khalifah Umar Bin Abdul Aziz dimusnakan, bahkan keluarga Sri Indrawarman yang mualaf sampai mengungsi ke pedalaman Minangkabau sebagai upaya menghindar dari pembunuhan.

Sejarah tentang keislaman Sri Indrawarman dan beberapa keluarga serta masyarakatnya yang akhirnya mengungsi, menguatkan pendapat Kesultanan Samudra Pasai yang dikenal dengan kerajaan islam pertama di Nusantara, merupakan hasil penyebaran agama Islam, bukan awal masuknya agama Islam.

Bukti Kaur Bengkulu Sebagai Pusat Kerajaan Sriwijaya

Pendapat tentang Bengkulu pernah menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya yang akan diuraikan tidak berangkat dari pemikiran subjektif. Argumen yang dibangun bersumber dari referensi ilmiah dan analisis keadaan budaya, geografis dan antropologi linguistik yang ada di Provinsi Bengkulu, khususnya Kabupaten Kaur. Sederhananya, tulisan ini bisa dijadikan wacana ilmiah.

Ciri-ciri Kerajaan Sriwijaya dapat diketahui melalui sumber-sumber yang ada, termasuk surat Sri Indrawarman kepada Khalifah Umar Bin Abdul Aziz. Sumber berita Cina disampaikan oleh pendeta Budha bernama I-tsing yang menimba ilmu dari Cina ke India. Dalam perjalan itu, I-tsing singgah di kerajaan Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) selama 6 bulan untuk mempelajari bahasa sanskerta. I-tsing menjelaskan bahwa Sriwijaya sebagai kerajaan Budha yang memiliki armada laut yang sangat maju dan kuat.

Dari berita Cina dapat diketahui salah satu ciri Kerajaan Sriwijaya adalah memiliki armada laut yang sangat maju dan kuat. Secara jelas menyebutkan laut, bukan sungai. Dan logis armada yakni kapal-kapal besar serta berjumlah banyak berada di laut, tidak mungkin di sungai. Dalam tinjauan ini, Bengkulu khususnya Kabupaten Kaur masuk dalam kriteria yang disebutkan berita Cina.

Bengkulu merupakan salah satu Provinsi dimana wilayah baratnya berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Hal ini menandakan Bengkulu menjadi salah satu daerah dipesisir barat Sumatera bersama Provinsi Lampung, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Nangro Aceh Darusaalam. Spesifik lagi daerah di Bengkulu yang berbatasan dengan Samudra Hindia adalah salah satunya Kabupaten Kaur.

Samudera Hindia sendiri merupakan kumpulan air terbesar ke-3 di dunia dimana besarannya mencapai 20% dari permukaan air di Bumi. Hingga saat ini jalur Samudera Hindia masih menjadi pilihan utama kepentingan transportasi barang. Setengah kapal kontainer dan sepertiga kapal kargo curah yang berlayar di dunia, menggunakan jalur Samudera Hindia. Batas Samudera Hindia disebelah utara adalah selatan Asia, dibarat Jazirah Arabia dan Afrika, ditimur oleh Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, Kepulauan Sunda Kecil dan Australia, serta diselatan oleh Antartika. Sehingga Kerajaan Sriwijaya dengan armada laut sangat maju dan kuat sangat mungkin berada di daerah yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia yang luas dan jalur penghubung strategis.

Selanjutnya berita Arab menyebut Kerajaan Sriwijaya dengan nama Zabag yang berada di Pulau Emas. Bengkulu pun memiliki ciri-ciri tersebut. Referensi tentang pertambangan emas kuno di Bengkulu belum saya dapatkan. Namun untuk wilayah Selatan Bengkulu (dimana Kabupaten Kaur berada), khususnya di Kabupaten Seluma, saat ini tengah masa eksplorasi tambang emas yang diklaim lebih besar dari Freeport Papua. Sedangkan di bagian utara Bengkulu, eksploitasi tambang emas secara besar-besaran telah terjadi sejak era kolonial Belanda. Bahkan 28 kg Emas di puncak Monas yang merupakan pemberian Teuku Markam, berasal dari Lebong Tandai, secara administratif masuk di Kabupaten Bengkulu Utara.

Ciri-ciri lain Kerajaan Sriwijaya dapat juga diketahui melalui surat Sri Indrawarman kepada Khalifah Umar Bin Abdul Aziz. Surat ini merupakan bukti otentik, sehingga relevan dijadikan bahan analisis. Kutipan isi surat Sri Indrawarman dituliskan oleh Sri Wintala Achmad dalam buku Sejarah Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit sebagai berikut:

“Dari raja sekalian raja yang juga keturunan ribuan raja, yang istrinya adalah cucu dari ribuan raja, yang kebun binatangnya dipenuhi ribuan gajah, yang wilayah kekuasaannya terdiri dari dua sungai yang mengairi tanaman lidah buaya, rempah wangi, pala dan jeruk nipis, yang aroma harumnya hingga 12 mil. Pada raja Arab yang tidak menyembah tuhan-tuhan selain Allah. Aku telah mengirimkan kepadamu bingkisan yang tidak seberapa sebagai tanda persahabatan. Kurahap engkau sudi mengutus seseorang untuk menjelaskan ajaran islam dan segala hukum-hukumnya kepadaku”

Korespodensi antara Raja Sri Indrawarman dan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz merupakan peristiwa penting tentang hubungan (komunikasi) dua imperium besar pada masanya. Berdasarkan karakteristik kepemimpinan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz yang “gemar” bersurat untuk tujuan dakwah serta menjalin hubungan dengan kerajaan luar, patut diduga surat Sri Indrawarman adalah balasan. Isi suratnya mencerminkan hal itu, dimana Sri Indrawarman mengetahui Raja Arab tidak menyembah tuhan-tuhan selain Allah, dan meminta dikirimkan ulama untuk menjelaskan islam beserta hukum-hukumnya. Pengetahuan tersebut tentu diperoleh Sri Indrawarman dari surat yang diterimanya dari Khalifah Umar Bin Abdul Aziz.

Namun sayangnya, surat Khalifah Umar Bin Abdul Aziz tidak ditemukan bukti otentik, bahkan prasasti tentang keberadaan Kerajaan Sriwijaya tidak mengabadikan momen penting korespodensi tersebut. Berbeda dengan peradaban Islam, era kepemimpinan Bani Umayyah, Al-Qur’an telah terhimpun secara urut dan utuh dengan lembaran-lembaran terjilid yang disebut dengan mushaf. Artinya budaya literasi dalam peradaban Islam lebih maju, sehingga wajar jika surat Sri Indrawarman masih terekam. Bahkan surat Sri Indrawarman menurut beberapa sumber, ditemukan dalam lemari arsip Bani Umayyah. Tidak berlebihan atas pendapat ini, lantaran budaya literasi telah ada sejak tahun 2000 Sebelum Masehi di Yunani Kuno, dengan kertas papirusnya.

Saya berpendapat, momen penting korespodensi antara Raja Sri Indrawarman dan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz diabadikan dalam kain besurek yang menjadi budaya masyarakat Bengkulu. Besurek atau dalam bahasa Indonesia bearti bersurat, adalah kain yang digunakan oleh masyarakat Bengkulu (khususnya di Kota) dalam upacara adat. Seiring waktu, kain besurek kemudian menjadi pakaian khas yang disebut batik besurek. Corak dan motif dasar kain atau batik besurek adalah susunan huruf Arab “gundul”/tanpa tajwid (beberapa sumber menyebutkan kaligrafi Arab).

Referensi yang tersedia saat ini menyebutkan bahwa kain besurek Bengkulu dibawa pedagang asal Arab dan Gujarat pada abad ke-17 M. Saya secara pribadi ragu dengan pendapat tersebut, jika menelisik sejarah perdagangan dan karakteristik masyarakat masa lampau. Bengkulu pada abad ke-17 M otentik dengan sejarah pendudukan Inggris yang dimulai dari tahun 1685 hingga tahun 1825. Pada masa itu, kehidupan masyarakat Bengkulu sudah sangat Islami. Hal itu dinyatakan Benyamin Bloome, Kepala Benteng York yang dibangun Inggris setelah adanya perjanjian dengan Kerajaan Sungai Lemau di Bengkulu. Menurut Bloome, penduduk di pesisir Bengkulu/Kerajaan Sungai Lemau menganut agama Islam yang taat. Karena saat mereka datang, penduduk sedang berpuasa, dan saat perjanjian, mereka bersumpah menggunakan Al-Qur’an. Berikut perkataan Bloome dalam suratnya:

“We coming just about the time of their Rammazan or time of fasting..”. “He must there fore, as the rest had done, swear upon the Alcoran to be and faithful to the Rt. Honourable Company”.

Dari perjanjian itu, pendudukan Inggris di Bengkulu kemudian berkembang, hingga ditempatkan seorang Residen Inggris di Lais, Talo, di Manna (Bengkulu) dan di Krui (Lampung). Bukti bahwa penduduk Bengkulu merupakan Muslim yang taat, juga diungkapkan oleh John Marsden (Residen Inggris di Lais, 1775-1779). John Marsden bertemu dengan Pangeran Sungai Lemau bernama Mohamad Syah I. John Marsden mengungkapkan bahwa Mohamad Syah I seorang Muslim taat yang tergambar oleh prilaku beradab dan penuh sopan santun. Sejarah ini memiliki bukti otentik, antara lain Benteng York dan Benteng Marlborought yang dibangun Inggris hingga sekarang masih ada di Bengkulu.

Atas fakta sejarah itu, pendapat kain besurek dibawa oleh pedagang asal Arab dan Gujarat pada abad ke-17 M yang kemudian dilestarikan oleh masyarakat Bengkulu perlu ditintau kembali. Karakteristik masyarakat Nusantara khususnya di Bengkulu pada masa lampau, menjadikan pakaian ataupun kain khas salah satu tujuannya adalah penunjukan identitas. Atas dasar itu saya berpendapat kain besurek ingin mengabadikan momen jauh lebih penting, seolah ingin menunjukkan kepada kelompok masyarakat lain bahwa sejarah masa lalu kami terjadi korespodensi antara Raja Sri Indrawarman dan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz, 2 imperium besar pada masanya.

Mendapatkan ciri-ciri Kerajaan Sriwijaya berdasarkan isi surat Sri Indrawarman tidak dapat dilakukan secara laterlate. Dari rangkaian kata yang digunakan pada surat itu bisa kita ketahui Sri Indrawarman cukup puitis. Memaknai kalimat dalam isi suratnya juga perlu menggunakan pendekatan bahasa. Saya memaknai penggalan isi surat  “…kebun binatangnya dipenuhi ribuan gajah…”, bukan bearti Sri Indrawarman memiliki gajah persis jumlahnya 1.000 ekor. Kalimat tersebut kiasan untuk menginformasikan bahwa (hutan) daerah kekuasaannya luas hingga mampu menjadi habitat gajah dalam jumlah yang banyak.

Kabupaten Kaur selain berbatas dengan Samudra Hindia, juga terletak disebelah barat pegunungan Bukit Barisan, yang menjadi habitat gajah Sumatra. Memang populasi gajah Sumatra tidak hanya di Kaur Provinsi Bengkulu, tersebar di Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung. Namun populasinya di Kaur cukup besar sehingga menjadikan Kaur sebagai salah satu wilayah jaringan bisnis illegal gading gajah.

Terkait dengan isi surat Sri Indrawarman, Ibnu Taghribirdi dalam bukunya al-Nujum al-Zahirah fi Muluk Misr wa al-Qahirah (Sri Wintala Achmad, 2018:51-52) memiliki tambahan pada akhir isi surat, yakni mengirim hadiah kepada Khalifah Umar Bin Abdul Aziz salah satunya batu ratna. Batu ratna sendiri merupakan jenis batu agate atau umum disebut akik. Batu ini sangat banyak ditemukan di daerah muara sahung Kabupaten Kaur yang lebih dikenal batu cempaka ratna. Muara sahung menjadi salah satu daerah penghasil batu agate/akik terbaik di Indonesia.

Pasca terbunuhnya Sri Indrawarman karena penghianatan dari dalam didukung kaisar Cina dari Dinasti Tang, tidak lantas ajaran Islam turut lenyap. Selain keluarga Sri Indrawarman yang memilih mengungsi, beberapa rakyat yang juga mualaf (setelah keislamannya, Sri Indrawarman memperbolehkan rakyatnya memeluk Islam) masih mempertahankan agama Islam. Sehingga hukum perjalanan sejarah, akan mewarnai peradaban masyarakatnya. Hal ini pula menjadi dugaan kuat bahwa Kaur sebagai pusat Kerajaan Sriwijaya.

Secara antropologi linguistik, bahasa daerah Kaur dalam beberapa pengucapannya seperti pengucapan bahasa Arab. Terutama pengucapan kata dengan penekanan suara di pangkal tenggorokan. Ini menjadikan aksen bahasa Kaur sekilas mirip atau terpengaruh dengan aksen bahasa Arab. Lebih jelasnya bahasa kaur dapat didengarkan langsung melalui media youtube.

Bangunan pendapatan dalam tulisan ini sehingga dapat dijadikan wacana ilmiah tentang pusat Kerajaan Sriwijaya di Kabupaten Kaur bukan sesuatu yang baru dan menentang sejarah yang ada. Toh pusat Kerajaan Sriwijaya hingga saat ini masih menjadi polemik dikalangan sejarawan. Setidaknya ada 2 teori, pertama menyatakan pusat Kerajaan Sriwijaya berada di tepi sungai musi (Sumsel), teori kedua menyebutkan 2 lokasi, yakni hilir sungai Batang Hari (Jambi) dan kawasan Candi Muara Takus (Riau).

Beberapa dekade kebelakang muncul pendapat baru bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya berada di daerah dimana suku Pasemah bermukim, antara lain Kota Pagar Alam, Kabupaten Empat Lawang, Kabupaten Lahat dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Provinsi Sumatera Selatan. Pendapat kemudian berkembang hingga ke daerah Muara Sahung Kabupaten Kaur. Secara administratif, sebelah utara Kabupaten Kaur berbatasan dengan Kabupaten Lahat, Muara Enim dan Ogan Komering Ulu Provinsi Sumatera Selatan. Pendapat terbaru ini telah diseminarkan, namun hasilnya belum dipublikasikan kepada publik. Bahkan kemungkinan pendapat ini sampai menarik perhatian Sri Sultan Hamengkubuwuno X sampai turun langsung ke Kota Pagar Alam dan Kabupaten Kaur.

Sri Sultan Hamengkubuwono X jelas memiliki kepentingan atas pengungkapan sejarah Kerajaan Sriwijaya, karena menjadi bagian rangkaian sejarah Kesultanan Yogyakarta. Dimana Sri Sultan Hamengkubuwono X sendiri mengakui bahwa nenek moyangnya berasal dari suku Basemah. Perlu dilakukan penelitian dan kajian lebih mendalam untuk mengungkap kebenaran sejarah agar dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Wallahu’alam Bishawab.

Referensi

Sumber buku:

Achmad, Wintala Sri. 2018. Sejarah Runtuhnya Sriwijaya dan Majapahit, Menelusuri Jejak Sandyakala Imperium Besar Nusantara. Yogyakarta: Araska

Siddik, Abdullah Haji. 1980. Hukum Adat Rejang. Jakarta: Balai Pustaka

Suryanegara, Mansur Ahmad. 2018. Api Sejarah 1. Edisi Revisi, Bandung: Surya Dinasti

Suryanegara, Mansur Ahmad. 1998. Menemukan Sejarah, Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. Bandung: Mizan

  1. Mimpi-Mimpi Dari Pulau Emas (buku 4 bahasa). Yogyakarta: Cahaya Timur

Sumber Internet:

https://properti.kompas.com/read/2009/03/03/00423011/sultan.hb.x.peduli.temuan.kerajaan.sriwijaya?page=all

https://ilmupengetahuanumum.com/daftar-negara-anggota-iora-indian-ocean-rim-association/

https://republika.co.id/berita/pg2qzk385/korespondensi-sriwijaya-dengan-khilafah-bani-umayyah

http://pedomanbengkulu.com/2015/09/potensi-batu-akik-kaur/

www.wikipedia.org

https://programs.wcs.org/btnbbs/Berita-Terbaru/articleType/ArticleView/articleId/10838/Mengenal-Gajah-sumatera-Elephas-Maximus-sumatranus.aspx

 

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top